*****
Dengan pelan namun pasti, Faye memeluk lembut tubuh Yoko dan mengangkatnya menuju tempat yang aman.
Kaki Faye yang sedikit gemetar berusaha tetap kuat ketika ia membopong Yoko di antara lengan-lengannya yang panjang.
Wanita cantik itu terus-terusan mengecup pucuk kepala milik Yoko yang sesekali meringis tiap kali tubuhnya bergerak.
Faye tak bisa memikirkan apa-apa ketika ia akhirnya menempatkan Yoko di samping Marissa yang langsung menangis terharu ketika memeluknya.
Yang jelas, Faye merasa ia tengah sangat beruntung karena Yoko ditemukan dalam keadaan bernyawa dan baik-baik saja.
"Minum dulu" Faye melirik cepat ketika ia mendengar suara lembut yang sedikit serak dari arah yang tak terlalu jauh.
Ada sebotol air mineral yang di sodorkan wanita cantik yang ia kenal dengan nama Mauria atau Dika tadi.
Faye mengambilnya dan segera membuka segel botol minuman mineral itu agar Yoko tak perlu melakukannya.
Saat Faye melihat Yoko menyesap isi botol yang ia serahkan, wanita cantik itu melirik pada sosok wanita berhijab di sampingnya "Terimkasih"
"Tak masalah. Untung saja Yoko menarik istriku ke bawah tumpukan kayu yang memalang sehingga tanah tak menindih secara langsung ke arah tubuh mereka bertiga. Yoko sudah menyelamatkan itri dan putriku" wanita cantik itu terduduk tak jauh dari Faye dan wanita cantik itu mengerutkan kening ketika menyadari sesuatu dari ucapan si wanita cantik berhijab di sisinya.
"Perempuan tadi.."
Mauria mengangguk sebelum Faye sempat menyelesaikan ucapannya "Kami menikah dan memiliki seorang putri yang diselamatkan oleh kekasihmu"
Faye mengerjap sesaat "Maaf. Tapi.. Bukannya di sini hubungan seperti ini masih tabu?"
Mauria tersenyum "Kadang, ketabuan itu harus dihilangkan. bukan begitu?" ia tersenyum di akhir kata.
Faye tersenyum sebentar pada Mauria yang menyunggingkan senyum hampir serupa dengannya "Kau unik" ujar Faye pada wanita di sampingnya.
Mauria tampak menggedigkan bahu sebentar "Terimakasih. Kau sudah memiliki kekasih yang baik hati. Jaga dirinya baik-baik. Gadis itu berhak untuk bahagia seperti Khumaira"
Dengan cepat, Faye mengangguk "Tentu. Aku akan menjaganya"
Sesaat setelah itu, Mauria beranjak dari sisi Faye dan wanita cantik itu melirik pada gadisnya yang masih tampak lemas.
Wanita cantik itu mendekat pada gadisnya lantas membawanya ke dalam dekapan "Sudah lebih baik?" ujar Faye saat ia merasakan jemari milik Yoko bergetar ketika ia genggam.
Yoko mengangguk dan tersenyum pada kekasihnya "Kakak dapat kabar dari Ica?"
Hati Faye terenyuh ketika ia mendengar seruan bernada manja yang terdengar manis dari bibir Yoko yang tampak masih pucat. "Iya. Kita ke posko perlindungan dulu yuk. Sepertinya kamu kedinginan"
Yoko menggeleng ketika Faye hampir saja mengangkatnya ke dalam dekapan.
Gadis cantik itu meluruskan kakinya di atas terpal sebelum kemudian menggenggam erat tangan Faye sehingga membuat wanita cantik itu tak jadi beranjak dari sisinya.
"Gimana kak Zahra dan adik Qiran?"
Faye tersenyum sesaat "Zahra dan Qiran selamat karena kamu, sayang. Mauria yang mengatakan terimakasih pada kakak barusan"
Yoko tersenyum sebelum kemudian ia merentangkan tangan pada Faye "Kalau gitu, ayo kita ke pengungsian"
"Marissa, gapapa ditinggal dulu di sini sebentar?" Faye melirik sekejap pada gadis bergigi kelinci yang terdiam di atas terpal.
Gadis cantik bergigi kelinci yang tengah memeluk botol berisi air hangat itu mengangguk "Kakak harus periksa Yoko dulu. Aku udah diobati tadi. Gapapa kak"
Faye mengangguk seraya mengulurkan tangan guna mengacak pucuk rambut Marissa yang kusut. Wanita cantik itu kemudian tersenyum pada teman kekasihnya lantas membawa Yoko ke dalam dekapan dan mengangkatnya dengan mudah ketika ia berdiri di antara kedua kakinya yang jenjang.
Yoko melilitkan lengannya pada leher jenjang Faye ketika wanita cantik itu berjalan menelusuri tanah yang basah secara perlahan.
Tempat pengungsian tak begitu jauh dari tempat perawatan darurat yang dibangun warga berdekatan dengan tempat kejadian perkara.
Faye hanya harus menaiki satu tanjakan saja untuk menuju tempat pengungsian dan ketika wanita cantik itu melirik pada suasana masyarakat yang kebanyakan tengah dirawat, wanita cantik itu merasa iba entah mengapa.
Wanita cantik itu kemudian merebahkan Yoko di tempat yang sedikit jauh dari keramaian sebelum kemudian ia memanggil satu perawat yang tak jauh dari dirinya.
Sosok lelaki tampan berperawakan tinggi berisi dengan stetoskop yang dikaitkan di lehernya langsung saja mendekat pada Faye ketika wanita cantik itu mengangkat tangan meminta perhatian darinya.
Sesaat setelah si dokter tampan mendekat, Faye langsung menunjuk pada Yoko yang terbaring lemah "Tolong cek keadaannya"
Dokter tampan itu bergerak cepat ketika ia melihat kulit pucat milik Yoko.
Lelaki itu menepak pipi lembut milik Yoko dengan pelan "Jangan sampai tidur. Tubuhmu kedinginan. Kamu akan mengalami hipotermia karena terlalu lama di dalam ruang lembab" sang dokter cepat-cepat menarik lepas pakaian yang dikenakan oleh Yoko hingga membuat Faye terbelalak sekarang.
"Whoa! Whoa! Kau tak bisa membuka pakaian orang lain dengan sembarangan!" ketika Faye mencoba menarik lengan si dokter, ia melihat Yoko yang tampak kehilangan kesadaran dan semakin pucat.
"Lebih baik bawakan aku air hangat dan selimut. Gadis ini kehilangan kesadaran karena kedinginan"
Faye tak ingin lagi memprotes ketika ia melihat kulit Yoko semakin pucat. Wanita cantik itu bergerak cepat menuju luar ruangan guna mencari apa yang dokter tampan itu sebutkan.
Untungnya, para warga yang menyediakan obat-obatan sudah mempersiapkan banyak sekali botol berisi air hangat serta beberapa pakaian bersih yang Faye butuhkan.
Tak membutuhkan waktu lama, wanita cantik itu sudah kembali dengan segala hal yang diperlukan oleh Yoko dan tepat saat Faye kembali, wanita cantik itu melihat si dokter tampan tengah memberikan CPR pada Yoko yang tak sadarkan diri.
"Dok.." Faye mulai khawatir sekarang, tapi lelaki itu tetap tenang ketika menekan-nekan dada Yoko dengan ritme tertentu.
"Tenang saja. Berikan aku air hangatnya. Dia hanya kedinginan, dia masih bernapas, jadi ini masih aman" ketika dokter tampan itu meletakkan air hangat di depan perut Yoko sehingga napas gadis cantik bertubuh mungil itu perlahan teratur.
Tubuhnya yang tadi pucat secara perlahan mulai merespon pada suhu panas dari air hangat dan ketika Faye melihat itu, isi hatinya perlahan mulai merasa lega.
"Kamu bisa mengganti pakaiannya?" ujar si dokter tampan pada Faye yang mengangguk cepat guna menjawabnya.
"Baik, aku akan merentangkan handuk supaya orang lain tak bisa melihatnya"
"Terimakasih"
Dengan perlahan namun pasti, Faye membuka satu persatu dari pakaian yang dikenakan oleh kekasihnya.
Tak ada bekas luka di bagian atas tubuhnya. Walau gadis itu memiiki beberapa goresan dan sedikit luka lebam di bagian bahu, Faye tetap bisa merasa bahwa Yoko baik-baik saja karena tak ada tanda-tanda luka parah.
Baju Yoko sudah diganti dengan berlapis-lapis pakaian agar gadis itu tak lagi kedinginan.
Ketika Faye menurunkan celana yang dikenakan oleh Yoko, ia terkejut saat mendapati ada luka lebam di kedua lutut gadis itu.
Tampak seperti bekas tertindih oleh sesuatu yang berat dan besar dan wanita cantik itu mulai kembarli merasakan kekhawatiran lagi sekarang "Dokter, apa luka ini serius?"
Sang dokter yang sedang menunduk sambil memegang handuk secara memanjang itu tiba-tiba mengangkat pandangan dan terbelalak "Sial! Sepertinya dia harus sebera dilarikan ke rumah sakit"
"Yoo..."
*****
Riska Pramita Tobing.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Eldest One 2 [FayexYoko]
JugendliteraturPart ke dua setelah The Eldest One ya :) Dibaca bagian pertamanya terlebih dahulu supaya mengerti jalan cerita untuk yang ke dua :) -Riska Pramita Tobing.