-12. Takdir

452 54 3
                                    

=12. Takdir=

Tidak peduli orang lain akan mengatainya naif, Khanza tetap pada pendiriannya untuk memberi kesempatan pada Gus Shaka. Lagi pula, sudah terlanjur menikah, apa lagi yang bisa ia lakukan selain menerima dan menjalaninya sebaik mungkin.

Setelah perbincangan dengan topik kurang mengenakan tadi malam, Khanza sudah memutuskan untuk tidak berharap apapun dan kepada siapapun, selain Allah Ta'alaa. Terserah saat ini hati suaminya untuk siapa, ia masih memiliki doa yang bisa menembus kekuatan Tuhan. Apapun yang akan terjadi di masa mendatang, Khanza meyakini bahwa Sang Pencipta sudah memberikan rancangan terbaik-Nya.

Sejauh ini, Gus Shaka memperlakukannya dengan sangat baik. Khanza tidak memiliki alasan apapun untuk menghakimi laki-laki itu. Lagi pula, terlepas dari takdir yang sudah menggariskan ia dan Gus Shaka berjodoh, tidak menutup fakta bahwa dirinya hadir sebagai orang ketiga dari sepasang manusia yang saling menaruh rasa. Jadi, Khanza merasa bahwa tidak ada yang pantas untuk dilimpahi kesalahan, bahkan itu Alena Shava yang sampai saat ini enggan memberikan klarifikasi kepada publik tentang gosip yang hingga kini masih ada---memperbincangkannya di sosial media.

"Mungkin pembahasan kita cukup sampai di sini dulu ya, Mbak. Untuk meeting lanjutan nanti akan saya infokan lagi, semoga Mbak Khanza berkenan untuk hadir. Terimakasih untuk kerjasamanya, kami tunggu karya-karya Mbak Khanza selanjutnya."

Usai melaksanakan meeting untuk membahas kesepakatan kontrak pembelian hak adaptasi novelnya, Khanza segera menghampiri Gus Shaka yang menanti di ruang tunggu. Tawaran ke puncak Khanza tolak sebab ia lebih memilih berkunjung ke kediaman orangtuanya di Surabaya.

"Mau makan siang dulu atau nanti aja di rumah?" tanya Gus Shaka saat mereka tengah mengantri bagasi.

"Di rumah aja, Mas. Umma lagi masak buat nyambut kita, katanya." waktu tempuh dari bandara ke pesantren tidak sampai satu jam, jadi Khanza rasa ia masih bisa menahan. Toh, tadi sebelum naik pesawat ia sempat makan roti yang dibelikan suaminya.

Setelah mendapatkan dua koper yang ditunggu, sepasang manusia yang masih bisa dibilang pengantin baru itu berjalan beriringan menuju pintu keluar. Masing-masing membawa satu koper---satu berisi pakaian, satu lagi oleh-oleh. Gus Shaka sudah menawarkan diri untuk membawa kedua kopernya sekaligus, tapi Khanza menolak. Toh, menggeret koper tidak seperti memikulnya---alias tidak berat.

Sepanjang perjalanan menuju jemputan dari pesantren yang sudah menanti, Khanza mau pun Gus Shaka tidak jarang mendapat sapaan dari beberapa orang yang mengenal mereka. Untungnya, para penggemar kedua pendakwah itu tahu situasi hingga tak ada satu pun yang nekat meminta foto. Meski begitu, Khanza yakin 100% bahwa vidio mau pun foto hasil paparazi akan seliweran di sosial media setelah ini.

Tiba di depan sebuah alphard hitam yang Khanza tahu persis siapa pemiliknya, mereka dipersilakan masuk oleh sopir yang diutus pesantren---sopir pribadi Kyai Rahman.

"Kenapa dijemput pake mobilnya Abah toh, Mas?" tanya Khanza. Heran sebab biasanya dia dijemput mobil Gus Furqon atau kendaraannya sendiri.

"Ngapunten, Ning, perintah langsung dari Abah Yai. Mobil Ning-nya sedang dipakai Gus Kaisar keluar, sedangkan Gus Furqon sedang perjalanan pulang dari pengajian saat saya berangkat tadi. Jadi, yo cuma mobil ini yang nganggur, Ning," jelas Mas Ahmad---santri sekaligus orang kepercayaan Kyai Rahman. Laki-laki itu luar biasa sekali pengabdiannya, terhitung ini adalah tahun ketiga beliau mengabdi kepada sang guru, dan usianya kini sudah akan menginjak angka 26.

Perbincangan masih berlanjut sebah Khanza menanyakan beberapa hal terkait keadaan pesantren saat ini. Gus Shaka hanya menimpali sesekali, lebih banyak diam mendengar obrolan kedua insan yang tampak begitu akrab tersebut.

Pelengkap ImanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang