Chapter 18

2.5K 95 24
                                    

I'AM SORRY



—🐊🦋—

I'AM SORRY•••—🐊🦋—

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

       10.50 AM

       Jendra menuruni satu persatu anak tangga seraya memainkan ponselnya. suara langkah kakinya terdengar hingga ke lantai dasar. Lelaki sudah siap dengan celana jeans hitam serta kaos hitam polos dan jaket hitam yang ia sampirkan di bahu.

       Jendra berdecak karena sejak kemarin Zanessa tidak mengangkat panggilannya dan tidak membalas chat darinya, dan sialnya lagi gadis itu online.

       Lelaki itu mengusap wajah hingga puncak rambutnya frustasi memikirkan kesalahannya. Apalagi di tambah dari kemarin ia belum sempat makan, dan ia tidak bisa membiarkan gadisnya marah terus menerus seperti ini.

       Ketika berada di anak tangga terakhir Jendra berpapasan dengan Jackson Ryderbodyguard sekaligus sekertaris pribadi Arsen membungkuk sopan saat berhadapan dengan Jendra.

       "Uncle, Where's Mom and Dad? tadi saya ke kamarnya tapi gada."

       "Tuan Arsen berada di kamar tamu tuan muda, karena kamarnya akan di renovasi," jelas Jack.

       "Okay. Thank you, uncle," ujar Jendra membuat Jack membalasnya dengan senyum tipis.

       Setelah itu tungkainya melangkah menuju kamar tamu seraya memasang Handband di kepalanya membuat Jendra terlihat sangat tampan.

       "Mam."

       "Iya?"

       Edeline yang tengah duduk di meja rias itu menoleh, ia tersenyum tipis saat melihat Jendra mendekatinya. Ketika sudah berada di hadapan sang Mama, lelaki itu mengecup pundak Edeline sebagai sapaan.

       "Maaf sayang, Mama kesiangan. So, I didn't have time to make you breakfast."

       "It's okay, Mam."

       Jendra tersenyum manis, ia berjongkok di depan Edeline, lalu memeluk pinggang sang Mama.

       "You smells really nice. Mau ke mana sayang?" tanya Edeline.

       "Keluar bentar."

       Jendra menoleh ke arah raga Arsen yang tengah tiduran dengan posisi tengkurap. "Pah, kunci mobil taruh mana?"

       "Mobil yang mana?"

       "Range rover black, I wanna use that car."

       Arsen mengangguk, lalu merubah posisinya menjadi duduk, ia membuka laci nakas untuk mengambil kunci mobilnya. "Sini ambil."

       Sebelum bangkit, Jendra mencium punggung tangan Edeline yang di balas dengan kecupan lembut di kedua pipi dan dahinya. "Hati-hati sayang, jangan kebut-kebutan, okay?"

       "Iya, Mam."

       "Mana Pah, ak—" Brak! Suara gebrakan pintu membuat mereka menoleh serentak, ternyata Altar yang berjalan dengan santainya.

       "Pah, pinjem mobil, aku mau keluar," ujar Altar to the point.

       "Apaan mintanya ke Papa gue?"

       "Papa gue juga dih! Stress." Altar meringis saat kepalanya di jitak begitu saja oleh Jendra.

       Arsen menghela nafas. "Udah! Al, kamu bawa mobil yang Lambo gray aja, gapapa?"

       "Iya, Pa." Arsen memberikan kunci mobil yang mereka inginkan.

       Setelah Jendra dan Altar menyalami Arsen, mereka berlari keluar kamar membuat pria itu memijat pelipisnya pusing.

       "Anak siapa sih," gumamnya lelah, Edeline sendiri tertawa melihat suaminya frustasi.

————

       11.15 AM | Zanessa home

       Zanessa menatap datar lelaki yang tengah bersandar pada pintu dengan tangan bersedekap dada sebelum akhirnya berjalan mendekatinya, dan duduk di sebelah Zanessa.

       "I think we need to talk?"

       "Apalagi."

       "C'mon jangan silent treatment sayang. Gue jadi gatau salahnya dimana, apa karena chat itu jadinya Lo cemburu, hm?"

       Jendra mengembuskan napas sejenak, ia duduk menyamping menatap Zanessa. "Kalo iya, gue gada apa-apa sama dia, dia cuma temen gue waktu di AS."

       "Tapi mungkin ga kalo dia emang suka sama Lo."

       "Ngga!" Jendra menjawab dengan sangat tegas. "Dia udah punya cowok dan... dia nonis."

       Jari telunjuk Jendra meraih dagu Zanessa agar menatapnya. "I love you so much, but also wanna apologize. Gue benar-benar gada hubungan apapun sama dia."

       Selama beberapa menit Jendra menunggu jawaban namun Zanessa hanya diam, akhirnya Jendra bangkit dari duduknya. "Gapapa kalo emang belum bisa maafin, nanti kalo marahnya udah reda, bilang ya. Gue pergi dulu," pamitnya.

       Baru beberapa langkah Jendra tertegun saat sepasang tangan melingkari pinggangnya memeluk dengan sangat erat.

       "I forgive you, please don't leave."

       "Lepasin."

       "Ngga mau!"

       Jendra tersenyum tipis, lalu membalikan badan, ia menatap intens Zanessa, kemudian membawa gadis itu kedalam dekapannya, tangannya mengelus lembut belakang kepala Zanessa.

       "Tolong bilang kalo ada sikap gue yang buat Lo ga nyaman, apapun itu. Sorry If I'm still far from your expectations," bisik Jendra.

       Zanessa mengeratkan pelukannya. "Don't say that, I like everything inside of you."

       "Hm. Mau ke mana udah rapi?" tanya Jendra setelah mengurai pelukan, lalu mendudukkan dirinya di sofa.

       "I was gonna the flower shop."

       "Alone or wanna be with me?"

       Zanessa berpikir sejenak matanya tak berpaling dari lelaki tampan di sebelahnya. "With you, tapi kalo Lo mau."

       "Why not, Babe." Jendra menyandarkan kepalanya pada sandaran sofa. "Kalo makan dulu boleh ga? Gue belum makan dari kemarin."

       "Apa? Yang bener aja, Lo ngapain aja sih?" tanya Zanessa syok.

       "Think of yourself, love."

       Zanessa berdecak. "Tunggu di sini. Gue ambilin makan dulu."

       "Aihhh!" Jendra tertawa kecil saat Zanessa mencium rahangnya, lalu berlalu begitu saja.

       "Arghhh, so fucking adorable!" gumam Jendra salting, hingga menenggelamkan wajahnya ke bantal.

—🐊🦋—

Kalian bosen ga bacanya? Aku bosen soalnya huhu...

See you cmiww♡

RAJAWALI [REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang