Kehidupan keseharian Ano berjalan seperti biasa. Yaitu setelah pulang sekolah dia mencari uang demi perut dia. Walaupun dirinya bahkan jarang diberikan makan dengan alasan bahwa dia tidak pantas mendapatkan itu.
Di kejauhan ada sosok pria dewasa tengah mengawasi gerak-gerik Ano sejak seminggu belakangan ini. Pria itu Theo. Sejak pertemuan pertama kali dengan Ano dia merasa sangat nyaman berada dekat dengan sosok anak kecil tersebut.
Hari ini dia berencana akan membawa Ano ke rumahnya apapun yang terjadi. Dia menahan amarah sejak semalam ketika mendapatkan informasi dari bawahannya.
Awalnya dia hanya mau berteman akrab dengan Ano saja. Namun seiring berjalan waktu ada sisi lain yang mendorong dia untuk mengetahui latar belakang Ano.
Sosok anak kecil yang dia pantau sejak tadi tiba-tiba tidak ada. Theo mencari ke segala penjuru hasilnya nihil. Sebuah tarikan di celana membuat dia melirik kearah bawah.
Anak kecil yang mendapatkan perhatian dia sejak seminggu lalu ternyata berada di dekat dia. "Om kok disini?" tanya Ano.
Theo berjongkok di depan Ano bahkan langsung memeluk tubuh Ano. "Om kangen sama Ano," jawab Theo.
"Kata kakak panti Ano tidak boleh dipeluk," ujar Ano mendorong tubuh Theo.
"Kenapa tidak boleh?" tanya Theo.
"Ano anak haram tidak boleh disayang ataupun dipeluk," jawab Ano polos.
Theo menyentuh pipi kurus Ano. Anak kecil di depannya mengingat dia tentang mendiang putranya yang telah tiada lima tahun lalu. "Ano anak baik kok. Buktinya Ano cari uang demi orang panti berarti Ano anak pintar dan soleh," ujar Theo mengelus rambut Ano.
"Nyaman," gumam Ano.
Seumur hidup Ano dia belum pernah merasakan disentuh oleh orang lain secara lembut. Kebanyakan mendorong, menampar, bahkan menarik kasar rambutnya. Jadi perlakuan lembut Theo merupakan pengalaman pertama bagi Ano.
Pipi seputih susu Ano tertutupi oleh debu. Theo menyentuh pipi kanan yang nampak membiru. "Pipi Ano habis dipukul siapa?" tanya Theo kepada Ano.
"Bukan siapa-siapa," jawab Ano.
Theo mengerti bahwa Ano belum sepenuhnya percaya dirinya. "Kita belum kenalan lho," ujar Theo.
"Garvin Reviano," ujar Ano.
"Theodoro Marvin," ujar Theo menjabat tangan kecil Ano.
"Nama belakang om mirip namaku," kekeh Ano.
Tawa renyah Ano menjadi sebuah kesukaan bagi Theo untuk selamanya. "Ano akan mendapatkan nama belakang om," ujar Theo.
"Memang bisa?" tanya Ano.
"Kamu tinggal bersama om," jawab Theo.
"Ano suka tinggal di panti," ujar Ano.
Pria dewasa itu mengangkat tubuh Ano dengan mudah. Dia tipikal sosok malas dibantah oleh siapapun. Jadi walaupun menjadi pusat perhatian tidak dipedulikan oleh Theo sama sekali.
Di mobil Ano memberontak tidak mau ikut bersama Theo. "Om akan memberitahu apa artinya sebuah keluarga kepadamu. Asalkan dengan sebuah syarat," ujar Theo kepada Ano.
Mendengar sesuatu yang tabu bagi dirinya menghentikan aksi berontak Ano. "Keluarga itu ada ayah dan ibu?" beo Ano.
"Kakek dan nenek ada juga," jawab Theo.
"Aku mau!" pekik Ano bersemangat.
"Mulai hari ini panggil aku ayah," ujar Theo.
"Ayah," ujar Ano.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ayah Untuk Ano
General FictionNot BL/Only Brothership. Ini hanya kisah ayah dan anak saja tidak lebih. Sejak dia bayi hingga berusia sepuluh tahun. Tidak ada sosok kedua orangtua mendampingi hidupnya. Seringkali dia dihina anak haram. Suatu hari seorang pria memberi dia sebuah a...