Anemone-37

1.5K 184 30
                                    

Shanum benar-benar sedih atas perlakuan Ammar. Sebagai seorang ibu, tanpa disalahkan pun ia sangat merasa bersalah atas kejadian yang menimpa Rumma dan Rummi. Jika bisa ia cegah sudah pasti ia cegah tanpa Ammar minta. Namun fisiknya yang dalam keadaan hamil membuat ruang geraknya sangat terbatas.

"Mas gak makan malam?" Tawar Shanum pada Ammar yang tengah bermain lego bersama Rumma dan Rummi.

"Iya nanti." Jawabnya singkat.

"Mau Shanum siapkan dulu?" Tanyanya lagi masih begitu lembut pada Ammar.

"Gak usah nanti aja, mas belum lapar."

Shanum menghela nafasnya, dia menyadari kesalahannya namun apa boleh Ammar mendiamkannya sampai seperti ini? Jika ditanya lukanya, pastilah Shanum yang lebih terluka melihat anaknya mendapat jahitan di kepala tanpa dapat mencegahnya. Tapi Shanum juga sadar, mungkin sedang ada masalah lain yang Ammar pikirkan yang membuatnya menjadi semarah ini padanya.

"Rumma dan Rummi mau makan gak sayang?" Tawar Shanum kini berganti pada kedua anaknya yang masih sibuk dengan mainannya.

"Kak Rumma, mau makan gak sayang?" Tanya Shanum lagi pada Rumma.

"Iya umik, tapi nanti dulu." Jawabnya tanpa menoleh pada Shanum.

"Biarin aja mik, nanti biar aku yang nyuapin." Balas Ammar yang membuat Shanum sebenarnya ingin sekali menangis.

"Rummi gak mau makan di suapin umik?" Kini Shanum berganti menanyai anak perempuannya itu.

"Mau umik. Ah tapi nanti saja lummi makan sama Abi." Jawab Rummi lalu kembali sibuk dengan mainannya itu.

Shanum tak heran jika kedua anaknya menolak makan dengannya. Karena memang Ammar yang lebih sering menemani mereka makan. Kedekatan Ammar dan anak-anaknya tak perlu diragukan lagi. Namun masalahnya dengan Ammar membuatnya merasa lebih sensitif, merasa ditolak dan tak berharga menjadi seorang ibu.

"Ya udah." Jawabnya lemas, yang berhasil membuat Ammar melirik ke arahnya.

"Sayang-sayangnya Abi." Panggil Ammar pada kedua anaknya.

"Ya Abi?" Jawab Rumma dan Rummi bersamaan.

"Kakak Rumma kan harus minum obat, jadi sekarang waktunya makan. Kalau kakak makan, adek Rummi juga harus makan. Di taruh dulu ya mainannya nanti kita main lagi, sekarang Rumma dan Rummi ke ruang makan gih samperin oma."

"Oke Abi." Jawab keduanya langsung berdiri dan berlari keluar kamar.

***

"Sayang. Mas minta maaf ya?" Ucap Ammar pada Shanum yang sedari tadi masih dengan ekspresi sedihnya.

"Aku jadi istri gak berguna ya mas?" Tanya Shanum dengan senyum getirnya.

"Siapa yang bilang?" Tanya Ammar dengan tatapan penuh rasa bersalah. Mungkin benar sikapnya pada Shanum hari ini sangat keterlaluan.

Shanum hanya tersenyum penuh kekecewaan. Ia tahu perannya sebagai ibu masih jauh dari kata sempurna, tapi sikap Ammar dan anak-anaknya hari ini sungguh menggores luka sangat dalam di hatinya.

"Maafin mas, karena tadi keterlaluan sama kamu." Ucap Ammar membawa Shanum ke dalam dekapannya.

"Kamu ibu hebat. Kamu ibu yang baik." Ucapnya lagi sambil mengecupi kening Shanum.

"Aku gak bisa jagain anak-anak mas." Ucap Shanum lirih dalam dekapan Ammar yang membuat Ammar semakin merasa bersalah dibuatnya.

"Gak sayang. Mas minta maaf. Mas tadi cuma kalut karena beberapa masalah di pekerjaan. Tiba-tiba dapat telfon dari Dwi ngabarin Rumma sama Rummi keserempet motor. Ditambah mas nelfonin kamu gak diangkat. Mas kelewat panik tadi. Maafin mas maaf." Ucap Ammar lagi semakin mengeratkan pelukannya pada Shanum yang kini malah terisak.

AnemoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang