Part 13 don't go

0 0 0
                                    

**Joshua's POV**

Aku berdiri di ambang pintu, memperhatikan dari kejauhan saat Y/N dan Jeonghan berbicara. Cahaya lembut dari lampu kamar mereka membuat bayangan mereka tampak begitu erat, seolah-olah tak ada yang bisa memisahkan mereka. Dan di sana, dalam bayang-bayang, aku hanya bisa melihat, tak bisa ikut campur, tak bisa lagi berada di sisi Y/N seperti dulu.

Hatiku terasa hampa, dihantui oleh keputusan yang telah kubuat. Aku tahu dari awal bahwa permainan ini akan berakhir dengan rasa sakit, tapi aku tak pernah menyangka bahwa itu akan terasa seberat ini. Melihat Y/N—orang yang paling aku cintai—merangkul Jeonghan untuk kenyamanan, adalah pemandangan yang mengiris hatiku hingga tak tersisa lagi.

Ketika aku mengkhianatinya, aku melakukan apa yang kuanggap perlu. Aku tak punya pilihan lain. Sejak awal, peranku di dunia ini adalah sebagai pemain bayangan, seseorang yang memanipulasi dan mengeksekusi rencana demi rencana tanpa menunjukkan kelemahan. Tapi Y/N... dia adalah satu-satunya titik terang dalam kegelapan itu. Satu-satunya hal yang membuatku merasa manusiawi.

Namun sekarang, setelah semuanya terungkap, aku tahu bahwa aku telah kehilangan sesuatu yang tidak akan pernah bisa kudapatkan kembali. Y/N memandangku dengan tatapan yang hancur, dan itu lebih buruk dari apapun yang pernah kurasakan. Aku telah mengkhianati kepercayaannya, menghancurkan satu-satunya hal yang membuatku merasa utuh.

Ketika Y/N menangis di pelukan Jeonghan, aku bisa merasakan sakit yang sama di dalam hatiku. Dulu, aku yang selalu ada di sana untuk menghapus air matanya, untuk memastikan dia merasa aman. Tapi sekarang, aku adalah alasan air mata itu jatuh. Aku yang menciptakan luka yang begitu dalam di hatinya.

Mereka berbicara dalam nada yang rendah, penuh kasih dan pengertian, dan itu membuatku sadar bahwa tempatku dalam hidup Y/N sudah tak ada lagi. Mungkin memang lebih baik begini. Mungkin dengan aku pergi, dia bisa menemukan kebahagiaannya kembali—meskipun itu berarti bersama Jeonghan.

Tapi di sini, dalam kegelapan, aku tak bisa memungkiri perasaan yang menggerogoti hatiku. Aku mencintai Y/N. Dan mencintainya adalah hal terburuk yang pernah kulakukan, karena itu berarti aku harus melepaskannya. Aku harus pergi, sebelum rasa sakit ini menghancurkan kami berdua.

Dengan langkah pelan, aku berbalik, meninggalkan pemandangan itu di belakangku. Setiap langkah terasa berat, seolah-olah dunia ini tak ingin membiarkanku pergi begitu saja. Tapi aku tahu, ini yang terbaik untuknya. Untuk kami semua.

Di luar kamar, aku menghentikan langkahku sejenak, menatap ke langit malam yang gelap. Tak ada bintang, hanya awan yang tebal dan berat, seperti rasa sakit yang membebani hatiku. Aku menutup mataku, berusaha menenangkan pikiran yang kacau. "Y/N... maafkan aku," bisikku pada diri sendiri, meskipun tahu kata-kata itu takkan pernah sampai padanya.

Dengan itu, aku melangkah menjauh dari mansion, dari Y/N, dan dari segalanya yang pernah kuanggap berarti. Aku tak tahu ke mana tujuanku, tapi satu hal yang pasti: aku harus pergi. Sebelum semuanya semakin buruk. Sebelum aku menghancurkan lebih banyak lagi.

——-

Joshua baru saja melangkah keluar dari pintu besar mansion, angin malam yang dingin menyapu wajahnya. Hatinya terasa hancur, lebih berat dari sebelumnya. Dia tahu bahwa ini adalah akhir dari segalanya—akhir dari perasaannya terhadap Y/N, akhir dari kepercayaannya kepada dirinya sendiri. Dia hanya ingin pergi, meninggalkan semua ini di belakangnya sebelum rasa sakit itu semakin tak tertahankan.

Dia masuk ke dalam keretanya, menyalakan mesin, dan meluncur keluar dari gerbang besar mansion. Pikiran tentang Y/N masih mengganggunya, setiap detik seperti mimpi buruk yang tak berkesudahan. Namun, tidak lama setelah dia mulai bergerak, dia melihat lampu dari kereta lain yang mendekat dengan cepat dari belakang.

Fate's cruel gameWhere stories live. Discover now