4 (ayah aku senang)

539 54 31
                                    

Satu minggu kemudian, Ano mulai terbiasa akan kehidupan barunya. Anak kecil berusia sepuluh tahun, tengah terpaku menatap interior di kamarnya sendiri.

Sang ayah tengah mandi dulu. Sepuluh menit lalu, ia izin kepadanya agar tidak mencari. Pertama kali, Ano merasa sangat kesepian ketika Theo tidak berada di dekat dirinya. Bahkan, Ano menangis mencari keberadaan sang ayah. Berakhir, dia sakit akibat terlalu lama menangis dua hari lalu.

Memperbaiki itu semua, Theo mulai izin kepada sang anak kemanapun dia pergi. Mendapatkan perlakuan manis sang ayah, tentu saja Ano senang sekaligus terharu.

Selama ini semua orang menjauhi ia. Mereka berkata, bahwa Ano tidak layak untuk bahagia sampai kapanpun. Ucapan mereka tidak benar, sekarang Ano sangat senang mendapatkan seorang ayah.

"Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatu, putra ayah," ujar Theo.

Mendengar suara sang ayah, dengan sedikit berlari Ano menghampiri ayahnya. Tubuh dia memeluk kedua kaki sang ayah sangat erat. "Waalaikum salam warahmatullahi wabarakatu. Ayahnya Ano," jawab Ano.

Pria dewasa itu tersenyum, melihat wajah anaknya sangat bahagia akan kehadirannya. Ia melepaskan pelukan sang anak, dan berjongkok di depan Ano. "Ayah mau meminta sesuatu sama Ano," ujar Theo mengelus rambut Ano.

"Meminta apa ayah?" tanya Ano.

"Menurut ajaran Islam bahwa seorang pria wajib disunat," jawab Theo.

Ano mengerti arah pembicaraan sang ayah. "Ano disunat gitu?" tanya Ano memastikan.

"Sunat tidak sakit kok. Nanti ayah akan temani Ano disunat," jawab Theo.

"Ano mau hadiah dari ayah," ujar Ano.

Theo menggendong sang anak. Tubuh Ano sedikit berisi, sejak tinggal bersama sang ayah. Setiap hari Ano akan makan tiga kali sehari, ditambah dengan cemilan sehat yang dibuatkan sang ayah. "Jagoan ayah menginginkan apa?" tanya Theo.

"Tas sekolah," jawab Ano.

"Kenapa hanya tas saja nak?" tanya Theo.

"Ayah bilang tidak boleh mubazir. Jadi Ano mau tas saja, karena benda itu sangat dibutuhkan sama aku untuk sekolah," jawab Ano polos.

"Mengenai sekolah ayah akan memindahkan kamu ke sekolah lain ya. Sekolah lama kamu jaraknya sangat jauh dari rumah kita," ujar Theo.

Ano memeluk leher sang ayah sangat erat. Perasaan aman dan terlindungi, dia rasakan dari sosok asing yang sekarang menjadi ayahnya. Dulu, dia tidak berharap lebih kepada sang pencipta. Ano kecil berdoa untuk memberikan sosok ayah saja tidak lebih.

Menurut pandangan Ano, seorang ayah sangat keren sekali. Apalagi, seringkali teman sekelasnya berkata ayahnya merupakan sosok terhebat di keluarga setelah ibunya.

"Ucapan teman sekelas Ano ternyata benar," celetuk Ano.

"Temanmu mengatakan apa?" tanya Theo.

"Ayah itu keren! Ano sayang ayah!" pekik Ano semakin memeluk erat leher sang ayah.

Sebuah kecupan didapatkan Ano di kening dari sang ayah. "Ayo kita isi tenaga dulu sebelum kamu disunat," ujar Theo.

"Hari ini aku disunat?" tanya Ano.

"Iya. Biar kamu semakin sehat," jawab Theo.

"Mau sarapan sama telur," gumam Ano.

Sebuah senyuman terbit, dari sang duda yang ditinggal mendiang istrinya. Sejak kematian sang istri, dan putranya dia menjauh dari semua orang.

Bahkan sanak keluarganya, jarang dia kabarin tentang kondisi dia saat ini. Lima tahun berlalu begitu saja, dengan kehidupan monotonnya. Pagi sampai malam bekerja saja tanpa henti.

Ayah Untuk AnoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang