Eps 17👼

1.4K 98 6
                                    

Salsa terbangun perlahan di kamar rumah sakit dengan tubuh lemah setelah melewati proses persalinan. Matanya berusaha menyesuaikan diri dengan cahaya yang masuk melalui jendela, dan ia tersenyum tipis saat mendengar tangis lembut bayinya.

(hallo ini bacil cintanya papcil dan mamcil)panggil aja dulu ya bacil namany belum dikasih tau sama papcil dan mamcil

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

(hallo ini bacil cintanya papcil dan mamcil)
panggil aja dulu ya bacil namany belum dikasih tau sama papcil dan mamcil

Tangis itu seharusnya menjadi suara terindah yang pernah ia dengar, suara yang telah ia nantikan selama sembilan bulan. Namun, di balik kebahagiaan itu, ada sesuatu yang mengganjal di hatinya.

Perasaan gelisah menyusup pelan-pelan, seolah ada bagian dari dirinya yang hilang.

Salsa langsung mencari Lian, suaminya, sosok yang selalu ada di sampingnya di saat-saat sulit, terutama selama masa kehamilan ini. Namun, yang ada di ruangan itu bukanlah Lian.

Bukan pelukan hangat suaminya yang pertama kali ia rasakan. Yang ada di sana justru Wisnutama dan Widya, orang tuanya. Mereka berdiri di sisi tempat tidur, menatapnya dengan pandangan penuh kesedihan. Senyuman yang tadi sempat menghiasi wajah Salsa perlahan memudar.

Mana Lian?” tanya Salsa dengan suara parau, kaget dan bingung.

Kok bukan Lian yang di sini?”

Kedua orang tuanya saling bertukar pandang, seolah ada sesuatu yang mereka tahan untuk tidak diungkapkan.

Widya, ibunya, terlihat menahan air mata, sementara Wisnutama mengalihkan pandangannya ke jendela, seolah tak sanggup menjawab pertanyaan anaknya.

Salsa semakin resah. Hatinya terasa mencelos. Ada yang salah. Sangat salah.

Papa... mana Lian?” Suaranya mulai bergetar, nada ketakutan semakin terasa. Ia mencoba bangkit, tapi tubuhnya masih lemah.

Matanya terus mencari-cari, berharap Lian akan muncul dari balik pintu dengan senyum khasnya, menenangkannya seperti biasanya. Tapi pintu itu tetap diam, tidak bergerak.

Wisnutama akhirnya menghela napas panjang, mencoba menguatkan diri.

Salsa...” suaranya berat, seolah kata-kata yang hendak keluar terlalu sulit untuk diucapkan,

Lian... sudah nggak ada, Nak.”

Dunia Salsa runtuh seketika. Kalimat itu menghantamnya dengan keras, menghancurkan harapannya.

Apa? Nggak... nggak mungkin!” Air matanya langsung mengalir deras, perasaan tak percaya bercampur dengan kesedihan yang menusuk jiwanya.

Papa bohong, kan? Lian nggak mungkin ninggalin aku! Dia janji mau lihat Bacil, janji mau selalu di samping aku! Papa bohong!”

Ia mulai menangis histeris, tubuhnya bergetar hebat, sementara hatinya berteriak menolak kenyataan itu.

Simfoni Rasa Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang