Salina mendadak tersadar dari lamunannya. Ia lantas mengerutkan keningnya begitu jalanan di depan sana sangat asing dan tak pernah ia lewati sebelumnya.
“Kita mau kemana?”
“Ke rumah saya”
Salina dengan cepat menoleh pada Lian. “Hah? Ngapain?”
Lian menatap Salina sekilas. “Kamu bilang ada yang mau kamu sampaikan terkait kesepakatan kita, kan? Sama, saya juga. Ada kesepakatan yang mau saya sampaikan juga ke kamu”
“Kenapa harus di rumah kamu? Kita bisa cari cafe terdekat di sekitaran sini”
Lian menggeleng. “Cafe terlalu ramai. Obrolan ini hanya dilakukan empat mata saja. Kebetulan tidak ada orang di rumah saya”
Salina lantas memegang seatbelt nya kencang begitu Lian tiba-tiba mengerem mendadak. Mobil lelaki itu berhenti tepat di depan rumah berwarna putih.
“Turun, Sal. Kita ngobrol di dalam saja”
Salina keluar dari dalam mobil. Ia berjalan di belakang Lian sambil matanya menelaah setiap sudut halaman rumah Lian.
“Silahkan duduk”, ujar Lian begitu mereka masuk ke dalam rumah. Lian meninggalkan Salina di ruang tamu sendirian.
Salina memilih duduk di salah satu sofa panjang yang ada di sana. Lagi-lagi, matanya masih sibuk mengamati sekitarnya. Rumah Lian benar-benar sunyi dan sepi tak ada satupun orang kecuali hanya mereka berdua. Sebenarnya tak banyak informasi yang Salina ketahui tentang lelaki itu, namun sebuah foto pria dan wanita dengan dua anak kecil laki-laki sudah dapat menjelaskan jika itu adalah anggota keluarga Lian.
“Kamu beneran tinggal sendirian?”, tanya Salina begitu melihat Lian yang datang dengan nampan berisi air putih dan toples kecil yang di dalamnya terdapat permen coklat.
“Iya sendirian”, ujar Lian lalu mempersilahkan Salina untuk mencicipi hidangan yang dibawanya. “Saya cuma punya ini”
Salina hanya mengangguk pelan seraya matanya menatap makanan atau yang lebih tepatnya camilan diatas meja itu.
“Orang tua kamu gak tinggal disini?”
Lian menggeleng pelan. “Saya sudah lama pisah sama kedua orang tua saya dan kakak laki-laki saya”
Salina hanya mengangguk mengerti lalu tak melanjutkan obrolan itu karena sepertinya topik itu sangat privasi.
“Kamu mau ngomong apa tadi?”, tanya Salina penasaran
“Kamu dulu. Kan kamu duluan yang mau bilang terkait kesepakatan kita itu”
Salina sedikit bergeser. Ia memajukan badannya agar lebih mendekat ke arah Lian yang duduk di seberangnya.
“Kayanya Papa sudah mulai percaya sama hubungan kita”
Lian manggut-manggut menatap Salina. “Terus?”
“Sebenarnya saya punya dua rencana terkait kesepakatan kita ini yaitu Plan A dan Plan B”
Lian mengernyitkan dahinya. “Apa itu?”
Salina mengangkat dua jarinya tepat di hadapan Lian.
“Kalau Plan A kita hanya terus menjadi sepasang kekasih sampai kesepakatan kita berakhir. Begitu berakhir, kita hanya perlu putus. Sedangkan Plan B, kita melanjutkan kesepakatan ini sampai ke jenjang pernikahan. Tapi sebatas pernikahan kontrak, pernikahan yang kita jalani cuma sekedar status saja. Begitu menikah, kita hanya berpura-pura menjadi pasangan di depan kedua orang tua kita, selebihnya saya dengan hidup saya dan kamu dengan hidup kamu sendiri”, ujar Salina menjelaskan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pentas Cinta (On Going)
Hayran KurguPentas cinta adalah sebuah pertunjukkan yang menampilkan sebuah sandiwara cinta yang terpaksa dilakukan oleh seorang wanita demi membatalkan keinginan ayahnya yang terus memintanya untuk segera menikah. Akan tetapi semua rencana yang telah disusun s...