#SEPULUH

209 23 0
                                    

Tok...
Tok...
Tok...

Terdengar suara pintu kamar yang diketok oleh seseorang dari arah luar. Salina yang saat itu tengah memakai krim wajah di depan meja rias sontak menoleh ke arah pintu, kemudian dengan cepat berjalan membuka pintu kamarnya.

"Gue nginep disini yaa"

Tampak Nova berdiri di depan pintu dengan senyum lebarnya sambil menjinjing tas berwarna coklat. Tanpa dipersilahkan oleh si pemilik kamar, ia dengan cepat masuk ke dalam kamar bernuansa putih gading itu.

"Tumben?", tanya Salina seraya melipat kedua tangannya di dada begitu melihat Nova yang sudah menjatuhkan tubuhnya di atas kasur miliknya.

"Pengen nemenin lo aja", jawab Nova lalu bangkit dari tidurnya. Ia memandangi Salina yang masih menatapnya.

"Do you want to share anything?"

Salina hanya menganggukkan kepalanya menjawab pertanyaan Nova.

Nova lantas menepuk-nepuk kasur di sebelahnya, meminta Salina untuk cepat duduk disampingnya. Ia juga memberikan sebuah bantal untuk dipeluk oleh Salina.

"Gue yang tanya atau lo sendiri yang cerita?"

"Lo yang tanya aja deh. Gue bingung mau memulai cerita dari mana"

Nova mengangguk lalu menyandarkan tubuhnya pada sandaran tempat tidur. Mencari posisi ternyaman sebelum berbicara.

"Lo tadi jadi nggak ngaku ke bokap lo soal itu?"

Salina menggeleng pelan. Tatapannya lurus ke depan, ia tak menoleh sedikit pun pada Nova.

"Kenapa?", tanya Nova penasaran

"Awalanya gue berniat ngajak Lian ngaku, cuma setelah gue pikir-pikir lagi kayanya gue harus lanjutin sandiwara ini"

"Alasannya?"

"Papa"

"Pak Darmaji?"

Salina mengangguk mengiyakan ucapan Nova. Napasnya terasa berat saat kembali berbicara.

"Kalo misalkan gue ngaku semua kebohongan yang gue lakukan, yang ada Papa akan semakin gencar menjodoh-jodohkan gue sama laki-laki lain sampai gue mau menikah. Dan kalo gue memilih tetap melanjutkan sandiwara ini, kayanya Papa akan berhenti menjodohkan gue"

"Tapi kan konsekuensinya lo bakal ditodong nikah terus menerus sama bokap lo"

Salina kembali mengangguk. "Kalaupun gue diharuskan menikah dengan Lian, kayanya pernikahan itu hanya untuk status doang. Setelah menikah, gue akan tetap dengan kehidupan gue dan Lian dengan kehidupannya sendiri"

"Sal gak usah gila deh!"

"Cuma ini satu-satunya cara agar gue terhindar dari perjodohan-perjodohan gak masuk akal itu, Nov. Gue juga dari tadi udah mikirin soal ini dan rencananya minggu depan bakal gue omongin sama Lian"

"Lo yakin?"

"Gue yakin Nov"

Nova hanya mendesah pelan lalu mengangguk paham. Ia mencoba mengerti dan menerima semua keputusan sahabatnya itu.

"Lian gimana orangnya?", tanya Nova antusias. Salina dengan cepat menoleh menatap Nova.

"Sejauh ini menurut gue dia cowok yang baik, sopan meskipun kadang nyebelin dikit", ungkap Salina. Matanya menatap intens mata Nova saat sedang berbicara.

"Tapi emang baik kok, Nov. Kesan pertamanya gak kaya cowok-cowok yang biasa gue temui waktu gue kencan buta"

Nova tersenyum menggoda lalu menyenggol lengan Salina. "Gantengnya belum lo sebutin"

Pentas Cinta (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang