TS 45. Satu Tahun

25 4 2
                                    

Satu Tahun

Hari yang seluas samudera
Kamu persempit karena banjirnya air mata
Aku hendak mengakhiri puisi ini karena bosan dengan langkahmu yang tak juga  sesuai isi hati
Namun, nyatanya hatiku terlalu lemah untuk berdiri sendiri

Satu tahun sudah pertemuan kita
Tapi yang kamu lakukan tetap menjadi bagian dari narasi yang belum terbaca
Aku gila dalam menerka-nerka
Aku gila dalam harapan yang entah endingnya mengusung apa

Kamu tak menyapa kerinduanku
Kamu tak memeperdulikan seberapa besar aku menghargaimu
Bahkan, seakan-akan buta akan warna yang telah aku beri tombol di depan jejarimu
Belum lagi, kamu menarik ulur cerita kita hanya karena mengagungkan tokoh baru

Kamu pikir dengan mengatakan bahwa aku bukan satu-satunya itu bisa membuat jawaban dari pertanyaanku lega
Di mana coba letak perasaanmu sang madaharsa
Benar ya, semakin diperjelas semakin membuat  tertatih menenggelamkan lara
Tapi semakin dibiarkan, kita akan larut dalam perspektif yang rugi akan prasangka

Kerongkonganku kering memberi restu jejari untuk mencoba memaklumi
Hatiku remuk menyaksikan hutan sebagai tempatmu bermesra dengan tokoh baru dalam cerita kita
Otakku lelah bertahan di atas tindakan yang menjulurkan ketidakadilan
Dengan keadaan yang demikian, teganya kamu munculkan lagi sederet nama bidadari yang lagi-lagi menjadi plot hole dalam romansa kita

Gimana, sih? Puas banget membuatku hancur
Aku bohong bisa baik-baik saja, aku bohong berkata lega
Ya ...  kamu memang seharusnya dibohongi
Karena jujurku sedikit pun tak punya narasi


Azizah Bounty


Ponorogo, 31 Agustus-18 September 2024

Desahan Rindu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang