#ENAM

251 23 2
                                    

Liandra POV

Pagi-pagi sekali gue ditelpon oleh Ika—karyawan katering— kalau Ahmad dan Krisna, dua karyawan gue dari tim kebersihan katering menjadi korban tabrak lari. Gue yang saat itu lagi di pasar akhirnya bergegas pergi menuju IGD Rumah sakit untuk memastikan keadaan mereka.

Saat tengah menunggu hasil pemeriksaan Ahmad dan Krisna, Ika mendadak bilang ke gue kalau tim kebersihan kekurangan orang. Kalau diingat-ingat lagi, jadwal katering beberapa hari ini memang sangat padat sekali karena jasa katering gue mendapat job di sebuah perusahaan besar di Jakarta.

Setelah memastikan Ahmad dan Krisna dalam keadaan baik-baik saja. Gue akhirnya memutuskan untuk pergi menggantikan posisi mereka berdua. Tepat pukul setengah tujuh pagi gue bersama dengan karyawan gue lainnya sampai di perusahaan TumbasAja, sebuah perusahaan e-commerce yang bergerak di situs web perdagangan elektronik. Kami semua bergerak cepat masuk ke dalam gedung guna mempersiapkan hidangan yang akan disajikan di acara perusahaan tersebut.

Saat gue tengah membereskan kardus-kardus bekas tempat air mineral botol, secara tak sengaja mata gue melihat seorang wanita masuk ke dalam ruangan. Gue dari awal sudah menduga kalau wanita itu salah satu karyawan TumbasAja karena gue sempat lihat sebuah id card tergantung di lehernya. Mata gue terus memperhatikan gerak gerik wanita itu sampai saat momen yang tepat gue langsung menghampirinya.

Gue menghampirinya saat dia secara tak sengaja menduduki kantong plastik sampah yang tadi sempat gue letak di atas kursi kosong tersebut. Wanita itu menoleh ke arah gue saat gue memanggilnya pelan, tatapan matanya yang sedikit terkejut itu membuat jantung gue seketika berdebar kencang. Gue berusaha mati-matian menahan debaran jantung gue saat mengobrol dengannya. Obrolan kami terjadi begitu cepat dan sangat singkat. Meskipun begitu, senyum manis wanita itu cukup lama melekat di kepala gue.

Gue diam di pojokan sambil memandangi dia dengan temannya, gerak gerik wanita itu sungguh lucu di mata gue. Sebentar tersenyum, sebentar cemberut, sebentar kesal membuat gue yang tadinya ingin membantu Tony mengangkat piring-piring malah tak jadi membantu lelaki itu. Saat tengah asik dengan kegiatan gue, tiba-tiba saja wanita itu dan temannya menoleh ke arah gue dan tim katering lainnya. Gue pun mendadak mengalihkan pandangan ke arah lain sambil berpura-pura merapikan meja tempat meletakkan hidangan makanan.

Menit berikutnya, gue kembali memperhatikan wanita itu. Entah kenapa senyumannya mendadak candu buat gue dan gue ingin melihatnya lebih dekat lagi. Dengan tekad yang bulat, gue memutuskan untuk kembali menghampiri wanita itu. Meskipun sebelumnya gue sempat tidak percaya diri karena sendal jepit dan sweater lusuh yang gue pakai saat ini. Tapi untungnya karena hal ini membuat gue jadi lebih berpikir lagi ke depannya agar lebih stylish lagi meskipun hanya pergi ke pasar.

Gue menampilkan senyuman terbaik gue sambil berusaha menawari wanita itu dan temannya dengan beberapa menu breakfast hari ini. Gue sebenarnya ingin sekali mengajak wanita itu untuk mengobrol. Tapi dari yang ditangkap lewat ekor mata gue, wanita itu enggan untuk mengobrol. Ia terlihat sangat lesu seperti manusia yang tak memiliki semangat hidup.

Gue kembali datang sambil membawa nampan yang penuh dengan menu breakfast ke hadapan mereka. Saat tengah menyajikan makanan itu di atas meja, tiba-tiba saja teman wanita itu membuka obrolan diantara kami. Gue dan temannya terhanyut dalam obrolan menyenangkan itu sementara wanita itu hanya diam sambil mendengarkan kami berbicara. Gue terus melirik ke arahnya, tapi lagi-lagi sebesar apapun usaha gue untuk mengajaknya mengobrol tetap aja wanita itu tak mau merespon. Hanya temannya lah yang terus menerus merespon ucapan gue.

*****

"Ini harga bawang beneran segini, Bu?", tanya gue kepada ibu pedagang langganan gue belanja di pasar.

Pentas Cinta (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang