Sebagai seorang anak kecil tingkat kepekaan Ano cukup tinggi. Selama seminggu ini, ia merasa bahwa ada seseorang mengawasi dirinya. Makanya, Ano lebih dulu menemukan sosok Theo dibandingkan pria dewasa itu.
Seorang pria berpakaian serba hitam memantau dari kejauhan membuat Ano paham. Menurut nasihat ayahnya, apabila ada orang asing mengawasi maka saat berada di luar rumah, ia perlu berlari kearah keramaian.
Ano tadi pamit akan beli es krim sebentar di depan rumah. Berakhir mengejar sang tukang es krim cukup jauh dari rumah.
Baru saja Ano akan berlari tangan kecilnya dipegang. Dengan refleks Ano menggigit tangan sang pria dewasa. Dengan cepat Ano berlari agar tidak tertangkap orang tersebut.
Sayangnya, akibat tidak memperhatikan jalan Ano terjatuh. Sang pria berpakaian serba hitam mendekati Ano.
Tubuh kecil Ano diangkat, namun Ano menendang dengan brutal wajah sang pria. Tapi sang pria sedikit menatap aneh wajah Ano.
Ketika sebuah tangan akan membungkam mulut Ano ditahan oleh seseorang. Dengan cekatan pria itu mengambil alih tubuh Ano dari pria tersebut.
Ano memeluk leher sang penyelamat yang merupakan sosok sang ayah Theo. "Untuk apa mendekati putraku?" tanya Theo.
"Ucapanmu aneh. Aku ayah kandung anak kecil tersebut," jawab sang pria.
Ano kebingungan mendengar jawaban pria asing tersebut. "Ayahku cuma satu. Aku tidak kenal kamu," sahut Ano.
Ano diajarkan Theo agar tidak sembarangan memberitahu identitasnya. Jadi ia sebisa mungkin menjaga jarak dari orang asing.
"Kau hebat mencuci otak putraku," ujar sang pria dengan wajah sinis.
"Aku tidak mungkin melakukan perbuatan seperti itu," sahut Theo.
"Ayah dia siapa sih?" tanya Ano.
"Entahlah. Ayah tidak kenal," jawab Theo.
"Hay nak. Aku ayahmu yang sebenarnya," ujar sang pria.
Ano tidak berani melihat wajah sang pria asing. Anak kecil itu tetap saja memeluk erat leher Theo.
Ano berbisik ke telinga Theo. "Kami pamit Tuan. Kita akan bertemu di pengadilan," ujar Theo.
Sang pria akan mengejar Theo dihalangi beberapa orang bertubuh besar. Sang anak kecil memperhatikan dengan pipi yang menempel di pundak ayahnya.
Mereka berdua kembali ke rumah dengan mobil. Jujur Theo sangat khawatir tentang keselamatan sang putra. Jadi saat Ano tidak terlihat di sekitaran rumah, dirinya sedikit memarahi anak buahnya.
Di kursi penumpang Ano menepuk beberapa kali wajah ayahnya. Anak itu seolah paham bahwa Theo tengah emosi.
"Ayah tidak boleh marah. Nanti cepat tua lho. Ano tidak mau itu," ujar Ano polos.
Theo tersenyum kearah sang putra. "Ayah tidak marah kok sayang," ujar Theo.
Ano menguap dia juga menutup mulutnya sendiri. Kedua mata Ano nampak sangat mengantuk. "Ano bobo dulu," ujar Ano.
Theo mengelus punggung sang putra agar nyenyak tertidur. Dengan sedikit tendangan Theo memperingati Vian. "Kau awasi lebih ketat putraku. Jangan sampai Ano jatuh ke tangan kedua orangtuanya," ujar Theo.
"Tindakanmu sedikit jahat Theo," ujar Vian.
"Lebih kejam mereka. Ibu kandung Ano tega melakukan hal tersebut kepada anaknya sendiri. Begitupula, ayahnya yang mengawasi saja dari kejauhan, tanpa ada niatan menolongnya," desis Theo.
"Mereka begitu dikarenakan kesalahan di masa muda," ujar Vian.
"Makanya, apabila melakukan hal tersebut perlu pakai pengaman. Bukan main terobos saja. Giliran hamil anaknya ditelantarkan," sindir Theo.
"Kurasa kau akan tetap bisa mengganggap Ano putramu," ujar Vian.
"Pengadilan telah memberi keputusan?" tanya Theo penasaran.
"Pihak pengadilan berkata kau akan tetap berkuasa atas Ano. Menurut catatan medisnya Ano, membuktikan bahwa Ano lebih pantas tinggal bersama dirimu, dibandingkan kedua orangtuanya," ujar Vian.
"Syukurlah. Aku akan menaikkan gajimu bulan ini. Dikarenakan kerjamu bagus," ujar Theo.
"100 juta ya bos," rayu Vian.
"Iya," jawab Theo.
"Gitu dong. Baik sekali jadi bos," ujar Vian.
"Hm," gumam Theo.
"Ano bukan anak haram kok. Sekarang Ano anak ayah Theo," racau Ano.
"Anak sekecil Ano pasti mengerti, siapa yang memberinya kasih sayang sangat tulus. Saat dewasa pun, pasti dirinya bisa memutuskan tentang jalan hidupnya," ujar Vian.
Theo membisikkan sesuatu ke telinga anaknya. "Selamanya Garvin Reviano Marvin adalah putra ayah satu-satunya," bisik Theo.
Setelah itu Ano kembali tenang dalam tidur. Anak kecil seolah tahu bahwa sekarang telah aman.
Beberapa hari kemudian Ano tengah berada di dapur. Ia berniat akan mengambil sesuatu yaitu susu. Dengan kesulitan ia mengambilnya. Mata Ano melirik kearah sekitar. Melihat benda menarik tangan kecil Ano mengambilnya. Sedikit membuka toples Ano memasukkan tangan kirinya ke dalam toples tersebut.
Tangan kiri Ano berlumuran sesuatu berwarna putih. Toples yang ia ambil merupakan tepung terigu. Merasa hal seru dengan santai Ano menumpahkan tepung di lantai. Ia bermain dengan riang bersama tepung bahkan diterbangkan ke arah langit.
"Eh Astagfirullah!" kaget Theo.
Duda itu sedikit kaget saat ke dapur. Lantai dapur berantakan akibat tepung terigu berserakan dimana-mana. Mana sang putra telah berlumuran tepung di seluruh badannya. Lihat bagaimana keadaan sekitar yang nampak kacau balau ulah anaknya.
"Sayang! Bersihkan ulahmu ya," ujar Theo kepada putranya.
"Okey!" pekik Ano.
Theo berusaha mendidik Ano untuk bertanggung jawab, tentang hal sekecil apapun kepada Ano. Ia berharap, anaknya tidak lari dari tanggung jawabnya.
Kaki kecil Ano berlari menuju kearah belakang. Dengan sedikit berantakan Ano berusaha membersihkan kekacauan yang ia buat. Saat seorang pelayan akan membantu dihentikan oleh Theo.
Dia membiarkan Ano membersihkan saja. Dirasa selesai Ano berlari, dan langsung memeluk kaki Theo sangat erat.
"Sudah bersih ayah!" pekik Ano.
"Pintar anak ayah. Ayo kita mandi!" ajak Theo.
"Okey!" pekik Ano.
Theo mengangkat putranya untuk mandi. Lirikan mata terhadap seorang pelayan disana, dimengerti oleh mereka.
Setelah mandi busa mereka berdua kembali ke kamar masing-masing. Theo memperhatikan saja anaknya memakai baju sendiri.
Theo sedikit memperhatikan wajah Ano. Memang benar, bahwa semakin lama wajah Ano sangat mirip seperti dirinya saat kecil dulu.
Padahal saat awal bertemu tidak seperti itu. "Ayah melihatmu seperti mengingat masa kecil ayah," ujar Theo.
"Ayah bohong ya tentang boneka waktu itu?" tanya Ano.
"Ayah suka boneka. Cuma berakhir ditampar oleh ayahku sendiri," jawab Theo.
Dengan sedikit kesulitan Ano naik keatas kasur. Tangan kecil Ano menyentuh pipi Theo dengan pelan. "Ayah jangan sedih. Ano disini bersama ayah. Orang asing itu tidak aku kenal, jadi dia tidak mungkin ayahku. Karena yang aku tahu bahwa ayah Ano adalah Theodoro Marvin," ujar Ano.
Tubuh kecil Ano dipeluk sangat erat oleh Theo. Tidak salah Theo mengangkat Ano sebagai putranya. Ano memang anak yang sangat baik hati. Sayang kedua orangtuanya sangat bodoh.
Jangan lupa tinggalkan vote, komentar dan kritikan agar penulis semakin bersemangat menulis
Sampai jumpa
Selasa 17 September 2024
KAMU SEDANG MEMBACA
Ayah Untuk Ano
General FictionNot BL/Only Brothership. Ini hanya kisah ayah dan anak saja tidak lebih. Sejak dia bayi hingga berusia sepuluh tahun. Tidak ada sosok kedua orangtua mendampingi hidupnya. Seringkali dia dihina anak haram. Suatu hari seorang pria memberi dia sebuah a...