18. Hidup dan Mati (end)

471 50 4
                                    

Adara tak memperdulikan seseorang di depannya, ia hanya memperdulikan dadanya yang mulai sesak.

Seseorang tersebut mendekat, mencoba membuka rantai yang melilit tubuh Adara. Rantai tersebut lepas, ia kembali mencoba membuka rantai di kaki Adara. Saat terlepas, seseorang tersebut menggendong Adara ala brydal style.

Adara tak memberontak, tenaganya sudah habis dari kemarin. Matanya mulai tertutup sedikit demi sedikit.

*****

Adara mengerjapkan matanya beberapa kali. Saat penglihatannya jelas, ia menatap sekeliling ruangan tempatnya berada. Sudah dipastikan ia sedang berada di rumah sakit.

Badannya terasa sakit, sehari semalam duduk di kursi dengan rantai yang menjerat.

Tapi ia bingung, siapa yang membawannya kesini?

Tak berselang lama, pintu terbuka. Menampilkan sosok Gibran, Gibran berjalan mendekatinya. "Giban..." lirih Adara.

"Are you okey?" Tanya Gibran.

"Its okey.."

"Kenapa baru selamatin aku?" Tanya Adara.

"Kan kita butuh waktu buat nyari Ara.." sahut Rasya tiba-tiba datang.

"Bang Rasya.." Adara menoleh karah Rasya.

"Mama papa mana?"

"Disini!" Sahut Salma. Ia dan Fatir baru tiba sore tadi, namun mereka baru datang ke rumah sakit karena jalanan yang macet.

Salma dan Fatir mendekat. "Kamu nggak papa 'kan?" Salma mengelus puncak kepala anaknya.

"Nggak papa, ma." Adara tersenyum tipis.

*****

"ADARA!" Teriak Vio dan Naura, begitu melengking di ruangan itu.

"Rumah sakit, gaboleh teriak!" Kesal Adara.

Naura dan Vio terkekeh tanpa dosa mengingat mereka sedang berada di rumah sakit.

Naura dan Vio lalu memeluk sahabatnya itu. "Gue kangen lo..." lirih mereka.

"Gue juga.."

*****

"Gibran, Rasya, kalian hati-hati bawa mobilnya. Jagain Adara!" Ucap Salma. Fatir membawa mobil, namun Adara meminta bersama Gibran dan Rasya di mobil Gibran.

Entah mengapa, perasaan Salma tidak seperti biasa saat mendengar mereka ingin menggunakan mobil berbeda. Ia sangat khawatir dengan Adara.

Sejak tadi ia memeluk Adara, seperti tidak ingin melepaskan. "Ma, kita duluan ya.." Adara mengecup kedua pipi Salma.

"Yuk kita pulang!" Seru Adara. Ia menarik Rasya dan Gibran menuju mobil.

"Dadah!" Adara melambaikan tangannya pada Salma dan Fatir saat mobil Gibran sudah meninggalkan parkiran rumah sakit.

*****

"Giban, Bang Rasya.. kalau Dara duluan pergi jangan nangis 'ya?" Ucap Adara tiba-tiba. Ia berada di kursi belakang sendiri. Karena kata Rasya kalau duduk di kursi depan sendiri itu seperti supir.

"Gak! Dara gak boleh pergi duluan!" Kompak Rasya dan Gibran.

"Kita bertiga harus selalu bersama.. hidup dan mati!" Ucap Gibran.

"Ehhh kok nggak bisa di remm?" Panik Rasya.

Dari arah barat, terlihat truk yang sepertinya hilang kendali. Mobil tersebut oleng, dan mengebut. Saat Rasya ingin menepi, mobilnya tak bisa berhenti.

"Bang Rasya! Giban!" Panik Adara saat mobil itu semakin dekat pada mereka.

"Adara! Pegangan!" Panik keduanya.

Hingga akhirnya, mobil mereka tertindih oleh trukk tersebut.

"Bersama..." lirih Rasya.

"Hidup dan Mati.." lanjut Gibran lirih.

"Terimakasih untuk semuannya..." lirih Adara.

Berakhir sudah. Adara memilih mati bersama dengan Rasya dan Gibran. Setelah dapat melihat orang-orang tersayangnya.

End

Makasih buat para pembaca..
Makasih udah mau nyempatin baca ceritaku yang nggak seberapa ini..
Makasih untuk yang udah ngevote..
Makasih udah setia nunggu aku update sampai cerita ini end..
Jangan lupa cerita satunya ya..

Sebenernya nggak rela namatin, tapi daripada alurnya makin gajelas.
Mana update jarang...

Pokoknya be-ribu terimakasih untuk kalian.
Bye-bye!

Love Hate Relationship (GIDARA) [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang