#SEMBILANBELAS

140 24 1
                                    

“Kenapa gak bilang-bilang dulu kalau mau ke rumah?”

“Gak sempat Yan. Buru-buru soalnya”, ujar Salina lalu menyerahkan totebag hitam yang dibawanya kepada Lian.

“Nih!”

“Ini apa?’, tanya Lian bingung. Ia terpaksa mengambil totebag itu karena Salina terus memaksanya.

“Dimakan. Kalau dingin tinggal diangetin aja lagi”

Salina dengan cepat masuk ke dalam mobilnya. Ia tak membiarkan Lian untuk berbicara kepadanya

“Saya pergi dulu, Yan”, ucap Salina setelah ia menurunkan kaca mobilnya. “Udah hampir telat soalnya”

Mobil Salina berbelok lalu tak lama pergi meninggalkan rumah Lian.

Selepas kepergian Salina, Lian masih menatap totebag di tangannya. Ia sendiri pun masih tak tau apa isi di dalam totebag hitam tersebut.

Lian bergegas masuk ke dalam rumahnya menuju dapur. Ia dengan cepat mengeluarkan satu persatu kotak dari dalam totebag tersebut lalu menaruhnya ke atas meja makan. Lian menarik kursi dari dalam meja makan kemudian duduk sambil masih mengamati tiga buah kotak makan di depannya.

“Ini apa?’, gumam Lian

Satu persatu kotak makan tersebut dibuka oleh Lian. Ada bubur tim ayam wortel, sekotak buah potong segar dan avocado chicken toast.

"Gila!"

Mata Lian berbinar-binar dan mulutnya menganga melihat deretan makanan itu di depannya. Perlahan-lahan senyumnya pun ikut mengembang sempurna. Tapi ekspresi Lian sedikit berubah melihat bubur tim ayam wortel itu. Bubur itu lebih mirip makanan bayi ketimbang bubur ayam pada umumnya. Meski begitu Lian tak ambil pusing, ia engan cepat menyendok bubur itu dan memasukkannya ke dalam mulut.

Lian membelalakkan matanya terkejut dengan rasa bubur tersebut. Bubur itu benar-benar enak. Sangat berbanding terbalik dengan tampilan visual bubur tersebut. Ia tadinya hampir tidak berekspektasi tinggi setelah meliat tampilan bubur itu.

“Ekhm!!!”

Bik Enah tiba-tiba berdehem di samping Lian, membuatnya menoleh kaget.

“Bik Nah kapan masuknya? Kok Lian gak tau”

Bik Enah mencebikkan bibirnya sambil menatap deretan kotak makanan di depan Lian. “Yaaa gimana mau tau. Wong Mas Lian sibuk sama makanannya”

Lian hanya terkekeh pelan sambil kembali memakan makanannya. Ia sempat menawari makanannya itu kepada Bik Enah, tapi wanita paruh baya itu langsung menolaknya mentah-mentah.

“Dari Mbak Salina kah, Mas?”

Lian hanya manggut-manggut karena mulutnya yang penuh dengan makanan.

“Enak toh kalau punya pacar, kan? Sakit ada yang merhatiin gini”

Lian hanya senyum-senyum mendengar ucapan Bik Enah. Ia pun kembali memakan makananya dengan perasaan senang.

*****

“Lu kenapa sih?”, tanya Nova sebal karena ia risih mendengar Salina yang terus mengetuk-ngetuk ponselnya ke atas meja. Pekerjaannya hampir tak selesai karena ulah wanita itu.

“Berisik tau nggak”

“Nov?”

“Apa?!”

Salina langsung menggeser kursinya ke tempat meja kerja Nova. “Kok Lian gak ada chat gue, ya?”

Nova memicing tajam sambil menyeringai menatap Salina. “Hayo!!! Mulai kecarian kan lo!”

“Apa sih?!”. Salina menarik lengannya yang sedari tadi ditusuk-tusuk oleh jari Nova.

Pentas Cinta (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang