Sembilan

860 112 11
                                    

*****

Faye menatap pada layar ponselnya yang tak menyala. Wanita cantik itu mengetuk layarnya berkali-kali ketika menunggu balasan dari Engfa yang memintanya berkunjung ke restoran Waraha.

Faye sudah terduduk di kursi yang sama selama hampir empat puluh menit lamanya. Tapi, gadis cantik bernama Engfa Waraha yang adalah pemilik dari restoran kecil-kecilan yang tengah ia tempati ini tak kunjung datang juga.

Merasa kesal, Faye kemudian menaikkan lengan jaket yang ia kenakan hingga ke atas sikut sebelum kemudian menenggak sisa minuman hangatnya yang bahkan sudah tak lagi mengepulkan asap.

Saat hampir saja Faye angkat kaki dari tempatnya, wanita cantik itu dikejutkan dengan suara getaran di atas meja yang berasal dari ponsel yang sedari tadi tak menyala.

Charlotte Austin adalah nama yang tertera di layar gawainya yang sekarang berkedip meminta perhatian sehingga Faye tak jadi beranjak dari tempat yang sedari tadi ia duduki.

Wanita cantik itu bergerak cukup cepat ketika menggeser layar ponsel dan menempelkan itu di telinga serta pipinya.

"Ya?" ujar Faye pada Charlotte di seberang telepon.

"Kakak lagi di Waraha Resto?" ujar Charlote to the point tak seperti biasanya.

Faye menghela napas sebentar sebelum kemudian menyenderkan punggungnya pada kursi, untuk ke sekian kali "Ya" balas wanita cantik itu dengan nada malas yang tepat.

Terdengar suara mesin yang berhenti "Aku sedang di jalan mau ke sana" imbuh si cantik di seberang telepon ketika Faye tak dapat mendengar lagi suara mesin yang sedari tadi meraung-raung di belakang suara jelas milik Charlotte seolah menandakan kalau gadis itu tengah benar-benar berada di perjalanan menuju tempat yang Faye tempati.

"O..kay?" jawab Faye tak tahu harus berkata apa.

Dengan sebal, Charlotte mendecak pada mantan kekasihnya "Tunggu di sana, aku di persimpangan jalan terakhir. Sebentar lagi aku sampai"

"Sure" ujar Faye seadanya, menjawab pada Charlotte yang tampaknya tengah kembali fokus pada jalanan.

Tak lama dari sambungan telepon terputus, Faye bisa melihat sosok Engfa dalam pakaian rapi dengan rambut terikat menyerupai ekor kuda.

Gadis cantik itu cepat-cepat menghampiri Faye yang mengangkat alis ketika mereka berhadapan.

Engfa meringis, tahu betul kalau dirinya terlambat dalam pertemuan yang bahkan direncanakan oleh dirinya sendiri.

Gadis cantik itu kemudian mengaitkan kesepuluh jemarinya di atas meja ketika menunduk menatap ke sana "Maaf" ujar Engfa dengan nada yang penuh dengan perasaan bersalah.

Faye mendecak kesal "Empat puluh lima menit, Engra waraha" wanita cantik itu sebenarnya tidak mengatakan kalimat tersebut dengan nada yang kasar. Tapi, Engfa tetap meringkuk ketakutan dibuatnya.

"Rapatya sangat tiba-tiba. Pemasukan minggu ini anjlok sebanyak dua puluh persen dari pengeluaran, makanya tim bendahara memutuskan untuk mengadakan rapat cepat untuk mengatasi masalah ini dengan cepat" ujar Engfa mencoba menjelaskan mengapa kedatangannya bisa terlambat.

Dengan tangan yang terlipat di depan dada seperti biasanya, Faye mengangkat dagu sehingga ia tampak angkuh bukan kepalang, "Faktor utamanya?" wanita cantik itu mulai menanggapi bahkan meski ia terlihat masih kesal.

Engfa menghela napas "Tim produksi dari dapur yang tak bisa memanfaatkan sisa-sisa bahan masakan dan lebih memilih untuk membeli bahan masakan yang lain sehingga banyak sekali bahan makanan yang terbuang" ia mendesah frustasi di akhir kata.

The Eldest One 2 [FayexYoko]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang