O6. Tawa di tengah Duka

14 7 0
                                    

...

Clemira menatap ponselnya dengan perasaan ragu. Dia tahu bahwa Meshal tidak pernah benar-benar peduli dengan apa yang dilakukannya, tetapi sebagai istri, ia merasa perlu meminta izin sebelum keluar rumah. Dengan napas dalam, dia mengetik nomor Meshal dan menekan tombol panggil.

Tak lama kemudian, suara datar Meshal terdengar di ujung telepon. "Ada apa?" tanyanya tanpa basa-basi.

"Assalamu'alaikum, Meshal," Clemira memulai dengan suara lembut, mencoba terdengar sopan meski ia tahu bahwa Meshal mungkin tidak akan meresponnya dengan antusias. "Aku ingin meminta izin untuk pergi keluar bersama temanku, Salma dan Elvira. Mereka sedang liburan di Indonesia, dan kami berencana untuk bertemu."

Meshal terdiam sejenak di ujung telepon, membuat Clemira semakin merasa tegang. Akhirnya, dengan nada yang sama dinginnya, Meshal menjawab, "Ya, silakan saja. Aku tidak keberatan." Tidak ada emosi, tidak ada perhatian-hanya kata-kata formal yang seolah terpaksa.

"Terima kasih, Meshal," jawab Clemira pelan, meskipun hatinya sedikit terluka oleh respons yang dingin itu. Dia menutup telepon dan menghela napas panjang.

Selanjutnya, Clemira pergi menemui Shabira yang sedang duduk di ruang tamu, asyik dengan ponselnya. "Shabira, aku akan pergi keluar untuk bertemu teman-temanku. Mungkin akan kembali sedikit terlambat," kata Clemira, berharap setidaknya Shabira akan merespon dengan sedikit perhatian.

Namun, Shabira hanya mengangkat bahu dan menjawab tanpa mengalihkan pandangannya dari layar ponsel. "Oh, baiklah. Hati-hati di jalan," katanya singkat, sama sekali tidak menunjukkan minat.

Clemira tersenyum kecil, meskipun senyum itu terasa pahit. Dalam hatinya, ia tak bisa menahan rasa malangnya. Dulu, ketika masih tinggal bersama orang tuanya, dia selalu dimanjakan dan disayangi tanpa henti. Setiap keinginan dan kebutuhannya selalu dipenuhi dengan cinta dan perhatian yang melimpah. Namun, setelah menikah, kenyataan hidupnya sangat berbeda. Ia sering merasa diabaikan, baik oleh suaminya maupun oleh keluarga barunya.

Clemira mengenakan jilbab berwarna salem yang lembut, dipadukan dengan abaya dengan warna senada yang membalut tubuhnya dengan anggun. Warna salem yang dipilihnya khusus untuk hari ini memberikan kesan tenang dan feminin, seolah mencoba mengangkat suasana hatinya yang tengah diliputi kelelahan emosional. Di wajahnya, ia mengenakan cadar tipis yang juga berwarna salem, menyempurnakan penampilannya dengan kesederhanaan yang menawan.

Sebelum pergi, Clemira mengambil tas selempang kecil berwarna krem yang serasi dengan busananya, dan menggantungkannya di bahunya. Ia menatap dirinya di cermin, melihat sosok yang meskipun tampak anggun dari luar, tengah berjuang dengan perasaan dan kenyataan hidup yang tidak sesuai harapannya.

"Mungkin pertemuan dengan Salma dan Elvira bisa membuatku merasa lebih baik," gumamnya pelan sebelum melangkah keluar dari rumah. Meskipun hatinya terasa berat, ia berusaha untuk tetap tegar dan tidak membiarkan kesedihannya menghancurkan harinya.

Dengan langkah pelan namun mantap, Clemira berjalan keluar dari rumah menuju pertemuan yang sudah direncanakannya, berharap setidaknya hari ini, ia bisa merasakan kebahagiaan yang sudah lama hilang dari hidupnya.

Clemira melangkah keluar dari rumah, disambut oleh suasana sore yang begitu menenangkan. Langit kelabu dengan kabut tipis menggantung di atas, menciptakan pemandangan yang misterius namun damai. Sinar matahari yang akan terbenam tersembunyi di balik awan, menyebarkan cahaya lembut ke seluruh penjuru, memberi kesan hangat yang samar. Semilir angin bertiup perlahan, menggoyangkan dahan pepohonan di sekitar, seakan menyambut langkahnya yang tenang.

Di antara suasana sore yang begitu tenang ini, Clemira merasa sedikit terhibur. Ada ketenangan yang meresap di dalam dirinya, meskipun hatinya masih diliputi oleh rasa sepi dan kesedihan. Saat melangkah lebih jauh, Clemira menatap langit yang kelabu itu, merasakan hembusan angin yang seakan membisikkan kata-kata penghiburan kepadanya.

Rahasia di Balik Istana Pasir (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang