8.

17.7K 348 4
                                    

Hari ini aku, Ayah, dan laki laki brengsek itu alias Mas Eza mengantar Mbak Wulan ke bandara. Sesuai keinginan Mbak Wulan dia akan berangkat ke Jerman hari ini. Rasanya tidak nyaman berada dimobil bersamanya apalagi Mas Eza mengobrol dengan Ayahku.

Mengesalkan. Kalo saja Ayah tau kelakuan asli Mas Eza jangankan untuk mengobrol ,jarak 1 km saja Mas Eza sudah diusir oleh Ayah.

Kami sudah sampai di Bandara. Kami mengantar Mbak Wulan kedalam. Mbak Wulan dengan dramanya sudah menangis tersedu sedu. Ya aku tau pasti sedih rasanya meninggalkan keluarganya.

"Ayah jaga kesehatan. Jangan makan makanan berlemak kolesterol Ayah nanti naik. Jangan kerja terus Ayah butuh istirahat juga. Ayah ga usah terlalu mikirin Wulan disana. Wulan pasti bisa Yah".

Ayah hanya mengangguk. Aku tau Ayah juga sedih. Tapi itulah Ayah lebih banyak memendam perasaan yang dialaminya.

Mbak Wulan menengok kearahku dan memelukku. Aku balas memeluknya dengan erat.

"Kiska jaga diri ya. Ayah diingetin terus. Jangan bandel dengerin kata Ayah".

Salahkan Mbak Wulan aku jadi tertular meneteskan air mata.

"Za titip Ayah sama Kiska ya".

Mas Eza mengisyaratkan setuju dengan tangannya. Aku memandangnya sinis. Mbak Wulan berjalan meninggalkan kami. Dia tidak kembali untuk menengok ya karena aku tahu itu pasti sulit untuknya.

Mbak Wulan sudah menghilang dari pandanganku."Ayo pulang". Ajak Ayahku. Kami berjalan menuju mobil.

Didalam mobil aku lebih banyak diam sedangakan Mas Eza dan Ayah mengobrol tentang dunia medis. Walaupun Mbak Wulan dan Ayah sama sama berkecimpung di dunia medis tapi aku tidak berminat. Aku lebih berminat menjadi guru di sekolah dasar. Rasanya pasti menyenangkan. Dikelilingi banyak anak anak.

Aku memperhatikan jalan. Ini bukan jalan pulang."Kita mau kemana Yah".

"Ayah ada pangilan buat operasi pasien. Kamu pulang sama Eza aja".

Aku menghela nafas. Lagi lagi si brengsek itu mendapatkan kesempatan. Ya walaupun terakhir kali kami melakukannya saat diapartemen Mas Eza karena kejadian lingere sialan itu. Mas Eza sedang sibuk dengan kuliahnya satu minggu kemarin.

Sedangkan Arum aku sedang marah dengannya. Aku tau Arum hanya bercanda tapi bercandanya itu tidak lucu. Situasiku sekarang berbeda. Mungkin aku lebih marah pada diriku sendiri karena menikmati permainan Mas Eza. Buang jauh jauh bayangan itu Kiska.

"Pindah kedepan".

Aku menoleh ternyata sudah sampai didepan rumah sakit dimana Ayah bekerja dan Ayah juga sudah turun."Buruan aku bukan sopirmu".

Aku mendengus kesal. Selalu otoriter. Memang dia raja apa dan aku adalah budaknya. Bukannya memang begitu hanya saja dalam konteks yang berbeda.

Aku pindah duduk didepan. Aku lebih banyak diam. Mas Eza meninggalkan pelataran rumah sakit tapi ini bukan jalan ke rumah."Mas Eza kata Ayah suruh pulang". Mas Eza memandangku dengan tajam.

"Mas laper".

Ya terus hubungannya sama aku apa. Yang kumau hanya pulang lalu tidur tapi tidak mungkin jika laki laki disampingku ini berada dirumah juga. Jadi pilihan terbaiknya adalah mengikuti Mas Eza makan lagipula perutku juga sepertinya sudah minta diisi.

Kami makan cafetaria mall. Aku memesan ayam bakar dan macha drink sedangkan Mas Eza memilih kwetiau dan lemom tea.

Aku sibuk dengan HPku. Aku tau Mas Eza dari tadi menatapku. Tatapan intensnya membuatku tak fokus.  Aku mendongak menatap Mas Eza.

PoignantlyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang