"Mama aku ingin puding, bisakah Mama membuatkannya untukku?" Tanya Awan di tengah-tengah permainan kami.
"Papa juga bisa membuatkannya, apa kamu ingin mencoba puding yang Papa buat?" Selaku.
"Tidak, aku ingin Mama yang membuatkannya" Kekeh Awan.
Aku juga tidak mau kalah dari Awan, aku tetap memaksanya agar mau menikmati puding yang akan aku buat. Aku khawatir itu akan merepotkan Becky, karena aku tahu betul dia pasti masih lelah dengan pekerjaannya kemarin.
"Papa saja"
"Mama"
"Papa"
"Diam, tidak bisakah kita bermain dengan tenang?" Ucap Becky jengah. "Kamu menginginkan puding. Apakah kamu sakit sayang?" Lanjutnya cemas.
Tepat filling seorang ibu tidak pernah salah apa lagi puding adalah makanan favorit Awan ketika dia merasa tak enak badan.
"Sekarang tidak" Balasnya tanpa ingin repot menatap wajah ibunya. "Tapi semalam iya. Mama tahu! Aku dan Papa kemarin bermain hujan" Polosnya.
Aku terperanjat dari dudukku terkejut dengan pengakuan lelaki licik itu. Kapan aku mengajaknya bermain hujan, bukankah dia yang merajuk dan melarikan diri.
"Tidak-tidak. Awan berbohong, Papa tidak mengajaknya bermain" Bantahku.
"Sungguh Mama" Kali ini Awan mendongak ke arah ibunya. "Papa lupa?" Tanyanya menoleh kepadaku. "Baiklah Aku ingatkan! Papa kemarin bilang; 'ayo kita bermain hujan bersama'. Papa juga mengatakan kalau Papa sudah lama tidak bermain hujan lalu Papa duduk di sebelahku dan mengikuti apa yang aku lakukan saat itu, bahkan Papa juga mengatakan untuk membuat perahu dari daun-daun itu, jadi aku tidak berbohong kan Mama?" Tanyanya kepada ibunya di akhir kalimat.
"Kamu tidak berbohong sayang. Lalu apa super Hero Mama sudah benar-benar sembuh sekarang?"
"Benar. Aku sangat sembuh, tapi Mama semalam aku tidak mendapatkan puding ku jadi sekarang Awan sangat menginginkannya"
"Kamu akan mendapatkannya dalam 30 menit" Kata Becky mencium Awan dan mencubit pinggangku sebelum ia beranjak dari duduknya.
Kini hanya tinggal aku dan Awan yang tersisa, dengan memainkan segala macam mobil mainan yang ada, anak itu terhanyut dalam dunianya sendiri, sementara aku cemas dengan kejujuran anak itu, tidak tahukah dia kalau ibunya siap menerkam dan mencabik-cabik mangsanya.
"Kenapa kamu bilang pada Mama kalau kita bermain hujan?" Tanyaku mengganggu konsentrasinya.
"Oh, apakah itu seharusnya menjadi rahasia?"
"Tentu saja"
"Maaf, tapi Papa tidak mengatakannya sebelumnya"
"Papa pikir kamu sudah tahu. Kamu tahu kan Mama selalu berubah jadi monster jahat ketika kita nakal"
"Ya Mama monster yang sangat jahat!" Teriknya setuju dengan apapun yang aku katakan.
Teriakan itu tentu saja mengundang monster kami, aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan, satu-satunya hal yang aku pikirkan saat ini hanya melarikan diri.
Ya melarikan diri.
"Apa yang kalian katakan.... Fren jangan pergi, awas saja kamu" Kalimat terakhirnya penuh dengan ancaman ketika dia melihatku melarikan diri menuju kamar kami. Kamar aku dan Becky.
Hampir 4 jam aku mengurung diri dan terlelap dengan nyenyak, waktu menunjukan pukul 7 malam dan aku baru bangun tidur? Baiklah aku siap untuk bergadang.
Lagi pula sudah lama aku tidak berolah raga malam, mungkin ini saat yang tepat. Ayo lakukan!
Tapi sebelum itu aku bangun dan mencari keberadaan Becky dan Awan, alih-alih menunggunya di kamar dan langsung menerkamnya aku memilih mencari mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dendilion (FreenBecky)
RomanceBagian yang seharusnya tergenggam erat dan penyempurna kisah bahagia, tapi sayangnya cinta tak selalu berakhir bersama, kadang kala melepaskan adalah solusi terbaik untuk sesuatu yang sulit digenggam.