Canda tawa merupakan hal biasa di kediaman Marvin. Sang anak selalu saja membuat ayahnya bahagia akan tingkah konyolnya. Mereka berdua tengah membicarakan banyak hal lucu yang terjadi. Theo memegang tangan kanan sang putra. Wajah Ano seketika berubah merasakan hawa panas dari tangan ayahnya.
"Maaf ayah," ujar Ano.
Ano menghampiri sang ayah, dan berdiri di pangkuan sang ayah untuk memeriksa kening sang ayah. "Ayah demam!" pekik Ano.
Theo merasa tidak begitu. Mungkin itu akibat dirinya yang terlalu memaksakan diri untuk bekerja lembur belakangan ini. "Ayah tidak apa-apa," ujar Theo.
Wajah Ano cemberut. Ia turun dari pangkuan sang ayah. Ia memegang tangan kanan sang ayah lantas menariknya menuju kamar. Ano mendorong tubuh Theo ke atas kasur. "Pokoknya ayah istirahat! Ano tidak mau kehilangan ayah!" pekik Ano.
Theo akan bangun didorong oleh Ano. "Ayah diam disini!" pekik Ano.
"Kamu ini ayah cuma mau ambil laptop saja," ujar Theo.
Ano mengambil laptop, tab serta ketiga hp sang ayah. "Tidak boleh bekerja. Ayah tidur saja. Nanti kerjanya ketika sembuh," ujar Ano.
Anak kecil itu memeluk barang-barang yang ia tahu sebagai media ayahnya untuk bekerja. "Ano akan buat bubur. Tidur saja! Ano tidak mau ayah bandel bangun dari tempat tidur," omel Ano.
Dengan cepat Ano keluar dari kamar sang ayah lantas menutupnya. Theo terkekeh melihat tingkah laku Ano. Sebagai ayah jujur Theo sedikit khawatir saat Ano berkata akan membuat bubur.
Ia bangkit berdiri untuk memperhatikan sang anak dari kejauhan. Salah satu pekerja disana nampak tersenyum memperhatikan sang tuan Theo sangat peduli terhadap Ano.
Sementara anak yang dikhawatirkan oleh Theo sedang asyik memakan sosis siap lahap. Tangan kanan Ano mengaduk bubur yang sedang ia buat. Dengan bantuan kursi Ano mensejajarkan tinggi badannya dengan kompor yang memang lumayan tinggi.
Salah satu pelayan wanita menghampiri Ano. "Tuan muda!" panggil sang pelayan.
"Eh bibi?!" kaget Ano.
"Biar bibi saja yang memasak buburnya. Tuan muda menyiapkan mangkok saja," ujar sang pelayan.
"Ano bisa sendiri kok. Bibi lanjutkan pekerjaan saja. Ayah galak lho," nasihat Ano.
Anak kecil itu pernah melihat bagaimana Theo memarahi anak buahnya. Menurut Ano ayahnya sangat berbeda saat itu. Ketika selesai marah Theo menghampiri dirinya, dan seketika wajah Theo berubah.
Sang pelayan menurut saja akan ucapan sang tuan muda. Merasa telah pas Ano mematikan kompor dengan hati-hati Ano turun dari atas kursi.
Sedikit kebingungan saat mencari mangkuk untuk tempat bubur. Pada akhirnya Ano mengambil mangkuk plastik saja. Theo pernah menasihati nya untuk menggunakan peralatan makanan berbahan plastik saja. Theo bilang apabila mengambil peralatan bahan kaca akan berbahaya untuknya.
"Kata bu guru orang sakit perlu dikasih obat," beo Ano.
Theo terkekeh melihat bagaimana tingkah lucu Ano. Anaknya itu memang sangat menggemaskan sekali.
Merasa Ano akan menuju kearahnya dengan cepat Theo berlari kearah kamarnya. Padahal Ano pergi menuju ke halaman belakang rumah.
Ano melihat kearah sekeliling ternyata yang lain tengah sibuk bekerja. Tidak mau mengganggu ia memilih kembali ke dapur.
"Hayo!" pekik Vian.
Ano tersentak mendapatkan kejutan dari Vian. "Maafin om," ujar Vian.
"Tidak apa-apa. Ano cuma sedikit tidak siap saja," ujar Ano.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ayah Untuk Ano
General FictionNot BL/Only Brothership. Ini hanya kisah ayah dan anak saja tidak lebih. Sejak dia bayi hingga berusia sepuluh tahun. Tidak ada sosok kedua orangtua mendampingi hidupnya. Seringkali dia dihina anak haram. Suatu hari seorang pria memberi dia sebuah a...