Anemone-19

1.5K 174 23
                                    

Mita dan Dandi segera berlari ke arah dapur karena mendengar teriakan Ammar. Dilihatnya Shanum sudah berada dalam gendongan Ammar untuk di bawa masuk ke dalam kamarnya. Mita dan Dandi ikut panik dan mengekori Ammar masuk ke dalam kamar mereka.

"Shanum kenapa mas?" Tanya Mita yang kini mengambil posisi tepat disebelah Shanum yang tengah diperiksa oleh Ammar.

"Tensinya rendah banget ma. Kayaknya karena belum sempet sarapan deh. Tadi dia mual muntah lagi karena cium aroma bawang. Udah Ammar ingetin gak usah masak tapi ngeyel." Jelas Ammar yang dimengerti oleh Mita.

"Bukan karena flek darahnya kan mas?" Tanya Mita keceplosan yang membuat Ammar sedikit terkejut.

"Shanum ngeflek ma? Kok Shanum gak cerita sama Ammar? Mama juga kenapa gak kasih tahu Ammar?" Tanya Ammar yang merasa terkejut karena merasa dibohongi oleh Shanum.

Mita seketika diam. Begitupun dengan Dandi. Sudah Dandi ingatkan untuk tak ikut campur pada urusan Shanum dan Ammar. Apalagi membantu Shanum menyembunyikan sesuatu meskipun itu hal kecil pada Ammar.

Ammar beranjak dengan merapikan peralatannya setelah tadi memberikan infus untuk Shanum. Ia terlihat buru-buru keluar dari rumah. Tentu saja berpamitan terlebih dahulu pada mertuanya itu, bagaimana pun rasa hormatnya tak akan berkurang sekalipun perasaannya sedang tidak baik-baik saja.

"Pi, Ammar pamit ke rumah ibu sebentar ya. Titip Shanum dulu. Nanti kalau Shanum bangun tolong disampaikan Ammar masih di tempat ibu." Ucap Ammar sambil mencium tangan Dandi lalu beranjak pergi.

***

To : dr. Fernand, Sp.OG.

Nand.
Tolong ke rumah papi bisa?
Shanum kayaknya hiperemesis gravidarum.
Sama sedikit flek. Bisa cek keadaan Shanum?

Oke. Habis poli gue ke rumah.

Ammar melajukan mobilnya dengan kecepatan lumayan tinggi. Tujuannya adalah rumah Lastri. Ia hanya ingin menenangkan pikiran sebelum bertemu Shanum nanti. Ammar tidak ingin ada kalimatnya yang nanti menyakiti Shanum.

"Kok sendirian mar?" Tanya Lastri saat pertama kali membukakan pintu untuk Ammar.

"Shanum masih di rumah papi Bu. Ammar pengen main kesini sebentar. Mau istirahat di kamar. Kangen aja." Ucap Ammar tak memberitahu Lastri apa yang tengah ia pikirkan.

"Ya udah sana istirahat. Nanti ibu masakin makan siang buat kamu. Makan di sini aja ya? Apa tanggal merah to hari ini? Kok ndak ke puskesmas?" Tanya Lastri penasaran.

"Oh iya Bu, tadi Shanum minta di temenin. Jadi hari ini Ammar izin." Jawab Ammar sekenanya agar Lastri tak semakin bertanya. "Ammar ke kamar dulu ya Bu." Pamit Ammar kemudian berlalu meninggalkan Lastri.

Entah ada apa dengannya hari ini. Perasaannya mendadak sensitif. Hanya kebohongan kecil, namun sulit Ammar terima. Keadaannya justru membawanya pada kenangan tentang orangtuanya yang membuat Ammar nampak bersedih.

"Bapak mau punya cucu tapi ndak bisa lihat ya pak? Allah lebih sayang bapak. Biar bapak tidak sakit lagi." Gumam Ammar pada sebuah pigura yang ada di atas lemari kecil di kamarnya.

"Kalau bapak masih ada pasti seneng bisa ajak cucu bapak naik sepeda. Dibonceng di keranjang depan sepeda bapak. Di ajak kesana kesini. Maafin Ammar ya pak, belum tuntas bakti Ammar sama bapak tapi bapak sudah pergi." Ucap Ammar yang kini mulai sedikit menitikan airmata.

"Ammar kangen pak. Kalau ada bapak, pasti ada yang ngingetin Ammar untuk gak marah sama Shanum. Tapi Ammar bukannya marah, Ammar hanya kecewa karena Ammar juga gak pernah ngajarin Shanum berbohong untuk hal sekecil apapun. Mungkin Ammar salah ya pak pulang kesini, tapi Ammar juga gak mau emosi dulu sebelum Shanum membaik."

AnemoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang