#ENAMBELAS

194 24 5
                                    

Salina memarkirkan rapi mobilnya di sisi kiri karena tempat ia biasa parkir sudah dipenuhi oleh belasan motor disana.

“Papa ada Mang?”

Seorang pria paruh baya yang bekerja sebagai penjaga gudang pabrik kayu menyambut Salina yang baru turun dari mobil. “Ada Mbak. Tapi lagi ketemuan sama teman bisnisnya.”

“Udah lama?”

“Lumayan Mbak. Sudah hampir dari sore tadi. Ada perlu apa Mbak? Mau saya panggilin?”

Salina menggeleng. “Gausah Mang. Aku tunggu aja”

Salina akhirnya memilih duduk di bangku depan gudang pabrik. Cukup lama menunggu hingga tak sadar 15 menit berlalu begitu saja. Menunggu memang salah satu pekerjaan yang membosankan dan paling Salina benci. Ia akhirnya memilih berjalan-jalan mengitari area gudang.

Sangking asyiknya, Salina sampai tak sadar berjalan hingga ke depan pintu gerbang. Salina celingak-celinguk menatap sisi kanan dan kiri jalanan yang terlihat cukup sepi. Lokasi gudang pabrik yang berada di ujung jalan dan jauh dari kawasan perumahan masyarakat menjadi salah satu faktor pendukung suasana sepi malam ini.

Meski sudah di peringati berbahaya oleh penjaga pabrik, Salina tetap berjalan-jalan di area luar gudang pabrik kayu.

“Gapapa Mang. Aku cuma deket-deket sini aja kok”

Salina terus berjalan hingga menjauh dari area gudang pabrik kayu. Meski jalanan di depannya tampak sepi, Salina sama sekali tak merasa takut. Bagi Salina, hal yang paling ia takuti di dunia ini cuma pernikahan.

"Lah kemana?", gumam Salina sedikit terkejut begitu merogoh dalam tasnya. Beberapa detik kemudian ia tersadar jika ponselnya tertinggal di dalam mobil.

Ia berdecak sambil kembali merogoh sisi tas yang satunya, mencari ponsel lainnya yang selalu ia bawa kemana-mana.

Salina dengan cepat mengarahkan ponselnya pada deretan kebun jagung di seberang jalan. Padahal deretan tanaman jagung itu tak terlihat begitu jelas, tapi Salina terus saja membidik dengan kamera ponselnya itu.

“Ck! Ah! Ngeblur gini”, decaknya sebal begitu melihat hasil tangkapannya tak begitu memuaskan. Ia kembali mengatur letak posisi ponselnya agar bisa mendapatkan hasil yang bagus.

Hah!

Salina kaget begitu ada seorang pria yang merampas ponselnya. Pria itu tertawa terbahak-bahak sambil memegangi ponsel Salina.

“Ngapain Mbak malam-malam sendirian begini”

“Balikin hape gue!”, ucap Salina setengah memekik. Tapi pria itu malah meledek Salina dengan menggerak-gerakkan ponsel sambil sesekali tertawa dengan suara tawanya yang menggelegar.

“Nih! Ambil kalau berani”. 

“Balikin gak! Atau gue teriak nih!”

Pria itu masih saja tertawa. “Teriak aja. Gak bakal ada yang denger juga”

“AAAKKHHHH TOLONG!! TOLONGIN SAYAAA!!”

Lelaki itu kembali tertawa melihat Salina yang terus memekik kencang.

“TOLONGGG!!!!”

“Terus aja Mbak. Sampai urat leher lu putus”

“TOLONG!! TOLONGIN SAYAAA!!”

Salina cemas ketika tak ada satu pun orang yang terlihat mendatanginya. “SIAPA PUN TOLONGIN SAYA!!!”

Heh! Stop!", gertak pria itu. Raut wajahnya seketika berubah menjadi marah. "Suara lo bikin gendang telinga gue pecah”

Pentas Cinta (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang