15. Senyuman Manis

158 29 3
                                    

HERA

"Kalian berdua harusnya mandi dulu njir."

"Cium aja bau ketek gue nih!!"

"Hades bangsat."

"Menurut lo kita di kamar mandi ruang olahraga tadi ngapain?"

"Col-ehmmm!"

"Mulut lo Jo, ramah banget jadi pengen gue jahit."

Perdebatan antara tiga manusia yang duduk di kursi belakang itu tak juga kunjung berhenti.

Dari tadi Hades diem. Baru setelah diledekin sama Jovan dia buka mulut.

Dua lawan satu, Raga Hades sementara Jovan sendirian kena pukulan dari mereka berdua. Gue cuma melirik sekilas dari kaca spion.

Gue di sini karena Javin yang mengajak gue pergi. Pergi main tapi berakhir di gedung tempat Hades main futsal.

Katanya nonton dulu demi memuaskan keinginan Jovan. Sepertinya dua kembar ini memang tidak terpisahkan.

Memang katanya. Kecuali urusan tentang cewek. Mereka gamau ikut campur satu sama lain.

Gue dijemput mereka berdua. Tapi cuma Javin yang turun dan minta izin ke tante Calista.

Jovan?

Dia tidur. Nyimpen tenaga katanya setelah begadang semaleman karena main game.

Tapi beneran energinya pulih karena gue denger dia teriak-teriak saat pertandingan tadi.

Nyorakin Hades yang main keren meskipun endingnya kalah juga.

"Lo suka bola? Kenapa nggak ikut main?" gue bertanya kepada Jovan yang kelihatan paling excited diantara kita.

"Nggak, gue nggak suka panas matahari."

Gue mengerjap. Lalu Javin yang ada disamping gue menjelaskan. Olahraga sepak bola lebih banyak dimainkan outdoor makanya Jovan gak suka.

"Ohh..."

Udah gitu doang reaksi gue.

Back to topic. Kita berlima akhirnya pergi. Raga gampang diajak, Hades yang sok nggak mau endingnya mau-mau juga.

Dengan alesan suruh jagain gue katanya? Tante Calista terlalu khawatir. Dan Hades terlalu penurut.

Tebak kita pergi kemana?

Pantai. Yap gak salah.

Kita pergi ke pantai.

Itu karena gue memang ingin bermain ke pantai. Tempat tinggal gue di Chicago, tempat mama gue tinggal jauh dari pantai.

Lebih deket dengan museum dan galeri seni karena berada di pusat kota. Chicago memang terkenal dengan seni dan makanan lezatnya.

Javin baik hati banget mau ngajak gue ke sini setelah dia bertanya hal apa yang gue sukai.

Baca novel, nonton film, tidur, makan, dan pantai. Gue jawab dengan jujur.

"Thank you, Javin." gue mengembalikan jaket punya Javin.

Itu jaket kampus. Gue dengan santai menyamar tadi jadi mahasiswa kampusnya mereka.

Selain karena panas yang berlebih tadi, Javin meminjami gue karena ada alasannya.

Pakaian gue nggak terlalu sopan katanya dipakai di lingkungan kampus. Gue memakai crop top putih semi rajut yang menurut gue nyaman buat dibawa pergi ke pantai.

Dia playboy yang cukup aneh. Bukannya godain gue malah bersikap sebaliknya.

Gue sepertinya lemah banget sama cowok baik. Padahal gue dulu anti banget berurusan sama yang namanya cowok.

HADESHERAWhere stories live. Discover now