Pagi itu, matahari bersinar lembut melalui jendela kamar, menciptakan suasana hangat yang menyambut hari baru. Suara burung berkicau lembut di luar, dan udara pagi terasa segar. Clemira sedang sibuk menyiapkan koper, memastikan setiap barang penting, termasuk paspor dan tiket pesawat, sudah dimasukkan dengan rapi.
Di meja makan, Clemira dan Meshal duduk bersama untuk sarapan. Sarapan pagi itu sederhana, terdiri dari roti, selai, dan secangkir teh hangat. Meshal tampak lebih tenang daripada biasanya, walaupun perasaan di antara mereka terasa tegang. Clemira menatap Meshal dengan penuh perasaan, merasa berat hati harus meninggalkannya.
Setelah sarapan, Clemira berdiri, lalu dengan penuh keberanian, mendekati Meshal dan memeluknya. Meshal tampak terkejut sejenak, namun segera membalas pelukan itu. Clemira merasakan kehangatan dan kekuatan dari pelukan Meshal, membuatnya enggan melepaskan pelukan tersebut. Ada sesuatu yang berbeda dalam sentuhan itu, perasaan yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata.
“Jangan lupakan aku di sana,” bisik Clemira, suaranya hampir tidak terdengar.
“Tidak mungkin,” jawab Meshal lembut, mengelus kepala Clemira dengan penuh kasih sayang. “Jaga diri baik-baik.”
Meshal mengulur waktu dari jadwal kerjanya untuk mengantarkan Clemira ke bandara Soekarno-Hatta. Mereka berjalan menuju mobil, tangan Clemira digenggam erat oleh tangan besar Meshal. Setiap langkah terasa berat, seolah waktu berjalan lebih lambat.
Sesampainya di bandara, Meshal membantu Clemira membawa koper ke area check-in. Ketika saat perpisahan tiba, Meshal melepaskan genggaman tangannya dan dengan lembut menangkup wajah Clemira yang tertutup setengah oleh cadar. Ia kemudian mencium kening Clemira dengan lembut, untuk pertama kalinya.
“Safe flight, Clemira,” ucap Meshal, suaranya penuh perhatian.
Clemira merasa pipinya memerah, meski cadar menutupinya. Senyum kecil muncul di wajahnya. “Terima kasih, Meshal. Aku akan segera pulang.”
Dengan penuh perasaan, mereka berpisah di area check-in. Clemira melangkah ke arah gerbang keberangkatan, melihat Meshal terakhir kali sebelum memasuki ruang tunggu. Dia merasa campur aduk—bahagia, gugup, dan sedikit sedih.
Clemira menjalani proses check-in dan imigrasi, akhirnya memasuki ruang tunggu dan menunggu penerbangannya. Tak lama kemudian, panggilan untuk penerbangan ke Bandara Internasional Cairo terdengar, dan Clemira bersiap untuk naik pesawat. Dengan hati yang penuh harapan dan pikiran tentang Salma dan Elvira, dia memasuki pesawat dan terbang menuju Mesir.
...
Setelah penerbangan yang panjang, Clemira akhirnya tiba di Bandara Internasional Kairo. Sesampainya di bandara, suasana sangat berbeda dari Jakarta. Udara di Kairo terasa lebih kering dan hangat, dengan suhu yang mungkin lebih tinggi dari yang diperkirakan Clemira.
Di luar bandara, langit biru cerah dan matahari bersinar terang, memantulkan warna-warna keemasan pada bangunan-bangunan di sekitar.
Bandara Internasional Kairo sendiri adalah bangunan modern yang dilengkapi dengan fasilitas canggih, namun tetap mempertahankan sentuhan arsitektur tradisional Mesir dengan lengkungan dan ornamen khas Timur Tengah.
Clemira merasakan kehangatan sambutan kota yang dipenuhi dengan aktivitas, kendaraan yang bergerak cepat, dan hiruk-pikuk orang-orang yang berlalu lalang.
Setelah proses imigrasi dan pengambilan bagasi, Clemira keluar dari bandara dan segera merasakan perbedaan suasana di Kairo. Tak lama kemudian, sebuah mobil yang telah dipesannya menjemputnya. Mobil itu bergerak melalui jalan-jalan besar yang lebar dan sibuk, dihiasi dengan gedung-gedung tinggi serta desain arsitektur yang mencolok.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rahasia di Balik Istana Pasir (END)
Teen Fiction"Kau tahu, Clemira," Meshal mulai berbicara, suaranya penuh ketenangan yang menakutkan. "Aku bukan hanya suamimu. Aku juga akan menjadi orang yang mengambil alih apa yang kau miliki. Keluargamu... perusahaanmu... semua itu akan menjadi milikku." Cle...