៸៸ ֹ ִ 🌷 Berkαtα Al ─ Imαm Adz ─ Dzαh αby rαhimαhullαh ::
من طلب العلم للفخر والرياسة، ونظر إلى المسلمين شزرا، وتحامق عليهم، وازدرى بهم، فهذا من أكبر الكبر، ولا يدخل الجنة من في قلبه ذرة
❛❛ Siαpα yαng mencαri ilmu untuk tujuαn membαnggαkαn diri dαn merαih kepemimpinαnꓹ memαndαng kαum muslimin dengαn pαndαngαn merendαhkαn, mengαnggαp merekα sebαgαi orαng ─ orαng yαng dunguꓹ dαn meremehkαn merekαꓹ mαkα semαcαm ini merupαkαn kesombongαn terbesαrꓹ dαn orαng yαng di dαlαm hαtinyα terdαpαt kesombongαn seberαt biji sαwi tidαk αkαn mαsuk Surgα. ❜❜
【 Al ─ Kαbαirꓹ hlm. 38 】=Pelengkap Iman=
Hari ini adalah peresmian dibukanya program pesantren kilat yang rutin digelar ponpes Al-Maerifa tiap tahunnya. Selama 3 bulan, para santri yang mengikuti program pesantren kilat akan diberi pelajaran mengenai tajwid, makhroujul huruf, dan beberapa ilmu agama dasar yang akan menjadi bekal untuk mereka nantinya.
Ini adalah untuk pertama kalinya Khanza ikut terlibat dalam salah satu program besarnya Al-Maerifa, ia mendapat bagian mengajar kitab Akhlaqul Banat. Kalau di Al-Insyirah dulu, dia selalu diberi bagian mengajar Qur'an oleh Umma Khadijah.
Peserta tahun ini berjumlah 87 orang, 41 perempuan dan sisanya laki-laki.
"Mas yang ngajar pagi ini?" tanya Khanza saat mendapati suaminya sudah siap dengan kain sarung dan baju kok biru tua yang melekat di tubuhnya.
"Harusnya ba'da dhuhur, Ning. Tapi, dituker dulu karena Ustaz Faiz lagi ada urusan di luar."
"Ya udah, barengan aja, Mas." Khanza meraih kitab Akhlaqul Banat dari atas meja baca milik suaminya, kemudian mengikuti langkah Gus Shaka yang sudah keluar lebih dulu.
"Ngajar kitab apa, Mas?" tanya Khanza setelah tak berhasil mengintip kitab yang dibawa suaminya.
Gus Shaka melirik perempuan itu sekilas kemudian tersenyum lembut. "Tuhfatul Ath'fal, Sayang."
Khanza ber-oh-ria. Segera ia mengambil sepasang sendal milik suaminya dari rak sepatu, menaruhnya di depan pria itu, baru kemudian mengambil miliknya sendiri.
"Syukron, Zaujati."
"Waiyyaka, Zauji."
Gus Shaka terkekeh. Seiring berjalannya waktu, Khanza mulai pandai membalas setiap godaan darinya. Meski begitu, semburat merah muda di pipi perempuan itu masih selalu muncul saat ia tengah salah tingkah. Seperti saat ini, misalnya.
"Seger amat pengantin baru!" Shafiya yang baru saja pulang tadi malam muncul tiba-tiba dengan seringaian menggoda.
"Cadarmu mana, Dek?" tanya Gus Shaka sebab adiknya hanya mengenakan bergo tanpa cadar.
"Ini mau diambil, Mas. Tadi lupa," kata gadis itu diikuti cengiran.
"Astaghfirullah, Ning. Kok bisa lupa? Udah jalan sampe mana tadi?"
"Cuma sampe garasi kok, Mas. Gak ada yang lihat, tenang aja!"
Gus Shaka berdecak kecil. "Pakai kaos kaki, Dek. Gamismu itu biar panjang tetep rawan keliatan kakinya. Kalau dibilangin tuh denger-dengeran gitu loh, Ning."
"Iya, Masss!" Shafiya membalas dengan teriakan sebab gadis itu sudah di dalam.
Khanza tersenyum geli melihat raut kesal suaminya. "Mas?"
"Dalem, Sayang."
"Ayo, keburu telat nih. Udah pada nungguin pasti," ajak Khanza sambil menggandeng lengan pria itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pelengkap Iman
SpiritualMenerima ekspektasi tinggi penggemar sebagai penilaian atas kepribadiannya membuat Gus Shaka Malik Alfatih menuai banyak hujatan saat aib-nya tersebar di sosial media. Tertunduk menyadari kekhilafannya, Gus Shaka menerima begitu saja permintaan Buya...