Salsa duduk di kamarnya, ponselnya masih bergetar di tangan. Suara Lian, pacarnya, masih terngiang di telinganya. Kata-kata manisnya membuatnya merasa sedikit lebih tenang, tetapi ketakutannya belum sepenuhnya hilang. Jika ayahnya tahu tentang kehamilannya, semuanya pasti akan berubah.
Setelah beberapa menit berpikir, Salsa mengambil keputusan. Dia harus berbicara dengan Lian lagi. Ia merasa lebih siap untuk menghadapi situasi ini. Dengan tangan bergetar, ia menghubungi Lian.
"Halo, Ca? Gimana sayang?" tanya Lian dengan nada hangat.
"Aku... aku harus bilang sesuatu," jawab Salsa, suaranya bergetar.
Lian terdiam sejenak, mungkin merasakan ada yang tidak beres. "Kamu bisa bilang apa saja ke aku, Ca. Aku di sini buat kamu."
Salsa memejamkan matanya dan berkata pelan, "Aku... aku hamil, Li."
Suasana menjadi hening. Salsa bisa mendengar helaan napas panjang dari Lian yang membuat jantungnya berdebar kencang.
"Kamu yakin?" tanya Lian dengan nada tenang namun penuh perhatian.
Salsa menggeleng meskipun Lian tidak bisa melihatnya. "Aku nggak tahu pasti, tapi aku udah mual-mual beberapa hari ini. Aku takut banget, Li."
Lian berusaha menenangkan Salsa. "Kita akan lewatin ini sama-sama. Kita hadapi bareng-bareng, oke?"
Air mata yang sudah tertahan akhirnya jatuh dari mata Salsa. "Tapi kalau keluargaku tahu... terutama Papa..."
Lian memotongnya dengan tegas. "Salsa, kamu nggak sendirian. Aku nggak akan ninggalin kamu."
*****
Di rumah Salsa, Mama Salsa merasakan kekhawatiran yang mendalam tentang keadaan putrinya. Dia tahu Salsa tidak mau pergi ke dokter, tetapi Mama merasa perlu bertindak. Dia menghubungi Wisnutama, suami dan ayah Salsa.
"Pah, Caca mulai merasa mual-mual setiap pagi. Aku khawatir dia mungkin sakit beneran," ucap Mama Salsa.
Wisnutama langsung mengangguk serius. "Kita harus membawanya ke dokter."
Ketika Mama Salsa dan Salsa tiba di rumah setelah pemeriksaan dokter, suasana menjadi tegang. Wisnutama langsung bertanya pada Salsa tentang mualnya.
"Caca, kamu kenapa sih? Mual terus dari kemarin?" tanyanya cemas.
Salsa mencoba tersenyum dan berkata, "Enggak, Papa. Mungkin cuma masuk angin atau maag aja."
Tapi Wisnutama tidak yakin dan bersikeras untuk membawanya ke dokter. Akhirnya, dengan berat hati, Salsa setuju untuk pergi ke dokter.
*****
Di klinik, setelah pemeriksaan singkat, dokter mengeluarkan hasil yang mengejutkan: "Caca, hasilnya kamu hamil."
Salsa merasa dunia seakan runtuh di sekelilingnya. Wisnutama dan Mama Salsa terdiam sejenak sebelum Wisnutama meledak marah.
"Caca Kamu hamil? Bagaimana ini bisa terjadi?!"
Lian yang sedang menunggu di luar mendengar berita tersebut dan langsung berlari masuk ke klinik. "Ca Apa yang terjadi?!"
Salsa menatap Lian dengan air mata di pipinya. "Aku... aku hamil."
Lian menatapnya dengan penuh kasih sayang dan berkata lembut, "Kamu nggak sendirian, Ca. Aku di sini buat kamu."
Setelah kejadian itu, Lian datang ke rumah Salsa untuk berbicara dengan Wisnutama dan mempertanggungjawabkan semuanya. Namun saat ia tiba di sana, Wisnutama sudah sangat marah.
"Kamu ini siapa?!" teriak Wisnutama kepada Lian.
"Kamu datang ke sini untuk apa?!"Lian berusaha menjelaskan sambil tetap tenang. "Om maaf saya datang untuk mempertanggungjawabkan segala hal yang terjadi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Simfoni Rasa
FanfictionDi Jakarta, ada Salsa, seorang psikolog yang nggak cuma cantik, tapi juga pintar banget. Dia dari keluarga terpandang, jadi dari kecil udah dapet pendidikan yang oke punya. Setiap hari, Salsa kerja di rumah sakit, ngebantuin pasien-pasiennya yang pu...