"Chapter 41"

399 40 2
                                    

Hujan yang turun sangat deras serta diiringi dengan suara gemuruh yang menggelegar terdengar dimana mana.

Saat ini Devi dan Afan sedang berada di rumah Devi, tepat nya di ruang keluarga. Sedari tadi Afan ditinggal sendiri di sofa depan TV, karena Devi sedang membuat kan teh hangat untuk mereka berdua. Sebenarnya bisa saja Devi meminta tolong kepada art nya, tetapi ia bersikeras untuk membuat nya sendiri.

Suara gemuruh kembali terdengar sehingga membuat lampu rumah rumah padam.

Prang!....

"Argh.... Afan!!!" Teriak Devi

Afan yang panik akan teriakan Devi serta suara nampan berisi gelas teh itu terjatuh, dengan refleks Afan melempar handphone nya ke sembarang arah. Dengan segera Afan mencari handphone nya itu, ia teringat akan trauma nya Devi.

"Arghhh...." Teriak Devi sambil menjambak rambutnya ketika trauma nya muncul kembali

"Nah, ketemu" monolog Afan
Afan segera menghidupkan senter yang ada di handphone nya, lalu segera mencari keberadaan Devi.

"Arghh.... A-afan... T-tolong...."

"J-jangan...." Teriak Devi kembali disertai dengan isakan tangisan Devi.

Grep!

Afan memeluk tubuh Devi ketika ia sudah berhasil menemukan keberadaan Devi.

"Sst..., nggk usah takut, ada aku disini" ucap Afan sambil menenangkan Devi di dalam pelukan nya

Suara isakan tangis masih terdengar jelas di telinga Afan .

"Sst..."

"A-fan a-ku t-ta-kut" ucap nya

"Tenang... Ada aku disini... Tenang ya" ucap Afan sambil mengelus punggung Devi

Tak lama kemudian, bi Siti datang sambil membawa senter.

"Ada apa non, den?" Tanya bi Siti panik

"Astaghfirullah, kenapa ini bisa pecah den?" sambung nya.

"Devi kaget tadi bi ketika lampu nya padam, jadi nampan itu jatuh" ucap Afan

"Tapi non Devi tidak apa-apa kan den?" Tanya bi Siti lagi

"Tidak, tidak apa-apa" alibi Afan, Afan berusaha untuk menutupi ke-trauma-an Devi di depan bi Siti agar bi Siti tidak panik.

"Ya udah kalau begitu den, biar bibi yang beresin, Aden bawa non Devi ke kamar nya saja"

"Baik Bi, tolong ya bi, maaf ngerepotin"

"Tidak apa-apa, ini juga sudah tugas bibi"

Afan menggendong Devi menuju ke kamar nya, dengan pencahayaan dari senter handphone nya. Devi yang sedari tadi tidak melepaskan pelukan itu dan isakan tangisan juga masih terdengar jelas.

•••••

"Haduh mas.... Ini kenapa mati lampu sih?" Ucap Lesi kepada sang suami yang sedang berada di kantor suami nya.

"Tenang sayang, sebentar lagi pasti akan hidup lagi lampu nya" ucap David

"Kira-kira anak kita nggk kenapa kenapa kan ya?"

"Kamu ini jangan mikir yang aneh aneh dong sayang, insyaallah anak anak kita aman kok"

"Kalau Nabila sudah pasti aman karna dia di rumah, Devi lho pah, dia lagi di cafe atau dimana?, mamah khawatir sama dia"

"Sudah lah, Devi kan sedang bersama dengan Afan, kamu berdoa saja dan berpikir yang positif jangan berpikir negatif"

"Iya"

Jujur saya walaupun David berbicara seperti itu, tetapi tidak bisa dipungkiri bahwa dirinya juga sedang khawatir oleh anak nya yang pertama.

•••••

Setelah sampai di kamar Devi.

"Ternyata kamar Devi lampu nya masih nyala" gumam Afan

"Sayang.... Kita udah sampai di kamar kamu"

"Kamar kamu nggk gelap kok, kamar kamu lampu nya nyala"

Percuma saja Afan berbicara seperti itu, karna Devi saja sudah terlelap dalam tidurnya. Apakah itu efek dari trauma nya? Atau memang Devi yang sudah tertidur akibat lelah?

"Lah... Tidur ternyata dia"

"Eh... dia tidur atau pingsan ya?" gumam Afan kembali

Afan pun berjalan ke arah kasur Devi. Dan kemudian membaringkan Devi di kasur itu. Afan tak ambil pusing, ia memilih positif thinking saja. Saat Afan ingin beranjak dari kasur tangan nya di tarik oleh Devi.

"Mau kemana?" Tanya Devi sambil mengucek mata

"Nggk kemana mana" jawab Afan

"Kamu tidur ya"

"Hmm"

"Ya udah tidur lagi sana, aku temenin kok"

"Bener ya"

"Iya sayang"

Akhirnya nya Devi pun kembali terlelap.

•••••

"Kamu beneran mau putus?" Tanya seorang lelaki berusia sekitar 18 tahun.

"I-iya, m-maaf" ucap seorang wanita yang berusia sekitar 17 tahun.

"Kenapa?"

"Aku mau dijodohin"

"Terus?, kamu terima?"

"Iya, aku juga terpaksa untuk menerima itu, karna ayah aku merasa berhutang Budi kepada ayah dari laki laki yang akan dijodohkan dengan ku"

"Aku minta maaf"

"Baiklah jika itu yang terbaik, aku ikhlas, aku ikhlas kau menikah dengan orang lain, dan...." Lelaki itu menggantung ucapan nya sejenak, mengambil nafas panjang sebelum melanjutkan perkataannya.

"Hubungan kita sampai disini, terimakasih telah mengisi hari hariku, terimakasih telah menjadikan hidupku lebih berwarna, terimakasih, dan... Maaf, maaf karna aku belum bisa memberikan yang terbaik untuk mu, maaf" lelaki itu kembali mengambil nafas panjang.

"Kita... Putus"

****

*Bersambung....*
*Dikit dikit dulu ya*

Jangan lupa vote

Support terus Devi Afan
~Dfl~
~Sfl~
~Sa~

Note: maaf lama up nya, btw jangan lupa vote gratis tidak dipungut biaya.

LOVE DEFANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang