29. tepar usai pertempuran

64.4K 1K 27
                                    

Saat ini posisi mereka masih berada di tengah jalan yang sepi nan gelap. Tak akan ada yang bisa melihat mereka dalam keadaan seperti ini atau bahkan mendengar d3s4han Megan. Bahkan, para hantu sekalipun tidak akan bisa menyaksikan perc!nt4an mereka karena kekuatan khusus Metheo. 

Metheo tidak tahu darimana asal kekuatannya itu sehingga membuatnya memiliki kekuatan yang berbeda dari makhluk. 

Dia saat ini masih belum bisa melupakan penyatuannya dengan Megan barusan. Pada akhirnya, ia pun mengubah tempat mereka sekali lagi, sehingga mereka kembali ke dalam kamar. 

Ia membaringkan Megan dengan lembut di atas ranjang dan membelai rambut wanita itu yang basah karena keringat.

Saat ini Megan sama sekali tidak bergerak karena sentuhannya, Metheo sadar bahwa Megan benar-benar dalam kondisi mengenaskan. Seluruh tubuh basah dan lengket karena cairan k3lam!n mereka. 

Metheo juga menyunggingkan senyum penuh kepuasan di atas bibirnya. Seolah-olah gempuran keperkasaannya pada lubang nikmat Megan merupakan tanda bahwa wanita itu adalah miliknya seorang.

“Well, mungkin lain kali aku akan mengisi lubangmu dengan ukuran yang lebih besar. Kuyakin kau pasti akan lebih puas pada ukuran baruku,” bisik Metheo lalu berbaring di samping Megan dan memeluk wanita itu dari belakang. 

Namun, saat tubuh mereka saling bersentuhan, ada sesuatu yang baru disadari oleh Metheo. Ia mengangkat tangannya yang dipenuhi oleh keringat dan menyadari bahwa suhu tubuhnya naik. Entah kenapa, badannya menghangat setelah perc!ntaan panasnya dengan Megan. Ini pertama kalinya terjadi.

“Padahal selama ini tubuhku terasa dingin. Apa yang sebenarnya terjadi?” tanya Metheo kepada dirinya sendiri.

***

Malam dengan cepat berganti pagi. Matahari sudah menyembul malu-malu dari balik horden kamar Megan. Sementara Megan sendiri masih saja bergelung di balik selimut tanpa memiliki keinginan untuk bangun barang sekali. 

Wajah Megan menunjukkan kelelahan yang luar biasa. Napasnya sedikit berat dari biasanya dan tubuhnya terasa lemah sehingga dia tidur dalam posisi yang sama sepanjang malam.

Di sisi lain, di luar rumah, para sahabatnya sudah membuat keributan. Mereka menekan bel rumah Megan berkali-kali, sambil memanggil nama sang pemilik rumah yang tak kunjung bangun.

“Ke mana dia? Jangan bilang belum bangun,” gerutu Rose sambil memencet tombol bel rumah Megan sekali lagi. Bunyi ‘ding dong’ bersahutan di dalam rumah, tetapi tidak ada yang menyahut.

“Sudah mencoba menelpon Megan? Aku khawatir dia sakit,” ucap Anne kemudian merogoh ponsel dari tas jinjingnya.

Madelca menunjukan panggilan yang terhubung serta bunyi nada sambung yang mengalun dari ponselnya. Hasilnya, nihil. “Tak perlu bersusah payah. Aku sudah menghubunginya, tapi Megan juga tidak menjawab panggilanku.”

Anne dengan iseng menekan gagang pintu rumah Megan, dan tanpa disangka pintu itu pun terbuka. Ternyata Megan tidak menguncinya. 

Anne melongo dan menatap kedua sahabatnya bergantian. “Ternyata pintunya tidak dikunci.”

Rose memutar matanya, merasa kesal sekaligus khawatir karena kelalaian Megan. “Ceroboh sekali. Bagaimana jika ada maling yang masuk? Dia tinggal seorang diri di rumah ini dan tidak ada yang melindunginya, cih,” celetuknya kesal.

Madelca terkekeh pelan lalu mengibaskan tangannya di depan Rose dan Anne. “Sudah, sudah, kita masuk dan omeli dia nanti saja. Pertama, kita harus pastikan apakah Megan aman dan baik-baik saja. Kita tidak pernah tahu apa yang terjadi padanya di dalam sana. Cepat.”

Hantu Tampan Penghuni Rumah Kosong 21+++ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang