#SATU

548 32 1
                                    

Seorang wanita tengah berjalan memasuki kantornya dengan perasaan kesal. Kekesalannya itu muncul berawal dari pagi tadi sebelum ia berangkat ke kantor. Wanita itu lantas mendengkus sebal sambil tangannya memencet tombol lift di depannya saat tiba-tiba teringat ucapan ayahnya.

Pertemuan?

Kencan buta?

Perjodohan?

Pernikahan?

Topik-topik yang setiap harinya selalu disinggung oleh ayahnya dan akan berakhir menjadi perdebatan kecil hingga membuat wanita itu kesal setengah mati.

Begitu pintu lift terbuka di lantai 16, wanita itu keluar dengan cepat lalu masuk ke dalam sebuah ruangan yang cukup besar. Ruangan yang angat luas tanpa sekat pembatas dan mampu menampung sekitar seratus lebih orang. Ruangan itu biasa biasa disebut office hall.

Wanita bernama Salina itu berjalan masuk ke dalam ruangan yang masih terlihat sepi. Cuma ada beberapa orang pekerja dari jasa katering yang tengah bersiap di pojok belakang ruangan. Selama beberapa hari ini Salina cukup disibukkan dengan kegiatan mengurus pertemuan perusahaannya dengan beberapa pemegang saham dan investor-investor asing yang nantinya akan menanam modal di perusahaan tempatnya bekerja. Padahal sebagai staf HRD itu sama sekali bukan jobdesk nya mereka tapi karena Mbak Arum —Kepala HRD— yang suka mengambil jobdesk berdasarkan bonus fee mau tak mau membuat staf HRD lainnya ikut serta dalam mengurus acara kali ini.

Kali ini Salina benar-benar pusing dengan hidupnya. Pusing dengan masalah kerjaan ditambah lagi dengan masalah antara dia dengan ayahnya. Salina hanya bisa mendesah pasrah sambil duduk di salah satu kursi kosong yang ada disana.

"Ehm, maaf mbak..."

Salina menoleh pada seorang lelaki yang tiba-tiba datang menghampirinya.

"Ehm, itu... Mbak nya lagi duduki kantong plastik sampah", ujar lelaki itu sambil menunjuk ke arah kursi yang diduduki oleh Salina. "Saya mau ambil kantong plastiknya"

Salina langsung berdiri dari duduknya. Ia sungguh tak merasa aneh saat duduk tadi, mungkin karena kantong plastik itu masih dalam keadaan terlipat. "Maaf yaa Mas"

"Iyaa Mbak gapapa". Lelaki itu langsung mengambil kantong plastik itu.

"Oh iya... Masnya dari jasa katering, bukan?"

Lelaki itu mengangguk. "Iyaa Mbak. Kenapa yaa Mbak?", tanyanya bingung.

Salina tak langsung menjawab. Ia sempat melihat kantong plastik sampah yang dipegang oleh lelaki itu. "Saya minta tolong sama Mas untuk kantong-kantong plastik sampah ini kalau bisa diletakkan di bagian yang gak terlihat. Jangan di letak di pojok ruangan seperti kemarin. Kemarin atasan saya, Pak Hendra ngomel-ngomel karena kantong-kantong plastik ini ikut ke jepret saat sesi foto dokumentasi"

Lelaki itu mengangguk-angguk mengerti sambil tersenyum. "Ohh... Iyaa mbak. Nanti kami usahakan agar kantong-kantong plastik ini tidak kami letakkan di sembarang tempat"

Salina mengangguk. "Makasih yaa Mas" 

"Sama-sama Mbak."

Lelaki itu kemudian bergegas pergi meninggalkan Salina yang kembali duduk di kursinya.

Tak lama, seorang wanita masuk dari arah pintu belakang ruangan tersebut. Ia berjalan mengendap-endap sambil berteriak mengagetkan Salina.

"Dor!"

Begitu mata Salina mengenali sosok wanita itu, tangannya reflek mendorong tubuh wanita itu.

"Nov! Lo bikin gue jantungan!", omel Salina dengan raut wajah kesalnya.

Pentas Cinta (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang