Salina sampai di rumah tepat pukul sembilan malam. Setelah pulang kerja tadi sore, ia memutuskan untuk nongkrong di salah satu Mall bersama dengan Nova, sahabatnya dari zaman kuliah sekaligus rekan kerjanya. Ia sengaja pulang larut malam karena ingin menghindari ayahnya yang mungkin saja kembali mengungkit perihal tadi pagi.
Salina berjalan pelan masuk ke dalam rumah yang sudah dalam keadaan sepi dan sunyi. Biasanya suara dari televisi di ruang tengahnya menyala hingga jam sepuluh malam. Tapi hari ini hanya kesunyian yang dirasanya karena kemungkinan orang tuanya memilih istirahat lebih awal.
Setelah mengunci pintu depan, Salina langsung naik ke lantai dua menuju kamarnya. Ia melempar tasnya asal lalu merebahkan dirinya ke atas kasur. Mata indahnya menatap lekat langit-langit kamar. Ide gila Nova tadi pagi kembali masuk ke dalam pikirannya. Ia kembali memikirkan ucapan Nova yang ada benarnya.
Sepertinya gak ada salahnya untuk dicoba.
Salina mendesah pelan lalu bangkit dari atas kasurnya dan berjalan menuju kamar mandi yang ada di dalam kamarnya. Ia ingin cepat-cepat membersihkan diri lalu kembali berbaring.
*****
Pagi itu, Salina buru-buru keluar dari kamarnya. Ia berniat mengambil selembar roti tawar yang ada di atas meja makan, mengoleskan selai coklat diatas rotinya lalu buru-buru pergi meninggalkan rumah. Tapi rencananya mendadak hilang ketika matanya bertemu pandang dengan ayahnya yang ternyata sudah lebih dulu duduk di kursi meja makan.
"Sarapan Sal"
Salina menggeleng pelan lalu menuang air putih dari dalam teko kaca ke dalam gelas miliknya.
"Salina sarapan di kantor aja pa. Hari ini hari terakhir pertemuan investor di kantor, jadinya Salina buru-buru mau pergi"
"Nanti malam jangan lupa. Papa sudah atur pertemuan kamu jam delapan malam. Lokasinya nanti Papa infokan lagi ke kamu"
Salina menghentakkan kuat gelasnya pada meja makan setelah ia meneguk habis air yang ada di dalam gelas. Tangan kirinya meremas kuat blazer yang dikenakannya. Sebisa mungkin ia menahan emosinya yang hampir keluar pagi itu.
"Pa... Salina udah punya pacar. Jadi stop nyuruh-nyuruh Salina untuk datang ke kencan buta yang selalu Papa rencanakan itu"
Ayah Salina tertawa remeh. "Jangan banyak alasan, Salina. Papa tau kamu itu lagi bohong sekarang"
"Salina beneran Pa"
"Coba sini, Papa mau lihat. Kalau kamu bilang beneran, minimal kamu punya foto cowok kamu"
Salina terdiam. Ia tak dapat berkutik setelah mendengar ucapan ayahnya. Ia memilih pergi meninggalkan ruang makan.
"Nanti malam jam delapan, Sal!!!"
Salina membanting pintu depan rumahnya sambil ngedumel kesal.
*****
Pintu besi penghalang berbunyi setelah Salina menempelkan id card-nya ke alat sensor tersebut. Begitu terbuka, Salina langsung masuk ke dalam kantornya lalu berjalan menuju lift yang berada di sebelah kanan lobi.
Di dalam lift, ia mati-matian memikirkan cara agar tidak pergi ke acara kencan buta tersebut. Namun ide gila Nova kemarin selalu masuk ke dalam pikirannya. Begitu sampai di lantai 16 dan pintu lift terbuka, Salina langsung masuk ke dalam office hall yang agi-lagi masih dalam keadaan sepi, cuma terlihat Mbak Arum dan Nova.
"Pagi Mbak Arum", sapa Salina ramah. Ia berusaha menyembunyikan ekspresi kesalnya tadi saat menatap atasannya itu.
Wanita cantik pertengahan usia tiga puluh itu hanya tersenyum lalu mengusap pelan lengan Salina.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pentas Cinta (On Going)
FanfictionPentas cinta adalah sebuah pertunjukkan yang menampilkan sebuah sandiwara cinta yang terpaksa dilakukan oleh seorang wanita demi membatalkan keinginan ayahnya yang terus memintanya untuk segera menikah. Akan tetapi semua rencana yang telah disusun s...