Delapan Belas

1.3K 164 27
                                    

*****

Faye melirik pada Phia Fah yang tampak kacau ketika ia baru saja sampai di rumah sakit.

Sudah dua jam lamanya Yoko berada di ruang darurat dan sayangnya dokter belum juga keluar dari sana seolah mendapati sesuatu yang serius di tubuh Yoko.

Wanita cantik yang adalah Ibunda dari Yoko itu mendekat padanya dan langsung menghambur memberikan pelukan. "Sudah berapa lama Yoko di dalam?" ujar Phia Fah ketika ia merasakan pelukan erat dari Faye.

"Hampir dua jam" jawab wanita cantik itu dengan lemas.

Di belakang Phia Fah, ada Folks yang melipat tangannya di dada. Wajahnya keruh, tapi Faye bisa membacanya dengan jelas.

Lelaki itu sedih dan marah di satu waktu yang sama dan Faye yakin bahwa dirinya tengah berada di dalam situasi yang tidak enak.

"Aku berangkat secepat mungkin saat Marissa menelpon. Yoko ditemukan sekitar empat puluh menit setelah kejadian longsor. Pakaiannya utuh tapi dia basah, kotor dan tampak pucat. Aku cepat-cepat membawanya ke ruang ungsi karena Yoko mengalami hipotermia" Faye menarik napasnya sebentar ketika ia melihat Phia Fah menjatuhkan air mata.

Secara alami, wanita cantik itu mengulurkan tangan untuk mengusap pipi tirus milik wanita cantik itu yang terbasahi oleh air mata.

"Yoko sempat tak sadarkan diri karena hipotermia tapi untungnya dia cepat membaik. Saat aku melepas pakaiannya, aku dikejutkan dengan luka lebam di kakinya dan dokter yang ada di tempat kejadian menyarankan untuk segera ke rumah sakit" dengan lembut, Faye menggenggam jemari Phia Fah yang bergetar ketika mendengar kalimat terakhir dari Faye.

Wanita cantik itu menatap pada suaminya yang tengah mengintip ke ruang UGD, "Semuanya akan baik-baik saja kan?" ujar Phia Fah pada Folks yang mengangguk "Semoga saja" ujar lelaki itu tampak tenang.

Suara decit engsel ketika pintu terbuka menyadarkan keempat orang yang tengah dibuai rasa cemas.

Seorang dokter lelaki berperawakan tinggi berisi tengah menggenggam papan dada di tangannya dan lelaki itu langsung membuka masker ketika menghadapi keempat orang yang tengah menunggu kabar darinya.

"Pasien mengalami sedikit luka dalam di bagian tendon lutut yang mungkin bisa terjadi karena terbentur batu atau tanah keras atau bahkan kayu. Kami sudah menjalankan oprasi daan membenahi struktur tulang, tapi mungkin pasien akan mengalami kelumpuhan sementara sampai otot-ototnya kembali bekerja secara sempurna. Pasien akan dirujuk untuk menjalankan rehabilitasi otot selama kurang lebih lima bulan lamanya sampai pasien benar-benar bisa berdiri dan berlari seperti semula. Kalian tak perlu khawatir, meski membutuhkan waktu yang cukup lama, tapi saya berani menjamin bahwa kemungkinan 80% bahwa pasien bisa berjalan dengan baik"

Faye terjatuh ke atas lantai yang sedikit kotor ketika ia mendengar penyataan beruntun itu dari si dokter.

"Ini semua salahku" Faye terisak sambil memeluk lututnya sendiri ketika ia mendengar kabar pahit itu dari sang dokter.

Folks menatap padanya dan lelaki itu memandangnya dengan tatapan menghina.

"Kalau saja kau tau, Yoko pergi ke perkampungan karenamu. Dia ingin membuktikan kesetiaanmu padanya dan karena itu, dia mengalami kelumpuhan seperti ini"

Deg~




~~




Dengan lembut, Faye menggenggam jemari Yoko yang tampak pucat dan tergeletak lemas di atas perutnya.

Punggung tangannya ditancapi oleh infus dan Faye sakit hati ketika melihat jernih dan bersihnya punggung tangan Yoko harus dinodai dengan perban yang menempeli punggung tangannya.

"Kakak minta maaf ya sayang" Faye berbisik pelan sambil memeluk tangan Yoko di depan dadanya.

"Apapun yang sudah kakak lakukan belakangan ini sangat amat keterlaluan. Kakak bermain-main dengan banyak wanita di belakang kamu ketika kamu sedang menjalin ilmu di kejauhan sana" air mata milik Faye secara perlahan meluncur di pipinya.

Wanita cantik itu merasa terluka terhadap segala hal yang dilakukan dirinya kepada Yoko beberapa saat kebelakang.

Betapa bodohnya ia karena sudah bertingkah seperti bocah ketika Yoko tiada di sisinya.

Faye adalah seorang bajingan.

Wanita cantik itu mengakuinya sendiri sekarang.

Ia adalah seorang bajingan.

"K..ak"

Faye tersentak ketika ia mendengar suara lembut yang lirih itu.

"Sayang?" Faye bergerak cepat guna memeluk Yoko yang kesadarannya masih terbuai.

Wanita cantik itu terisak ketika ia mencium aroma rambut milik Yoko sedikit tercampur dengan bau obat rumah sakit. "Sayang..." Faye terisak pelan ketika ia menatap Yoko yang masih sedikit sayu "Gimana perasaan kamu? Kakak panggilkan dokter ya?"

Yoko menggeleng "Tunggu sebentar" ujarnya dengan nada pelan sebelum kemudian menarik belakang leher Faye untuk diciumnya lembut.

Faye hampir tak kuasa ketika ia merasakan lembutnya tekstur bibir Yoko di bibirnya.

Meski bibir Yoko begitu kering ketika Faye mengecupnya dalam-dalam, tapi wanita cantik itu tetap menerimanya dengan perasaan kasih dan sayang.

Ketika Yoko melepaskan ciuman mereka, Faye tersenyum meski kelopaknya dipenuhi air mata "Kakak boleh panggil dokter sekarang" ujar gadis cantik itu sambil mengusap pelan pipi tirus milik Faye yang digenangi air mata.

Tangan Faye bergerak cepat ketika ia menekan remot yang ditempelkan di bawah dipan pasien. Wanita cantik itu menekannya berkali-kali sebelum kemudian ia menatap pada Yoko yang tengah tersenyum terhadapnya.

"Aku mau minum"

Secara otomatis, tangan Faye bergerak cepat merogoh laci dipan di samping tempat tidur Yoko lantas menyerahkan sebotol air mineral yang sudah diberikan sedotan agar gadis itu mudah ketika meminumnya.

Sedikit tersenyum Yoko kemudian menenggak sedikit demi sedikit dari air yang dipegang oleh Faye tepat di hadapannya.

Gadis cantik itu sesekali tersenyum ketika menatap Faye yang tak henti mengusap pipinya.

"Aku baik-baik aja, kak" ujar Yoko setelah ia selesai menenggak isi botol.

"Kakak sayang sama kamu Yo. Apapun yang terjadi, kakak nggak akan ninggalin kamu" Faye tertunduk sebentar ketika ia menahan isakan perih di dalam hatinya "Kamu mungkin belum tahu, tapi, kamu terancam tak bisa berjalan lagi karena otot-otot kamu rusak tertindih bebatuan"

Faye menghentikan isak tangisnya ketika ia merasakan cengkraman lembut di atas bahunya. Wanita cantik itu melirik pada Yoko yang tersenyum "Aku sudah tahu" ujarnya dengan nada lembut yang lebih terdengar seperti pasrah.

Dengan perasaan bingung, Faye mendekat pada Yoko yang tampak tidak takut sama sekali bahwa dirinya terancam tidak bisa lagi berjalan di sisa hidupnya.

Wanita cantik yang napasnya masih saja tersenggal karena tangis itu memiringkan mata ketika Yoko mengusap pipinya yang dipenuhi oleh air mata "Aku menghalangi kayu yang hampir menindih adik Qiran saat tanah hampir mengubur kami bertiga"

Faye terdiam, tapi air matanya terus mengalir ketika ia mendengar penjelasan dari Yoko yang memutuskan untuk membahayakan nyawanya sendiri demi untuk menyelamatkan Khumaira dan putrinya.

Faye memang tak salah memilih orang. Gadis yang meratui isi hatinya itu memang benar-benar seorang malaikat dan ia sekarang mulai sadar bahwa dirinya merasa tak pantas jika harus disandingkan dengan perempuan seperti Yoko.

"Kakak jahat banget ya?" ujar Faye tiba-tiba sehingga membuat Yoko mengerutkan kening ketika mendengarnya.

Tepat saat Yoko akan membantah ucapan Faye, seorang lelaki berperawakan tinggi langsing dengan jubah berwarna putih serta stetoskop yang melingkar di lehernya menghamiri tempat Yoko berbaring dan karena itu, si gadis cantik bertubuh mungil jadi meneln kembali kata-kata yang hampir ia ucapkan di ujung lidahnya.

Apapun yang dipikirkan Faye terhadap dirinya sendiri, Yoko yakin itu adalah sesuatu yang tidak baik. Dan ia ingin menyelesaikannya dengan segera.

*****

Riska Pramita Tobing.

The Eldest One 2 [FayexYoko]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang