Eza mengemudikan mobil hingga tiba di sebuah rumah yang terletak jauh dari keramaian kota. Rumah itu berdiri di atas sebidang tanah yang luas, dikelilingi oleh halaman yang sangat besar dan sepi. Suasana malam itu terasa sunyi, dengan hanya gemericik angin yang terdengar.
Dia berhenti di depan rumah, kemudian keluar dari mobil dan membuka pintu belakang tempat Kiska berada. Kiska, yang kelelahan setelah perjalanan panjang, tertidur di kursi belakang mobil. Wajahnya yang bersih, kini terlihat pucat dengan bekas air mata yang masih terlihat di pipinya.
Dengan hati-hati, Eza mengangkat Kiska keluar dari mobil dan membawanya masuk ke dalam rumah. Langkah-langkahnya hati-hati, karena dia ingin memastikan Kiska tidak terjaga atau mengalami ketidaknyamanan tambahan.
Setelah memasuki rumah, Eza membawa Kiska menuju sebuah kamar kosong di bagian belakang rumah. Kamar itu sederhana dan tidak ada perabotan di dalamnya—hanya dinding putih dan lantai kayu yang dingin.
Eza meletakkan Kiska di lantai dengan lembut, memastikan dia tidak terbangun dari tidurnya yang lelap. Dengan hati-hati,kemudian ia membuka seluruh baju kiska hingga kiska telanjang tanpa sehelai benangpun dibadannya, dia juga membuka ikatan di mata Kiska dan melepaskan lakban yang menutup mulutnya, menggantinya dengan rantai borgol pada kedua tangannya. Eza kemudian keluar dari kamar untuk membuang barang-barang yang tidak diperlukan.
Sementara Eza berada di luar, Kiska mulai terbangun dari tidurnya. Saat ia membuka mata, ia merasakan dingin dan kesakitan dari rantai yang membelenggunya. Ketika melihat sekeliling kamar yang kosong, ketakutan mulai menghampirinya.
Eza kembali ke kamar setelah beberapa saat, dan melihat Kiska yang sudah sadar. Kiska merapatkan dirinya ke pojokan kamar, wajahnya menunjukkan ketakutan dan kebingungan yang mendalam. Bekas tangisan masih tampak jelas di pipinya, Eza merasa sedikit puas dengan reaksinya.
"Mas Eza, udah gila!" teriak Kiska, suara gemetar. "Mas Eza sadar nggak apa yang Mas Eza lakuin ke aku? Ini udah hal gila, hah?"
Eza tersenyum sinis, tatapannya dingin dan tidak menunjukkan empati. "Kamu yang membuat aku gila, Kis. Awalnya aku nggak mau ngasih hukuman ke kamu. Tapi kayaknya kamu sendiri yang minta."
Kiska menatap Eza dengan penuh kepedihan. "Maksud Mas Eza apa? Aku nggak minta ini semua!"
Eza mendekat, masih dengan senyum sinis. "Kamu tahu, awalnya aku cuma ingin memahami kenapa kamu terus-terusan membuat masalah. Aku nggak berniat ngasih hukuman. Tapi kamu terus memaksa, terus membuatku harus berurusan dengan kekacauan yang kamu ciptakan."
Kiska merasa putus asa, matanya berkaca-kaca. "Mas Eza, ini nggak adil. Aku nggak pernah berniat nyusahin Mas Eza."
Eza menggelengkan kepala, tatapannya tajam. "Sini, Mas kasih tahu kamu seberapa gilanya aku dibuat oleh tindakanmu. Kadang, untuk memahami sesuatu, kita harus merasakannya sendiri."
Eza mengambil sebuah kain hitam dari dalam tasnya dan dengan cepat menutup mata Kiska, mengikatnya dengan erat. Kemudian, dia melanjutkan dengan mengikat tangan Kiska di belakang punggungnya menggunakan tali yang kuat, dan tidak ketinggalan mengikat kedua kakinya juga, memastikan Kiska tidak bisa bergerak dengan leluasa.
Dengan tatapan yang penuh kekuasaan, Eza berkata dengan suara dingin, "Selamat menerima hukuman, sayang." Setelah itu, Eza mengecup kening Kiska dengan lembut namun penuh makna, kemudian memasangkan earphone ke telinga Kiska. Suara yang berasal dari earphone hanya menambah ketidaknyamanan, karena Kiska tidak bisa mendengar apa pun di luar dan hanya dikelilingi oleh kebisingan yang tidak jelas.
Kiska meronta-ronta dalam kegelapan dan kebisingan, ketakutan semakin melanda dirinya. "Mas, aku mohon, lepasin aku," teriaknya dengan suara gemetar, namun teriakan itu hanya tenggelam dalam kebisingan earphone. "Mas Eza, mas lepasin aku!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Poignantly
RomanceAku lari dengan sekuat tenagaku mencapai gerbang depan sekolahk. Terlihat mobil BMW warna hitam terpakir disebrang jalan, dengan buru buru aku menyebrang jalan dan masuk ke mobil. "Kamu telat 2 menit sayang" Aku memandangnya dengan pandangan memelas...