EPILOGUE

1.5K 163 8
                                    

"Dek? Kakak cariin kemana-mana, taunya disini!" Alden datang sambil menyelimuti sang adik yang berdiri dibalkon dengan selimut tebal.

Dua tahun setelah hari itu telah berlalu, dan sekarang mereka sedang liburan ke Kanada. Kebetulan, hari ini turun salju dan suhu menjadi dingin.

"Papa dan Mama kemana?" Tanya Erland kepada sang kakak.

"Papa pergi bertemu klien, dan Mama pergi menemani Papa!" Jawab Alden, memang mereka kesana bukan hanya sekedar liburan, tapi ikut Varen yang melakukan perjalanan bisnis.

"Masuk, yuk! Disini dingin!" Ucap Alden sambil menggenggam tangan sang adik yang berada dibalik selimut tebal itu.

"Baiklah, ayo kita masuk dan buat cokelat panas!" Erland sebenarnya masih berada disini, namun jika dia tidak masuk, maka Alden juga tidak masuk. Sedangkan kakaknya itu mudah sekali kedinginan.

Dan saat ini mereka sedang berada didapur apartemen, sambil membuat cokelat panas untuk mereka berdua.

"Eh, Papa dan Mama sudah pulang!" Ujar Erland, saat melihat kedua orangtuanya yang baru saja memasuki apartemen.

"Mau kita buatin coklat panas sekalian?" Tawar Alden kepada kedua orangtuanya.

"Boleh!" Sahut Varen sambil meletakkan jas nya disandaran sofa dan duduk disana.

Beberapa saat kemudian, anak-anak mereka pun datang sambil membawa empat cangkir cokelat panas, dan beberapa cemilan untuk dinikmati.

"Gimana kerjaan hari ini, pa?" Varen tersenyum hangat ke arah putra bungsunya.

"Lancar, sayang..." Jawab Varen.

"Mau aku pijit?" Tawar Erland.

"Tidak usah, sini duduk disamping papa!" Erland pun menurut, dia yang awalnya duduk ditengah-tengah kakak dan Mama nya, berpindah tempat ke samping sang Papa.

"Kamu mau kuliah disini, sayang?" Tanya Varen sambil mengusap lembut rambut putra bungsunya. Setelah lulus dari jenjang sekolah menengah atas satu tahun lalu, Erland masih belum memutuskan langkah selanjutnya.

Dia ingin melanjutkan kuliah sama seperti yang dikatakan oleh kedua orangtuanya, tapi dia sama sekali belum siap untuk bersosialisasi dengan orang lain, karena dia akan merasa aneh.

Tapi tidak mungkin dia homeschooling terus, kan? Itu juga punya dampak negatif untuk nya.

"Disini? Maksudnya, pa?" Tanya Erland.

"Ya disini! Di Kanada!" Jawab Varen, membuat Erland tersenyum.

"Aku sudah bilang bahwa aku tidak akan meninggalkan kalian, kan? Sekalipun itu untuk pendidikan, aku tidak ingin. Aku kuliah di kota tempat kita saja. Lagipula aku sudah bilang ke papa, aku masih ragu untuk kuliah bukan karena aku tidak ingin kuliah disana. Hanya saja, aku masih belum siap untuk bertemu dengan terlalu banyak orang," ucap Erland sambil menampilkan senyuman manisnya.

"Nak, jangan takut untuk bertemu dengan banyak orang, mereka tidak akan menyakitimu! Jika memang kau tidak ingin ada orang yang mendekat atau sekedar memiki teman, lebih baik bersikap dingin, daripada kau tidak bisa melangkah keluar untuk masa depanmu!" Varen dan Dania sudah sempat mendiskusikan tentang anak mereka yang tidak ingin lagi bertemu dengan banyak orang, atau bahkan berteman dengan orang-orang luar.

Mereka bahkan sudah berkonsultasi dengan seorang psikolog tentang hal ini, dan psikolog itu mengatakan mungkin ini adalah efek dari kecelakaan yang dialami pada waktu itu.

"Iya, pa! Akan aku usahakan yang terbaik!" Balas Erland sambil tersenyum.

Dia tidak ingin bertemu dengan banyak orang karena dia sudah trauma dengan namanya teman dan kekasih.

Dikehidupannya yang dulu teman dan wanita yang dia cintai telah mengkhianatinya, membuatnya tidak ingin hal itu terulang lagi.

Dia tidak ingin memulai suatu hubungan apapun dengan siapapun, karena dia tidak ingin mempercayai siapapun lagi selain keluarganya.

Agak berlebihan, memang.

Tapi orang-orang yang sudah merasakan bagaimana rasanya di khianati oleh orang yang sangat dipercayai, pasti sudah sangat paham dengan situasi ini.

"Papa, Mama dan kakak mu akan mengusahakan yang paling terbaik untuk mu, jangan pantang menyerah, okay?" Erland tersenyum sambil mengangguk.

"Okay, Pa!" Balasnya sambil mengecup pipi papa nya.

"Lah cuman papa doang nih? Kakak sama Mama, enggak?" Dania tersenyum sumringah ke arah putra bungsunya itu.

Cup!

Cup!

Erland mencium kedua pipi wanita yang sangat dia sayangi itu, dengan penuh perasaan sayang. Sosok ibu kedua yang sangat dia kasihi.

Cup!

Dania membalas dengan mencium kening putranya itu.

"Anak Mama udah besar, ya!" Gumamnya sambil tersenyum.

"Giliran kakak!" Ujar Alden, sambil memandangi adiknya dengan tatapan antusias.

"Enggak deh, nanti pacar kakak marah lagi!" Erland menggelengkan kepalanya.

"Hah? Pacar?" Beo Varen.

"Memangnya kakak punya pacar, hm?" Tanya Dania, selama ini dia hanya satu kali mendengar bahwa putra sulungnya itu memiliki kekasih, itupun waktu masih SMA, sebelum Erland mengalami kecelakaan.

Setelah Erland mengalami kecelakaan, Alden memutuskan pacarnya karena ingin menjaga adiknya.

Dia tidak ingin pacarnya mengganggunya ketika sedang menjaga sang adik, apalagi wanita itu selalu ingin dimengerti, dan ingin lelaki yang selalu ada, jadi Alden memutuskan hubungan dengan gadis itu karena merasa tidak akan bisa lagi membagi waktunya antara sekolah, menjaga sang adik yang koma dirumah sakit, dan pacaran.

"Iya Ma!" Sahut Erland.

"Minggu lalu pas Papa dan Mama nggak ada dirumah, kakak bawa cewek, katanya sih pacar!" Alden memandang tajam ke arah sang adik, memberi kode agar anak itu tidak melanjutkan perkataannya. Namun, memangnya Erland peduli? Tentu saja dia tidak peduli!

"Kakak ajak aku duduk bareng mereka, eh... Kakak malah mesra-mesraan dengan pacarnya, kan aku jadi nyamuk..."

Dania dan Varen saling pandang satu sama lain setelah mendengar hal itu, lalu terkekeh pelan.

"Terus?" Tanya Dania.

"Aku mau pergi aja dari sana, biar mereka bisa leluasa. Eh, tangan aku malah ditahan kakak, terus kakak nyium pipi aku biar aku nggak pergi. Tapi pacarnya malah cemburu pas liat kakak cium pipi aku, dia marah-marah ke kakak, aku juga kena semprot!" Erland memanyunkan bibirnya kala mengingat hal itu.

"Benar itu, Al?" Varen bertanya kearah putra sulungnya, membuat Alden gelagapan.

"I-i-ya!" Jawab Alden sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Huff... Terus kalian udah baikan?" Tanya Varen.

"Aku putusin dia, pa!" Jawab Alden.

"Lah? Kok diputusin, sih? Bertahun-tahun hidup jomblo, giliran ada cewek yang mau malah diputusin!" Ujar Dania.

"Aku nggak mau punya cewek yang nggak bisa hargain adik aku, Ma. Dia seharusnya ngerti kalo Erland itu adik aku, dan tidak sepantasnya dia berperilaku begitu, apalagi Erland juga kena omel sama dia!" Balas Alden, dia sungguh tidak terima ketika adiknya di marahi oleh perempuan itu.

Selama ini saja mereka selalu memperlakukan Erland sebaik mungkin, kalau dia berbuat salah pun, pasti hanya di tegur.

Cup!

Satu kecupan diberikan Erland dipipi sebelah kanan sang kakak, membuat Alden tersenyum.

Dia menarik tubuh adiknya itu dan menciumi seluruh wajah adiknya, membuat tawa Erland pecah.




















SEKIAN

♔ Transmigration King ♔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang