Salsa sedang sibuk di dapur, mengaduk adonan pancake dengan penuh konsentrasi. Aroma wangi mentega yang mulai meleleh memenuhi udara.
Namun, pagi yang tenang itu langsung berubah heboh saat Malika yang baru saja bangun dari tidur muncul dengan rambut acak-acakan dan piyama bergambar unicorn.
"Mamaa! Malika lapaaaal!" serunya sambil menyeret selimut kesayangannya, matanya berbinar-binar menatap adonan di mangkuk.
"Iya, Sayang. Mama lagi masak. Tunggu sebentar ya nak," jawab Salsa sambil tersenyum, tangannya terus mengaduk adonan.
Tapi, tentu saja Malika tidak sabar. Dia langsung menarik kursi kecil dari ruang makan, menyeretnya ke samping Salsa. Setelah berhasil naik, dia mulai menunjuk-nunjuk ke arah adonan.
"Mamaaa, ini apa? Adonan? Malika bole cobaaa!" ujarnya dengan wajah penuh rasa ingin tahu.
Salsa hanya tertawa kecil, mencoba menahan tangannya yang kecil-kecil tapi lincah itu. "Nanti ya, Sayang. Tunggu pancake-nya matang dulu."
Tapi Malika tidak menyerah. Dengan liciknya, dia mengambil sedikit adonan dari mangkuk menggunakan jarinya, lalu menjilatinya.
"Mmmm, enaak!" katanya dengan pipi mengembang.
"Malikaa! Jangan makan adonan mentah! Nanti sakit perut!" Salsa pura-pura marah, meskipun sebenarnya dia menahan tawa.
Tentu saja Malika tidak menggubris. Dia malah mulai memanjat kursi lebih tinggi, mencoba melihat ke dalam wajan di atas kompor.
"Mau liat! Mau liat!" teriaknya antusias.
"Eh, jangan deket-deket kompor! Bahaya!" Salsa buru-buru mengangkat Malika turun dari kursi.
Tapi, bukannya menurut, Malika malah tertawa kecil sambil berkata, "Mama galak! Mama galak!"
Salsa menghela napas panjang sambil berlutut untuk menyamakan tinggi mereka. "Malika, kalau lagi bantu Mama masak, janji ya nggak usil?"
Malika mengangguk dengan senyum lebar. "Janji, Mama!"
Salsa sempat menoleh sebentar dan tersenyum. "Oke, tapi cuma bantu aduk ya, jangan pegang yang panas-panas. Bahaya."
Malika mengangguk dengan wajah serius, seolah benar-benar paham. Namun, siapa sangka, pikirannya sudah mulai berputar mencari cara untuk 'membantu' lebih banyak.
Ketika Salsa kembali sibuk di depan kompor, Malika melihat bumbu-bumbu dapur yang tertata rapi di rak kecil. Matanya tertuju pada botol kecil berisi micin.
"Hmm, ini kayaknya enak!" pikirnya polos. Dia mengambil sendok kecil, membuka tutup botol micin, dan menuangkannya ke dalam adonan pancake.
Ketika Salsa berbalik, dia melihat Malika tersenyum lebar sambil mengaduk-aduk adonan.
"Liat, Mama! Malika bantu!" serunya bangga.
Salsa mengernyit curiga. "Malika masukin apa ke adonan itu?"
"Rahasia!" jawab Malika sambil terkikik, mengangkat bahunya kecil.
Salsa langsung memicingkan mata, tapi memilih tidak mempermasalahkan. "Ya sudah, nanti kita coba ya," katanya, meskipun dalam hati sedikit khawatir.
Setelah beberapa menit, pancake pertama matang dan Salsa menyendoknya ke piring. Dengan percaya diri, dia mencicipinya.
Begitu pancake menyentuh lidahnya, Salsa langsung tersentak. Rasanya asin, seperti memakan segenggam micin!
"Malikaaa!" serunya kaget.
Malika yang sedang bermain tepung di meja, menoleh dengan wajah polos. "Iya, Mama?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Simfoni Rasa
FanfictionDi Jakarta, ada Salsa, seorang psikolog yang nggak cuma cantik, tapi juga pintar banget. Dia dari keluarga terpandang, jadi dari kecil udah dapet pendidikan yang oke punya. Setiap hari, Salsa kerja di rumah sakit, ngebantuin pasien-pasiennya yang pu...