TYPO 🙏
HAPPY READING...!!!Sore harinya Cio mengajak Shani dan juga Chika pergi ke suatu tempat. Tempat itu selalu menjadi rumah bagi Cio disaat dirinya sedang tidak baik-baik saja. Diperjalanan Shani terus dibuat penasaran sebenarnya kemana Cio akan membawa mereka. Dia sama sekali tidak diberitahu.
"Kita mau kemana sih?" Tanya Shani, untuk yang kesekian kalinya. Sejak tadi mereka berangkat Shani sudah bertanya hal itu namun Cio tidak menjawabnya.
"Kamu juga nanti bakalan tau sendiri, sayang. Kamu takut ya aku culik?" Tanya Cio.
"Nggak, bukan gitu. Lagian aku nanya kamu gak jawab gimana gak kesel." Shani mendengus kesal.
"Mama" panggil Chika sambil mendongakkan kepalanya menatap Shani.
"Iya sayang, kenapa?"
"Mama marah?" Tanya Chika.
"Nggak sayang, mama gak marah. Mama cuman kesel aja sama papa, mama nanya gak dijawab." Adu Shani pada Chika.
"Papa gimana sih? Mama kan nanya kenapa gak dijawab? Papa kan selalu bilang kalo ada yang nanya itu di jawab, ini malah papa sendiri yang kaya gitu." Omel Chika, dia semakin pandai berbicara alias cerewet, tak jarang dia juga berdebat dengan Cio hanya karena masalah sepele. Apalagi kalau berkaitan dengan Shani.
"Iya sayang maaf, nanti papa jawab kalo udah sampe tempatnya oke?"
"Itu mah sama aja boong, gak kamu kasih tau juga aku tau duluan." Gerutu Shani.
"Tau nih papa, Chika kesel sama papa juga mah. Kita gak usah temenin papa huh..." Chika melipat kedua tangannya.
"Loh kok semuanya jadi kesel sama papa sih?" Cio memasang wajah memelasnya.
"Biarin wleee..." Chika menjulurkan lidahnya pada Cio.
"Eh gak boleh gitu sayang, gak sopan dek." Tegur Shani.
"Abisnya papa..." Rengek Chika.
"Minta maaf sama papa sayang," pinta Shani.
"Maaf pah,"
"Iya gak papa sayang." Ucap Cio, yang fokus mengemudi.
Mereka kembali menikmati keheningan dalam perjalanan, namun tidak dengan isi pikiran Cio yang saat ini dipenuhi dengan rasa gelisah. Apakah setelah dia memberitahu semuanya pada Chika dia akan tetap sayang pada Shani atau mungkin sebaliknya rasa takut itu ada dalam dirinya. Cio menepikan sejenak mobilnya didepan toko bunga. Lagi-lagi Shani dibuat penasaran sebenarnya akan kemana mereka pergi. Namun Shani tidak akan menanyakan hal itu lagi, karena sudah pasti Cio tidak akan menjawabnya. Sekitar 20 menit sampailah mereka ditempat yang Cio tuju.
"Kamu ajak kita kesini?" Tanya Shani.
"Iya sayang ayo," Ajak Cio, dia menatap Shani penuh keyakinan.
"Tapi... Chika?" Tanya Shani ragu.
"Ayo sayang kita coba, aku yakin Chika bisa menerima ini semua. Kalo pun nggak, aku akan berusaha supaya dia bisa menerima diri kamu yang sebenarnya." Ucap Cio.
"Mama, kenapa kita kesini? Ini kan rumah orang-orang yang udah meninggal." Tanya Chika heran, sambil mengedarkan pandangannya keluar jendela mobil. Sementara itu Shani kebingungan harus menjawab pertanyaan Chika.
"Kita keluar yu, papa gendong ya." Cio turun dari mobil dan membukakan pintu untuk Shani dan Chika. Cio lebih dulu mengambil alih tubuh Chika dari Shani kemudian disusul Shani yang keluar dari mobil.
"Cio..." Lirih Shani.
"Gak papa sayang, ayo." Cio mengulurkan tangan kanannya pada Shani. Kini Cio menggenggam erat tangan Shani. Memberikan keyakinan padanya, kalau apa yang akan dia lakukan saat ini adalah hal yang tepat.
Tak butuh waktu lama untuk sampai ditempat itu. Cio lebih dulu menurunkan Chika dari gendongannya. Lalu Cio berjongkok disamping pusara Anin dan menyimpan bunga diatasnya.