7 (jiwa penasaran)

828 72 25
                                    

Tak terasa jahitan bekas sunat Ano telah kering. Sang ayah bergegas pergi dari rumah setelah menidurkan sang anak.

Ia akan kembali ke kantor hari ini. Semua dokumen belum ditanda tangan olehnya. Beberapa jam setelah kepergian Theo. Perlahan mata Ano terbuka. Ia menoleh ke kanan dan ke kiri.

Dirasa tidak ada keberadaan sang ayah. Ano turun dari kasur untuk mencari keberadaan ayahnya. Tujuan utama dia adalah dapur. Tidak ada jadi ia mencari di kamar sang ayah.

Dengan sedikit kesulitan Ano membuka pintu kamar sang ayah. Hal pertama yang ia lihat adalah kamar bernuansa serba hitam. Bahkan terkesan menyeramkan bagi Ano.

"Ayah dimana ya?" monolog Ano.

Langkah kaki kecil Ano mulai menelusuri setiap sudut kamar Theo. Ternyata ayahnya tidak ada dimanapun.

"Ayah!" panggil Ano.

Liquid bening Ano turun. Ia takut sang ayah pergi meninggalkan dirinya. Dirinya tidak mau kehilangan sang ayah sama sekali.

"Ayah!" tangis Ano.

Tangisan Ano semakin kencang. Anak itu seolah merasa bahwa ayahnya benar-benar pergi. Suara dobrakan pintu membuat Ano sedikit kaget.

"Anak ayah bangun ternyata," ujar Theo.

Penampilan Theo cukup berantakan. Keringat membajiri dahinya, kemeja kantor yang sangat kusut, bahkan nafas Theo sedikit terengah-engah. Ia kembali ke rumah disebabkan melihat rekaman cctv rumah. Jadi dengan kecepatan penuh menuju rumah untuk menemui sang anak.

"Ayah!" tangis Ano.

Ano merentangkan tangan minta digendong. Dengan cekatan Theo menggendong sang anak. Tangisan Ano masih terdengar jelas di pundak Theo.

"Sst ayah disini sayang," ujar Theo menenangkan Ano.

"Ayah kemana?"

"Ano cari ayah gak ada."

"Ano pikir ayah pergi."

"Ano udah sayang banget sama ayah."

"Ano gak mau kehilangan ayah."

Ano sesegukan ia menatap wajah sang ayah. "Ayah! Ano tidak mau jauh dari ayah!" tangis Ano.

Ia kembali menangis sangat kencang. Mungkin ini kali pertama bagi Ano tidak menemukan Theo di rumah saat dirinya bangun tidur. Biasanya Theo akan tidur di sebelah Ano ketika ia bangun tidur.

Jadi Ano sedikit panik saat Theo tidak ada di rumah. "Ayah!" tangis Ano.

Theo menepuk punggung Ano beberapa kali. Ia rasa akan membawa Ano ke kantor untuk ke depannya. Sang anak cukup sensitif tentang kehilangan.

Ano tumbuh tanpa dapat kasih sayang siapapun. Jadi saat ada seseorang memberikan kasih sayang, sisi manja Ano muncul begitu saja.

"Ano ke kantor ayah saja!" ajak Theo.

"Ayah punya kantor sendiri?" tanya Ano.

Theo menghapus air mata, dan ingus sang anak menggunakan jempol tangannya. "Punya dong. Di masa depan Ano akan menjadi pemimpin disana," jawab Theo.

"Keren!" pekik Ano.

Theo terkekeh geli. Anaknya ini memang sangat menggemaskan sekali. Theo mencium kening sang anak.

"Ano ganti baju ya," ujar Theo.

Anggukan dari sang anak saja yang ia dapatkan. Ia langsung menuju ke kamar Ano untuk mengganti baju anaknya.

Tak lama mereka berdua telah siap untuk pergi ke kantor. Seorang pelayan menunduk ke hadapan Theo.

"Lain kali. Awasi putraku lebih baik!" tegas Theo.

Ayah Untuk AnoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang