Salsa duduk di jok belakang motor Lian, napasnya masih memburu karena adrenalin yang belum surut.
Hujan gerimis mulai turun, tapi dia merasa lebih lega dari sebelumnya. Jalanan di depan mereka sepi, hanya ditemani oleh suara mesin motor yang berderu pelan.
"Terima kasih sayang" ucap Salsa dengan suara yang hampir tenggelam dalam suara hujan.
"Kamu nggak tahu seberapa lega aku sekarang." Sambungnya
Lian yang masih fokus pada jalan di depannya, menolehkan sedikit kepalanya ke belakang. "Nggak apa-apa sayang Tapi... kita sekarang mau ke mana?" tanyanya, terdengar agak bingung.
"Aku nggak mungkin bawa kamu ke rumahku, Ibuku pasti langsung tahu."
Salsa terdiam sejenak, mencoba berpikir cepat. Lian benar. Mereka tidak bisa kembali ke rumah Lian.
Itu hanya akan menambah masalah, dan ia juga tidak ingin melibatkan keluarga Lian dalam kekacauan ini. Setelah beberapa detik, sebuah ide muncul di benaknya.
"Kita ke vila kakekku di Bogor, aja!" Salsa tiba-tiba berkata, nadanya penuh semangat.
"Itu tempat yang jarang dikunjungi, dan aku yakin nggak ada yang bakal nyangka kita ada di sana."
Lian melirik Salsa sekilas dari kaca spion, memastikan dia serius.
"Kamu yakin, Sal? Itu nggak terlalu jauh, tapi tetap aja, kita kabur ini. Kalau ketahuan, bisa berabe."
Salsa mengangguk mantap.
"Aku yakin, Li. Aku cuma butuh waktu buat mikir, biar nggak terus-terusan ditekan sama Papa. Di vila itu, kita bisa tenang sementara, dan aku bisa cari solusi tanpa harus terburu-buru."
Lian menarik napas panjang, mencoba merasionalisasi situasi. Dia tahu ini berisiko, tapi dia juga tidak tega melihat Salsa terus tertekan seperti ini. Akhirnya, dia mengangguk.
"Oke, kita ke vila kakek kamu di Bogor. Tapi, kita harus hati-hati sayang. Ini bukan hal kecil."
Salsa tersenyum, perasaan lega membanjiri dirinya lagi. Dia berterima kasih dalam hati karena memiliki Lian di sisinya.
"Aku paham sayang Makasih banget. Kamu bener-bener satu-satunya orang yang bisa aku andalkan sekarang."
Mereka berdua pun melanjutkan perjalanan, motor Lian melaju dengan kecepatan sedang menuju Bogor, meninggalkan Jakarta dan segala masalah di belakang mereka, setidaknya untuk sementara.
Ketika motor Lian akhirnya berhenti di depan vila kakek Salsa, angin malam yang dingin langsung menyambut mereka.
Salsa yang terlalu terburu-buru untuk turun dari motor, tidak sengaja terpeleset. Dia kehilangan keseimbangan dan jatuh ke tanah dengan suara pelan.
"Salsa!" Lian langsung turun dari motornya, berlari kecil ke arah Salsa yang sudah duduk di tanah sambil meringis.
"Kamu nggak apa-apa, sayang?" tanya Lian dengan nada penuh khawatir.
Salsa mencoba tersenyum meskipun pergelangan kakinya terasa sedikit nyeri. "Aku nggak apa-apa, kok. Cuma keseleo dikit," jawabnya, meskipun wajahnya sedikit meringis menahan sakit.
Lian menggelengkan kepala, melihat Salsa yang selalu mencoba menutupi rasa sakitnya.
"Biar aku gendong kamu masuk ke dalam vila, ya. Kamu nggak bisa jalan sendiri kalau kayak gini," ujarnya sambil berjongkok di depan Salsa, siap mengangkatnya.
Salsa tertawa kecil, merasakan hangatnya perhatian Lian. "Aduh, manis banget sih kamu. Tapi aku berat, loh," jawab Salsa dengan nada menggoda.
Lian tersenyum penuh percaya diri. "Kamu kan pacar aku, nggak ada kata berat buat sayang," balasnya sambil dengan mudah mengangkat Salsa ke dalam gendongannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Simfoni Rasa
FanfictionDi Jakarta, ada Salsa, seorang psikolog yang nggak cuma cantik, tapi juga pintar banget. Dia dari keluarga terpandang, jadi dari kecil udah dapet pendidikan yang oke punya. Setiap hari, Salsa kerja di rumah sakit, ngebantuin pasien-pasiennya yang pu...