=Pelengkap Iman=
Adelia Khanza tidak pernah bisa memprediksikan apa yang akan terjadi dalam hidupnya di masa mendatang. Entah sudah berapa banyak kejutan yang menghampiri selama 22 tahun ia hidup di dunia, tapi yang kali ini terlalu mengejutkan untuk ia terima.
Di depannya sekarang, ada sepasang suami istri dan tiga orang anak serta satu menantu tengah ber-silaturahmi di kediamannya.
Awalnya, Khanza mengira bahwa mereka hanyalah tamu Kyai Rahman---kakek sekaligus pengasuh pondok pesantren Al-Insyirah tempatnya tumbuh sejak lahir ke dunia hingga saat ini. Namun, dugaan tersebut tidak sepenuhnya benar. Sebab rupanya, tujuan mereka datang kemari adalah Khanza sendiri.
"Mohon maaf, Buya. Sebuah penghormatan dan kebahagiaan untuk kami mendengar permintaan langsung dari Buya. Tapi, untuk keputusan menerima atau tidaknya, kami serahkan kepada putri kami." Abi Furqon---ayah dari Khanza menoleh pada putrinya tersebut, tersenyum lembut seolah mengatakan, bahwa Khanza dipersilakan untuk menyuarakan keputusannya sendiri.
Tak langsung bersuara, Khanza mencuri pandang sejenak pada laki-laki ber-kemeja putih yang dipadukan dengan sarung hitam motif garis dan jas berwarna senada di depan sana.
Yang Khanza tahu, laki-laki itu bernama Shaka Malik Alfatih. Putra kedua Buya Sulaeman yang akan dijodohkan dengannya. Perjodohan ini disepakati oleh Buya Sulaeman dan Kyai Rahman, tapi sang kakek tetap mempersilakan Khanza untuk memutuskan sendiri perihal pilihannya.
"Mohon maaf kalau saya lancang, Buya. Sebelumnya, saya sudah mendengar alasan perjodohan ini diadakan dari Abah. Jujur saja, saya kurang percaya diri, saya takut jika saya tidak bisa membantu untuk meredakan issue di luaran sana. Tapi, kalau memang sudah jodohnya, saya tidak akan jadikan ini alasan untuk menolak ta'aruf dari Gus Shaka." dengan jantung yang berdebar, Khanza berusaha semaksimal mungkin untuk mengutarakan pertanyaan yang sejak tadi bersemayam di kepalanya. "Tapi, saya hanya ingin memastikan. Apakah Gus Shaka benar-benar sudah menyelesaikan hubungan apapun itu yang terjalin dengan Alena Shava? Termasuk hubungan pertemanan, karena jika saya sudah menerima Gus-nya, saya tidak mau Gus Shaka terlibat apapun lagi dengan perempuan itu."
Suasana mendadak hening. Laki-laki yang menjadi tujuan dari pertanyaan Khanza pun tampak bergeming, mungkin tengah merangkai kalimat apa yang pantas untuk ia suarakan.
Kyai Rahman menepuk pelan lutut Gus Shaka sebab posisi duduk mereka yang lumayan dekat. "Bicara saja, Gus, tidak apa-apa. Khanza itu open minded. Abah juga percaya sama didikannya Buya-mu. Terlepas dari kekhilafan yang sudah kamu lakukan, melihat kamu mau bertanggungjawab dan menerima konsekuensinya dengan lapang dada pun Abah sudah bangga," ujarnya menyemangati.
Gus Shaka tampak mengembangkan senyum kaku seraya menganggukkan kepalanya. "Terimakasih, Abah."
Tatapan laki-laki itu kemudian beralih ke arah Khanza sebentar, lalu pada vas bunga di atas meja.
"Bismillah. Untuk menjawab pertanyaan Ning Khanza, saya bisa menegaskan bahwa saya sudah mengakhiri hubungan saya dengan perempuan yang bersangkutan. Saya juga sudah berkomitmen untuk manut pada Abi. Saya tahu betul bahwa beliau hanya ingin saya bertanggungjawab dan menyelamatkan saya dari hal-hal yang tidak Allah ridhoi. Jadi, Ning-nya tidak perlu takut, sebab saya sudah bersedia untuk memperbaiki diri. Bukan karena perjodohan ini atau nama besar keluarga dan pesantren, tapi karena saya sadar akan kewajiban saya sebagai seorang hamba, yaitu patuh kepada siapa yang saya Tuhan-kan."
Khanza mendengarkan setiap kalimat yang keluar dari mulut Gus Shaka dengan seksama. Ia mengangguk pelan, berusaha meyakini.
Sebenarnya, kabar perjodohan ini sudah sampai ke telinganya sejak seminggu yang lalu, Kyai Rahman memintanya untuk istikharah. Jadi, Khanza sebetulnya sudah memiliki jawaban atas lamaran yang datang kepadanya. Hanya saja, ia perlu meyakini dirinya kembali sebelum memutuskan. Dan penuturan Gus Shaka barusan, berhasil membawanya untuk mengungkapkan jawaban yang sudah dia persiapkan sejak semalam.
"Insyaallah, Abah, Buya, saya bersedia menerima lamaran Gus Shaka. Dengan catatan, Gus Shaka bisa kembali menyaring pergaulannya. Karena mau bagaimana pun, lingkungan tetap memiliki peran besar dalam membentuk kepribadian seseorang."
Kalimat syukur riuh terdengar di ruangan yang dominan bernuansa putih tersebut. Semua wajah tampak sumringah, kecuali Gus Shaka yang Khanza sadari terlihat menunduk semakin dalam. Entah apa yang ada dalan pikiran laki-laki itu, Khanza tidak bisa menebaknya.
=Pelengkap Iman=
Assalamu'alaikum warrahmatullahi wabarakatuh!
Halo temen-temen, apa kabar? Semoga selalu baik, ya.
Selamat datang di Pelengkap Iman (new version). Semoga kalian tetap legowo menerima keputusan si penulis labil ini ya teman-teman.
Dan insyaallah, yang kali ini bakal aku selesaikan dengan baik. Mohon doa dan suport-nya yaaa🙏
Jangan lupa kasih pendapat kalian di kolom komentar tentang alur ini.
Aku juga menerima masukan apapun dari kalian.
Terimakasih untuk perhatiannya.
Salam sayang,
Liana
13-06-24
KAMU SEDANG MEMBACA
Pelengkap Iman
EspiritualMenerima ekspektasi tinggi penggemar sebagai penilaian atas kepribadiannya membuat Gus Shaka Malik Alfatih menuai banyak hujatan saat aib-nya tersebar di sosial media. Tertunduk menyadari kekhilafannya, Gus Shaka menerima begitu saja permintaan Buya...