-14. Nyenengin Suami, Katanya

319 62 61
                                    

=14. Nyenening Suami, Katanya=

Perbincangan dengan topik keuangan rumah tangga sempat tertunda sebentar sebab makanan yang dipesan sudah tiba. Setelah menyelesaikan makan siang, barulah Gus Shaka dan Khanza kembali melanjutkan.

"Delapan puluh persen penghasilan Mas, kamu yang pegang. Mas ambil dua puluh persen buat kebutuhan pribadi, kayak transportasi, atau semisal Mas ada kegiatan di luar, Mas jadinya gak perlu minta ke kamu. Nanti, Ning-nya bisa atur berapa persen buat kebutuhan, tabungan, dan sedekah. Gitu aja, gimana?" Gus Shaka mengusulkan.

Bukannya menyetujui, Khanza justru menggelengkan kepalanya pelan. "Khanza mau dijatah aja, gak mau pegang keseluruhan. Misal, untuk sebulan, Mas kasih Khanza buat kebutuhan segini, dan uang jajan segini, sisanya Mas yang atur mau ditabung berapa dan disedekahin berapa."

"Loh? Kenapa, Ning? Padahal kalau kamu yang pegang full, jadi bisa menyesuaikan."

Khanza meringis pelan. "Uang kebutuhan kan memang Khanza yang pegang, Mas. Sisanya Mas yang atur, tetep didiskusiin tentunya. Kalau uang jajan Khanza, itu terserah Mas mau kasih berapa, Khanza terima berapapun yang Mas kasih."

Gus Shaka mengangguk pelan. "Skincare kamu berapa perbulan, Ning?"

"Gak nentu, Mas. Gak semuanya habis dalam sebulan. Tapi, mungkin kisaran lima ratus ribuan."

"Berapa lama sekali biasanya beli pakaian?"

"Khanza jarang beli pakaian, Mas, biasanya ambil sample dari toko. Khanza gak suka belanja pakaian, jujur aja. Biasanya dibelikan Umma atau dikasih sama sodara."

Gus Shaka sontak saja menatap istrinya takjub. Agak tak menyangka bisa menemukan perempuan yang tidak suka belanja.

"Gini deh, setelah menikah 'kan, apapun pakaian yang Khanza pakai salah satu niatnya buat nyenengin suami. Jadi, Mas Shaka aja yang beliin Khanza pakaian. Beli yang sesuai dengan apa yang Mas suka. Khanza dapet pahala kalau nyenengin Mas."

Kembali dibuat terperangah oleh penuturan istrinya, Gus Shaka terkekeh kecil tat kala mendapati semburat merah di kedua pipi Khanza.

"Bener, ya?"

Khanza mengangguk polos.

Gus Shaka tersenyum miring sebelum kemudian meraih ponsel dan mengotak-atiknya beberapa saat. Khanza menunggu tanpa berniat menginterupsi apa yang tengah suaminya lakukan.

Hingga kemudian, ponsel itu kembali mendarat tepat di hadapan Khanza. Membuat pandangan si perempuan reflek menunduk dan menatap apa yang ditampilkan di layar.

Sesaat kemudian, kedua mata Khanza membola, mendongak untuk menatap Gus Shaka yang sudah cengengesan.

"Mas, astaghfirullah!" pekik Khanza. Ia sudah akan meraih ponsel milik Gus Shaka, berniat membatalkan ulah suaminya. Namun, dengan cekatan Gus Shaka menarik ponselnya lebih dulu.

"Ettt, katanya tadi Mas boleh beliin kamu pakaian."

"Ih, tapi gak pakaian kayak gitu juga, Mas. Khanza malu!"

"Dipakenya depan suami aja, Sayang. Masa malu, biasanya juga gak pake apa-apa." Khanza tentu saja melotot mendengar penuturan ber-volume rendah Gus Shaka. Untung saja saung yang mereka tempati benar-benar berada di pojokan, jadi tidak akan ada yang mendengar.

"Mas, ih!"

"Katanya mau nyenening suami, gimana sih?" Gus Shaka makin gencar menggoda istrinya. Ia benar-benar dibuat tertawa gemas mendapati kedua pipi itu memerah bahkan menyebar hampir ke seluruh wajah.

Pelengkap ImanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang