8 (bersama ayah terus)

418 53 58
                                    

Alunan merdu suara sholawatan dari salah satu masjid terdengar menyejukkan pikiran dan hati. Sepasang ayah dan anak tengah duduk santai di masjid tersebut. Terlihat sang anak menguap ditahan oleh sang ayah dengan menutup mulut si kecil.

Para bapak-bapak yang sudah datang ke masjid kagum akan tindakan Theo. Yah ayah dan anak itu adalah tokoh utama book ini.

Theo mengajak sang anak ke masjid untuk menuaikan ibadah salat subuh berjamaah. Theo mengajarkan hal-hal tentang agama sejak Ano tinggal bersamanya.

Karena pendidikan pertama seorang anak adalah rumah. Jadi semaksimal mungkin Theo akan menanamkan segala aspek mengenai agama kepada sang anak.

Di sisi Ano sejak tadi ia berusaha menahan kantuk. Sejak bersama Theo ia memiliki jadwal tidur yang teratur. Dia tidak perlu khawatir mengenai hari esok.

Dulu ketika di panti rasa lapar yang menyakitkan sering ia rasakan, hingga tidur adalah pelampiasan agar lapar di perutnya menghilang sejenak. Bahkan ia merasa iri menatap anak panti lain yang makan bersama sambil bercanda satu sama lain.

Sejak ia berusia dua tahun sudah dipaksa untuk bekerja oleh pengurus panti. Sebagai seorang balita dia tidak paham apapun. Apabila ia menolak maka akan dihukum cambuk oleh pengurus panti.

Ano mendongkak menatap wajah sang ayah. Tangan kecil Ano menyentuh rahang tegas Theo. Merasa ada tangan kecil yang menyentuh, Theo memegang tangan Ano lantas menciumnya.

"Kita sebentar lagi salat," ujar Theo.

"Ayah!" panggil Ano.

"Ada apa jagoan?" tanya Theo.

"Ano bahagia punya ayah. Walaupun Ano tidak punya ibu," jawab Ano polos.

Theo terkekeh akan ucapan sang anak. "Ayah lebih bahagia punya anak sepintar Ano," ujar Theo memeluk tubuh Ano sangat erat.

Benar saja ucapan Theo bahwa Adzan berkumandang. Selesai Adzan mulai berdatangan beberapa orang ke masjid. Mereka sedikit melirik Theo dan Ano.

Salat dilaksanakan setelah selesai Theo akan kembali ke rumah untuk beristirahat. Seorang Ustadz menahan pergelangan tangan Theo. Ditepis oleh Theo ia tidak suka saja ada orang asing menyentuh dirinya.

"Maaf Pak Theo. Saya hanya penasaran mengenai anak kecil yang sering anda bawa belakangan ini," ujar Ustadz.

"Dia putraku," jawab Theo singkat.

Ano memiringkan kepala bingung. Anak kecil itu sedikit heran, mengapa ayahnya sangat berbeda sifat ketika bertemu orang lain. Saat bersama dirinya sangat lemah lembut. Beda lagi bertemu orang asing sifat itu sirna sudah.

"Pak Ustadz!" panggil Ano.

"Hay jagoan kecil!" sapa Ustadz.

"Ayah tidak begitu kok. Ayah baik sekali kepadaku," ujar Ano polos.

"Ayahmu sangat hebat lho," ujar Ustadz.

Baru saja tangan Ustadz akan menyentuh kepala Ano ditahan oleh Theo. Tatapan mata Theo berkata bahwa Ustadz tidak boleh menyentuh Ano.

"Kita pulang nak," ujar Theo.

Ustadz sedikit kaget akan nada bicara Theo yang sangat lembut. Biasanya nada ketus yang sering ia dengar keluar dari mulut Theo.

"Dadah! Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatu. Pak Ustadz!" pekik Ano kepada Ustadz.

Theo menggendong Ano untuk pergi dari masjid. Ia bahkan tidak membiarkan orang lain untuk melihat putranya.

Tindakan posesif Theo terhadap putranya membuat para bapak-bapak sedikit terhibur. Tidak menyangka bahwa sosok Theo yang sulit didekati berakhir luluh oleh seorang anak kecil.

Perjalanan menuju rumah dilewati sangat ceria oleh Ano. Rasa mengantuk anak itu tiba-tiba hilang seketika.

Ano berhenti secara mendadak. Mulutnya sedikit terbuka saat melihat bahwa matahari mulai terbit. Biasanya setelah salat subuh Ano akan tidur di gendongan sang ayah.

"Hari ini ayah akan mengajak Ano untuk belanja," ujar Theo mengawasi pergerakan Ano.

Ano mengganggukkan kepala mengerti. "Ano kapan sekolah sih, ayah?!" protes Ano.

Sebenarnya Ano sudah lama ingin bertanya tentang sekolah. Jujur dia merindukan suasana sekolah, walaupun dulu ia tidak memiliki teman sama sekali. Setidaknya, di sekolah ia bisa sedikit menghindar tentang kerasnya hidup yang ia jalani.

Di sekolah ia mampu menjadi anak kecil pada umumnya. Setelah pulang sekolah baru ia merasakan apa itu susahnya mencari uang.

"Jangan melamun terus nak. Nanti kamu menabrak orang lho," nasihat Theo.

"Ayah kapan aku ke sekolah?!" rengek Ano.

"Ayah tengah mengurus tentang surat kepindahan kamu, dan mengenai nama kamu akan tertulis sebagai pewaris kekayaan ayah secara keseluruhan," jawab Theo.

"Mengapa begitu?" tanya Ano.

"Di sekolah baru kamu akan tercatat sebagai anak ayah. Jadi tidak akan ada orang yang menghinamu," ujar Theo.

"Memang sulit ya mendapatkan aku sebagai anak ayah?" tanya Ano.

"Anggap saja sebagai siklus ketika kamu belajar berjalan saat ini," sahut Theo santai.

"Kata orang lain anak yang ditinggalkan di panti itu tidak disukai sama papa dan mamanya," ujar Ano.

"Jangan pikirkan ucapan mereka. Ano kan sekarang anak ayah dan selamanya akan sama," ujar Theo.

"Mengapa ayah tidak mengadopsi Ano sejak bayi sih?" tanya Ano.

"Takdir Allah belum mengizinkan kita berdua untuk bertemu. Karena takdir sang pencipta seunik itu," jawab Theo.

"Oh begitu ya," ujar Ano.

"Setidaknya ayah paham mengapa tidak dipertemukan dengan kamu sejak bayi," ujar Theo.

"Memang menurut ayah alasannya apa?" tanya Ano.

"Agar ayah mualaf dulu. Setelah itu bisa mengajarkan kamu untuk belajar salat, dan hal lain tentang agama Islam," jawab Theo.

Ano mengangguk mengerti, ia kembali berjalan bahkan tangan kecil dipegang oleh Theo. Wajah Ano sudah sedikit berubah sejak tinggal bersama Theo.

Tidak ada lagi baju kotor, rambut kotor atau wajah kusam dalam diri Ano. Ia dirawat baik oleh Theo hingga kedua pipi Ano sedikit berisi. Setiap hari Ano akan makan lima kali sehari. Belum termasuk cemilan sehat dari ayahnya.

Setiap hari baju Ano akan berganti dengan baju baru. Mengenai baju kotor Theo lebih memilih untuk laundry saja. Jujur ia sedikit malas untuk mencuci baju dan menyetrika baju.

Tentang pekerjaan rumah lain bisa ia bisa handle. Tentang pekerjaan itu dirinya tidak mau handle. Tentang pekerja rumah mereka bertugas untuk mengurus kebun, dan mengawasi sang anak saja.

Tentang pekerjaan rumah tangga akan dihandle oleh Theo. Ia terbiasa akan itu semua sejak tinggal bersama mendiang istrinya.

Jangan lupa tinggalkan vote, komentar dan kritikan agar penulis semakin bersemangat menulis

Sampai jumpa

Minggu 28 Juli 2024

Besok diusahakan akan lebih banyak nulisnya

Ayah Untuk AnoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang