12 (si bucin anak)

329 37 0
                                    

Hari libur istilah yang amat asing bagi diri Ano. Sebab dulu, ia sering bekerja tanpa mengenal kata libur. Dirinya, akan terus bekerja hingga mendapatkan uang. Tidak peduli telah malam ataupun dini hari sekalipun.

Ketika ia tinggal bersama Theo semuanya berubah total. Ia akan bangun tidur hanya untuk sekolah, bermain atau salat saja. Selebihnya ia bebas tidur sepuasnya. Bahkan, Theo membebaskan Ano membeli apapun asal bermanfaat.

Seperti sekarang ia tengah berada di toko mainan. Padahal Ano berkata menginginkan mainan. Dengan cepat Theo mengantarkan ia ke toko mainan terdekat.

Theo berulangkali menyodorkan berbagai mainan, kepadanya ditolak dengan halus oleh Ano. Mata Ano tertuju kepada sebuah boneka berbentuk pinguin.

Jujur ia sedikit ragu untuk meminta izin. "Kamu menginginkan boneka sayang?" tanya Theo kepada Ano berdiri di depan sang anak.

"Iya ayah," jawab Ano.

"Ambil saja," ujar Theo.

"Kata temanku bahwa boneka itu untuk perempuan," sahut Ano polos.

"Boneka boleh dimainkan oleh laki-laki juga kok. Lagipula anak ayah ini tetap pria, walaupun memiliki boneka," jawab Theo.

"Memang tidak masalah ayah?" tanya Ano kepada Theo.

"Ayah waktu seumuran kamu mengoleksi boneka beruang kok," jawab Theo kepada Ano.

"Yeah makasih ayah!" pekik Ano senang.

Dengan langkah kecilnya Ano berlari mengambil boneka yang ia inginkan. Theo tersenyum melihat wajah bahagia anaknya. Tak lama Ano memberikan salah satu boneka kepada sang ayah.

"Kenapa diberikan kepada ayah?" tanya Theo.

"Biar boneka kita sama," jawab Ano polos.

"Manis sekali anak ayah ini," ujar Theo.

Ano tertawa mendengar ucapan ayahnya. Salah satu pengunjung wanita sedikit berbisik melihat Ano memegang boneka.

"Tante berisik! Ayah saja tidak masalah!" kesal Ano.

Ano menutup mulutnya. Ia langsung memeluk tubuh ayahnya sangat erat. "Tidak apa-apa nak. Kamu tidak salah kok," ujar Theo membenarkan tindakan anaknya.

"Ajarkan adikmu tentang tata krama mas!" tegur sang ibu yang diteriaki oleh Ano barusan.

"Dia putraku. Ia hanya menginginkan sebuah boneka saja kok. Mungkin ia sedikit kesal jadi bersikap seperti itu," ujar Theo.

Ano menatap sang ibu. "Maaf ya tante. Aku tidak bermaksud begitu," ujar Ano meminta maaf.

"Cih seperti banci saja menyukai boneka," sarkas sang ibu.

Ia berlalu begitu saja. Ano menatap ayahnya seolah meminta penjelasan tentang ucapan sang ibu. Theo diam sedikit bingung menjelaskan.

"Banci itu laki-laki, tapi berpenampilan seperti perempuan," ujar Theo.

"Berarti ucapan ibu itu benar dong bahwa Ano seperti banci," sedih Ano.

"Memiliki sebuah boneka tidak masalah kok. Ayah sejak kecil saja dibiarkan memainkan permainan perempuan kok. Buktinya sekarang ayah masih seorang pria," ujar Theo menjelaskan.

"Terus maksudnya berpenampilan seperti perempuan apa?" bingung Ano tidak paham.

"Jadi pria yang berdandan seperti perempuan. Seperti memakai make up layaknya perempuan begitu," ujar Theo menjelaskan.

"Oh gitu," sahut Ano mengerti.

Ano tipikal anak yang memiliki rasa penasaran sangat besar. Jadi Theo, perlu menjelaskan menggunakan bahasa yang dimengerti oleh Ano.

Ayah Untuk AnoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang