#DELAPAN

243 31 0
                                    

"Ck! Lo bisa minggir nggak, Nov"

Salina berdecak kesal karena Nova terus saja menggangu waktu kerjanya. Ia mendorong jauh kursi beroda yang diduduki oleh Nova agar wanita itu menjauh darinya.

"Lo kenapa sih Sal?", tanya Nova bingung. Ia kembali menggeser kursinya mendekat ke arah Salina.

"Nov! Sekali lagi lo kesini, gue gak bakalan mau lagi temenan sama lo"

Sebuah lirikan tajam Salina berikan untuk Nova. Ia lagi-lagi mendorong kursi Nova agar menjauh darinya. Tapi bukan Nova namanya kalau menyerah begitu saja. Ia kembali menggeser kursinya mendekat ke arah Salina. Wanita itu dengan cepat menggeser kursi Salina agar Salina menatap lurus padanya.

"Lo kenapa?!", seru Nova membuat Salina spontan membekap mulut Nova dengan tangannya. Teriakan Nova membuat beberapa rekan kerja lainnya menatap ke arah mereka berdua.

"Ssssstttt.... Suara lo!", bisik Salina dengan mata yang melotot tajam.

Nova melepaskan tangan Salina yang masih membekap mulutnya. "Yaaa lu kenapa? Dari tadi pagi gue liatin lu diem-diem mulu"

Salina memejamkan matanya sejenak seraya menghembuskan napasnya kasar sebelum  kembali berbicara kepada Nova.

"Ide gila lo beneran gila, Nov!"

"Maksudnya?", tanya Nova yang tak paham dengan ucapan Salina.

"Cowok katering yang gue bawa ke rumah ternyata orang yang mau dijodohin sama gue"

"HAH?!"

Teriakan Nova membuat Salina kembali membekap mulut Nova. Tatapan galak pun tak lupa diberikan oleh Salina.

Nova mendekat ke arah Salina. Kini mereka berbicara dengan suara berbisik-bisik. "Bokap lo nggak salah pilih orang kan?"

Salina menggeleng pelan. "Cowok kemarin itu owner kateringnya"

"Seriusan?"

Salina mengangguk yakin. "Ternyata cowok itu yang mau dikenalkan sama Papa gue dan harusnya malam itu gue kencan buta sama tu cowok"

"Wait!!! Kasih gue waktu buat mencerna semua ucapan lo....."

Nova menatap lekat manik hitam Salina. "....jadi cowok yang mau dijodohin ke lo itu cowok yang lo bawa ke rumah?"

Salina kembali mengangguk seraya menghela napas. "Dan sialnya gue udah ngaku duluan kalo itu cowok gue. Otomatis Papa beneran ngerestui dan nyuruh gue sama Lian buru-buru nikah"

"Lian?"

"Cowok itu namanya Lian", jawab Salina datar

Nova lantas merangkul bahu Salina dan berbisik pelan. "Sumpah Sal! Semakin susah dong lo jadinya bikin kontrak kesepakatan kalo kaya begini"

"Nah itu dia Nov. Gue jadi bingung sekarang. Gimana caranya gue bikin kesepakatan kalo dia kenal sama Papa? Yang ada ide gue mungkin dicepuin sama dia. Gue juga gak yakin kalo dia mau diajak kerja sama beginian"

Nova menoleh ke arah Salina. Tatapannya kini berubah menjadi tatapan penuh keprihatinan. "Sal, ini emang ide dari gue yaa. Tapi semuanya keluar dari rencana kita dan sekarang gue beneran gak bisa bantuin lo"

Salina mengernyit. "Lo kok gitu sih, Nov", ucapnya sedikit kesal karena sahabatnya itu malah lepas tangan begini. Tau gitu dia gak akan mau mengikuti ide gila ini.

"Sekarang, semua keputusan ada di lo, Sal. Gue beneran gak bisa bantu apa-apa. Lo tenang aja, gue dukung semua keputusan lo kok"

Nova melepaskan rangkulannya pada bahu Salina. Ia lantas menggeser kursinya menjauh dari Salina menuju meja kerjanya.

Pentas Cinta (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang