*****
Faye terpejam saat ia merasakan deru napas lembut di area lehernya. Wanita cantik itu tak melawan, tapi ia juga tidak membiarkan Ariska melakukan apapun pada tubuhnya.
Karena meskipun kini ia tengah ditindih oleh tubuh berisi milik Ariska, Faye tetap bisa menahan bibir Ariska yang hampir menyentuh kulitnya.
"Aku juga rindu" ujar Faye seraya kemudian mendorong tubuh berisi milik Ariska lantas menindih gadis itu di bawah dirinya. "Tapi aku terlalu lelah untuk melakukan apapun yang kau inginkan" imbuh si wanita cantik lantas turun dari atas Ariska yang matanya sudah berbinar-binar.
Dengan kekehan kecil, Faye beranjak dari ranjang dan berdiri tegap tak begitu jauh dari ranjang yang atasnya hanya berisi Ariska. "Kamu tak semenyenangkan dulu" ujar gadis itu seraya terduduk di sisi ranjang.
Faye terkekeh kecil sebelum kemudian mendekat pada Ariska dan menyisir rambut panjang gadis itu lembut "Kau tahu kalau aku bisa membuatmu jatuh ke dalam pelukanku jika aku ingin, kan?"
Ariska menggigit bibirnya sesaat "Aku tahu"
"Tapi, aku sedang tak ingin main-main sekarang" wanita cantik itu menunjukkan cincin yang melingkar di jari manisnya "Lihat? Aku sudah bertunangan"
Ariska tampak terkejut bukan kepalang. Ekspresinya yang sedari tadi seolah mencoba menggoda kini berubah drastis menjadi ekspresi horor penuh rasa tidak percaya.
Matanya yang sedari tadi menatap lurus-lurus pada Faye dengan tatapan intens, kini itu berubah menjadi tatapan yang bahkan tidak bisa diartikan oleh Faye sendiri.
"Kamu.. bertunangan?" akhirnya, setelah sekian lama terdiam, gadis cantik bertubuh tinggi berisi itu membuka mulut untuk bersuara.
Meskipun suaranya gemetar dan serak, tapi Faye sudah paham betul apa yang diucapkan Ariska tanpa harus menanyakan kalimat yang diucapkannya untuk ke dua kali.
Wanita cantik itu kemudian mengagguk mengiyakan "Mungkin terdengar gila. Tapi, pada akhirnya aku mampu untuk mengikat diriku sendiri pada seorang wanita"
Ariska, yang masih tampak terlalu terkejut bahkan sudah tak mampu lagi mengeluarkan kata-kata ketika Faye mendekat untuk memberikannya pelukan "Terimakasih untuk bantuanmu malam tadi" dan dengan itu, si dosen cantik beranjak dari kamar Ariska lantas pergi begitu saja dari sana tanpa memperdulikan mantan kekasihnya yang masih tampak tidak percaya dengan informasi yang baru saja diucapkan oleh Faye.
Dengan langkah yang besar dan terkesan cepat, Faye beranjak keluar dari rumah sederhana milik Ariska dan menuju mobilnya yang terparkir rapi di depan pintu gerbang yang sedikit terbuka.
Mungkin, Ariska yang membantu Faye hingga wanita cantik itu dapat sampai ke kediaman si gadis cantik dalam keadaan selamat.
Faye tak peduli.
Wanita cantik itu kemudian membuka pintu dan segera mengemudi menuju rumahnya yang ia tinggalkan semenjak kemarin malam.
Seraya mengemudi dengan tenang, Faye membuka jendela mobilnya ketika ia melirik pada pedagang tisu yang tengah meneduh di bawah ruko. Wanita cantik itu melambai "Beri saya 3" ujarnya sedikit berteriak ketika ia menginjak rem.
Lelaki yang mungkin usianya baru dua belas tahun itu menghampiri mobil Faye dengan cepat lantas menyerahkan tiga pak tisu berukuran besar setelah lebih dulu memasukannya pada keresek putih.
"Semuanya jadi tiga puluh ribu"
"Ambil saja uangnya" ujar Faye seraya menyerahkan selembar uang seratus ribu pada bocah lelaki yang kulitnya tampak terbakar oleh sinar matahari.
Bocah kecil itu membelalak, terlalu terkejut dengan selembar uang yang diberikan Faye untuknya "Kak, kembaliannya tujuh puluh ribu" ujar bocah itu dengan nada tidak percaya.
Faye terkekeh seraya kemudian menutup kaca jendelanya tanpa mendengarkan protesan dari si bocah lelaki. Wanita cantik itu segera saja mengoper persneling ketika lampu berubah menjadi hijau di kejauhan sana.
Tanpa melirik ke mana-mana lagi, Faye menginjak gasnya dengan cepat menuju kediamannya.
Setelah beberapa menit di jalanan, Faye akhirnya sampai di kediamannya yang terlihat sepi.
Wanita cantik itu menekan tombol di kunci yang menggantung di samping setir hingga pintu garasinya terbuka secara otomatis.
Seolah sudah terbiasa untuk masuk ke garasi yang serupa, wanita cantik itu bahkan tak harus mengukur lagi sisi kanan dan kiri mobilnya untuk memarkirkan mobil dengan rapi.
Setelah mobil terparkir rapi, wanita cantik itu cepat-cepat keluar dari balik kemudi dan menekan tombol tutup pada remot kontrol yang mengait di kunci mobil sehingga garasinya tertutup secara otomatis.
Faye menarik napas sedikit lantas menghentakkannya sebelum kemudian memasuki rumahnya yang terasa sepi.
Ah sial!
Biasanya, Faye ekan menemukan sosok Yoko tengah melakukan hal-hal random ketika ia pulang bekerja.
Tapi sekarang? Bocah itu bahkan tak dapat ia dengar suaranya.
Dengan malas, Faye melemparkan dirinya sendiri ke atas sofa dan memejamkan mata seraya mengatur napas.
Ia sangat merindukan Yoko.
Getaran lembut dari dalam saku celananya membuat Faye mengerang malas. Wanita cantik itu kemudian merogoh ponselnya yang bergetar meminta perhatian.
Layar berkedip yang meminta perhatian itu membuat Faye menyipitkan mata guna membaca penelepon yang mengganggunya.
Nama Ize tertera jelas di layar ponselnya dan wanita cantik itu mengerutkan kening keheranan.
Sejak kapan Ize beramah-tamah dengannya?
Meski memang keheranan, Faye tetap menggeser layar guna menjawab telepon dari sebrang "Kenapa?" ujar Faye to the poin seperti biasanya.
"Kakak semalam keluar?" ujar Ize dengan nada yang terdengar terburu-buru.
"Memangnya kenapa?"
Ize mendesah kecil "Video kakak tersebar di beranda instagramku. Semalam kakak sedang berdansa dengan penyanyi di Benny Bar"
Faye mendecak "Tak masalah kan? Hanya bersenang-senang" ujar wanita cantik itu dengan acuh.
Faye bisa mendengar Ize menarik napas kasar di sebrang telepon "Masalahnya, video itu dikaitkan dengan kampus. Aku yakin sekali kalau nanti kakak akan dipanggil oleh pemilik universitas karena ketahuan mabuk-mabuk di depan umum dengan status sebagai seorang dosen"
Faye mendecak "Lalu? Apa masalahnya?"
"Astaga Tuhan. Kakak ini sebenernya kenapa?" Ize mulai frustasi.
"Bosan. Makanya aku berbuat keributan" jawab Faye acuh.
"Ck!" Ize mendecak di sebrang telepon "I think there's something wrong with you, kak"
Faye terkekeh kecil "Mungkin. Aku juga nggak tahu"
"Kakak bahkan belum satu minggu ditinggal Yoko"
"Gadis itu benar-benar membuatku gila"
Ize terkekeh "Ngomong-ngomong, Marissa menemukan sinyal saat di puncak sekolah pedesaan. Dia memberiku gambar. Nanti kukirimkan"
Kening Faye mengkerut saat ia mendengar itu "Kenapa hanya Marissa yang memberi kabar. Bagaimana dengan Yoko?"
"Marissa bilang, Yoko sedang sibuk saat sinyal ditemukan"
"Ck! What ever. Aku akan kesana besok. Kau ikut?"
"Loh?" Ize tersentak "Kenapa besok? Bukannya akhir minggu masih jauh?"
Dengan malas, Faye melipat tangannya di dada "Kau pikir aku masih bisa menahan rasa rinduku eh? Kalau kau ikut, besok aku jemput"
"Tentu aku ikut!"
"Sure. Sampai jumpa besok"
"Iya"
*****
Riska Pramita Tobing.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Eldest One 2 [FayexYoko]
Teen FictionPart ke dua setelah The Eldest One ya :) Dibaca bagian pertamanya terlebih dahulu supaya mengerti jalan cerita untuk yang ke dua :) -Riska Pramita Tobing.