-13. Keuangan Rumah Tangga

301 59 25
                                    

=13. Keuangan Rumah Tangga=

"Ning Khanzaaa!"

"Mbak Zaraaa!"

Gus Shaka hanya bisa mengerutkan wajah tat kala pekikan istrinya menggema di telinga. Agak shock mengetahui perempuan itu bisa heboh juga.

"Mbak Zara, apa kabar?" tanya Khanza setelah merenggangkan pelukan dengan asisten pribadinya tersebut.

"Baik, Ning. Ning-nya gak perlu ditanya kabar kali ya, wong silau gini auranya," goda Zara disertai kekehan kecil.

Khanza ikut tertawa pelan sebelum kemudian memperkenalkan suaminya pada Zara. Walaupun, sebenarnya mereka berdua sudah bertemu di acara pernikahan beberapa bulan lalu, tetap saja Khanza ingin memperkenalkan secara khusus.

"Gus-nya ada jadwal ngisi kajian minggu depan di Bogor, jangan lupa," celoteh Zara yang seketika membuat Khanza tergelak.

"Lagi liburan nih, masih aja ngingetin kerjaan," gerutu Gus Shaka, pura-pura kesal.

"Kabayang gak Mas, aku udah tiga tahun ada di bawah pengaturan Mbak Zara ini," beritahu Khanza. Sedangkan, Zara hanya cekikikan saja, cukup mengakui kalau dirinya memang secerewet itu. Bukan apa-apa, belajar dari pengalaman, Khanza dulu suka sekali melupakan jadwal pekerjaannya, membuat kebawelan sang asisten pribadi otomatis meningkat.

Sambil lanjut mengobrol ringan, Khanza menyapa pegawai-pegawainya yang lain. Fyi, Khanza memiliki dua puluh pegawai yang dibagi menjadi beberapa bagian---sesuai tugas mereka. Ada sekitar empat orang pegawai yang berjaga di toko, delapan orang ditempatkan di ruangan samping yang bertugas mengelola penjualan online, tiga di gudang, sisanya bertugas memilah kain dan mengawasi proses pembuatan produk di penjahit.

Sambil menunggu istrinya yang tengah mengobrol dengan pegawai yang bertugas di gudang, Gus Shaka memutuskan untuk berjelajah di ruangan bernuansa putih yang dipenuhi oleh gulungan-gulungan kain dan ribuan produk pakaian yang tersusun rapih tersebut. Jujur saja, ia takjub sebab tak menyangka kalau usaha istrinya sebesar ini. Pantas saja Khanza berniat membuka cabang di Malang.

"Pemasukan kamu perbulan berapa sih, Ning? Mas penasaran deh," tanya Gus Shaka saat sang istri menghampiri keberadaannya.

"Pemasukan dari apa nih, maksudnya? Pemasukan keseluruhan atau dari usaha ini aja?"

"Dari usaha ini."

"Eum, hampir satu milyar sih Mas, per bulannya."

Gus Shaka reflek menghentikan langkahnya, ia ternganga tanpa sadar. "Itu keuntungan perbulan?"

Khanza terkekeh kemudian menggeleng pelan. "Itu omset, Mas. Kalau keuntungan Khanza gak tau pasti, sih. Umma yang urus soal keuangan, Khanza fokus sama tahap produksi dan penjualan aja."

Gus Shaka mangut-mangut. Ia menatap perempuan di hadapannya dengan seksama. "Tiga bulan ini, kita belum bahas soal keuangan rumah tangga ya, Ning? Mas kelupaan terus mau bahas."

"Abis ini ya, kita bahas sambil makan siang."

Khanza mengangguk patuh. Keduanya lalu kembali mengitari gudang sambil membicarakan beberapa hal terkait bisnis yang ditekuni Khanza tersebut.

Hingga waktu dzuhur menjelang, barulah mereka memutuskan untuk meninggalkan toko. Sepakat untuk makan siang di rumah makan yang tidak jauh dari Hijrah Store, keduanya melimpir sebentar di sebuah masjid untuk menunaikan kewajiban terlebih dulu.

Gus Shaka keluar dari masjid lebih dulu dari Khanza, sebab perempuan tentu saja selalu sepaket dengan segala keribetannya, bahkan itu sosok sesederhana Khanza sekalipun.

Pelengkap ImanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang