7.

19.3K 376 5
                                    

"Maksudmu apa sih, Kis?" bentak Mbak Wulan. "Mbak Kiska bisa jelasin semua ini," lanjutnya, nada suaranya meninggi. Dengan gerakan cepat, Mbak Wulan merebut ponsel Mas Eza. "Ngejelasin apa, Kis? Percuma kamu enggak tahu sakit hatinya Mbak Kis."

Kiska membalas tatapan Mas Eza dengan penuh kebencian. Senyum miring terukir di wajah pria itu, sorot matanya menyiratkan kepuasan sadis. "Mbak itu bukan mau Kiska Mbak, Mas Eza yang maksa Kiska," ucap Mas Eza dengan nada meremehkan, suaranya terdengar dingin menusuk tulang.

"Kis, kamu ngomong apa sih kok ngelindur?" tanya Mbak Wulan, suaranya sedikit meninggi. Ia menunjuk ke arah layar ponsel, di mana video berita tentang idola Korea kesayangannya, DO Kyungsoo, sedang berlayar. "Ini loh, pacar Korea Mbak mau wamil. Mbak sedih banget." Air matanya berkaca-kaca. Dengan langkah gontai, Mbak Wulan beranjak dari sofa, menuju kamarnya. "Udahlah, aku mau ke kamar, mau ngegalau ria," gumamnya lirih. Meninggalkan Kiska dan Mas Eza terdiam di ruang tamu.

Setelah Mbak Wulan pergi, tawa sumbang Mas Eza memecah keheningan. Kiska mendengus kesal, matanya menyipit tajam. Rasa malu menjalar ke seluruh tubuhnya. Dengan langkah gontai, ia melarikan diri ke kamarnya. Ia ambruk di atas ranjang, pikirannya kacau balau. Ternyata, ia telah salah sangka yang sangat besar. Untung saja tadi ia tidak keceplosan. Jika iya, pasti Mas Eza akan semakin puas mempermalahkannya. Belum sempat ia menenangkan diri, pintu kamarnya sudah terbuka. Mas Eza masuk dengan senyum sinis, wajahnya memancarkan kepuasan yang menjijikkan.

Dia menutupnya."Kis kenapa kamu ga bilang mau beli barang yang bisa nyenengi Mas sih. Kan Mas bisa anter dan Mas bisa milih warna kesukaan Mas buat kamu". Aku menatap Mas Eza."Maksud Mas apa?".

Mas Eza melemparkan paperbag pemberian Arum. Aku membukanya dan mengeluarkan isinya. Arum brengsek, kenapa dia memberiku ini. Sebuah lingere berwarna merah darah yang transparan. Aku buru buru memasukannya kembali kepaperbag.

Mas Eza tersenyum lalu mendekat ke arahku. "Kayaknya kita punya waktu buat tau lingere itu cocok ga ditubuh kamu Kis". Aku menatap Mas Eza dengan sorot benci.

"Kiska ga mau dikendaliin sama Mas Eza. Kiska tau Mas Eza ga mungkin tega buat memperlihatkan video itu ke Mbak Wulan ataupun Ayah. Mas Eza cuma mau ngacem Kiska ajakan".
Mas Eza malah tetawa tapi rautnya kembali datar.  Ia meraih daguku agar menatap matanya.

"Kiska Kiska kenapa Mas harus ga tega? Selama Mas bisa miliki kamu dengan cara itu, why not? Kalo kamu tadi datang telat sedikit aja mungkin Mbakmu udah liat video kita Kis". Aku memalingkan muka." Kiska ga percaya".

Mas Eza menyodorkan HPnya kepadaku. Ia memperlihatkan video yang tadi Mbak Wulan lihat. Aku menunggu sampai video itu habis lalu berganti dengan video lainnya. Itu adalah video kami. Aku mencengkram erat HP Mas  Eza.

"Psyco".

"Hahaha terserah kamu Kis mau ngatain Mas gimana. Mas ga peduli. Jadi kamu jangan main main sama Mas ya sayang. Mas bukan orang baik". Mas Eza mengecup pipiku. Air mataku rasanya ingin kembali jatuh tapi kutahan sekuat tenaga. Aku tidak akan membiarkan Mas Eza merasa menang atas diriku.

"Sekarang kamu ke mobil bawa juga lingere itu. Kita ke apartemen Mas. Mas rasanya pengen cepet cepet berada di milikmu yang ketat itu Kis".
Mas Eza mengucapkan dengan senyum smirknya.

Aku berjalan menuju mobilnya. Ditangga terakhir aku bertemu dengan Ayah."Mau kemana Kis?".

"Kisskaa anuu yah"

"Kiska mau ke rumah Arum om. Sekalian aja bareng aku".

"Loh tadi bukan sama Arum to".

Aku bingung tapi melihat Mas Eza segera aku menggeleng untuk menjawab Ayah.

PoignantlyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang