9. APILL

3 1 0
                                    

Halo! Author kembali lagi nih😁
jangan lupa spam komen dan bantu vote ya
enjoy, selamat membaca dan semoga suka

***

9. APILL

Rafael menatap Tia dengan senyum yang tipis, namun penuh keteguhan. "Kalo iya kenapa?" tanyanya dengan lembut.

Tia mengernyitkan dahi, mencoba mencari jawaban yang tepat. "Ih, lu gimana sih, El? Kita tetep sahabatan aja, biar gak ribet," jawabnya, suaranya terdengar cemas, seakan menghindari kemungkinan yang lebih rumit.

Rafael menghela napas, lalu menatap Tia dalam-dalam. "Gini loh, Tia, yang namanya sahabatan atau temenan cowok cewek, pasti di antara mereka ada yang nyimpen rasa. Gua gak bisa pura-pura lagi."

Tia mengalihkan pandangannya. "Tapi lu tau sendiri kan, El, bokap gua galak banget. Mana boleh gua pacaran?"

Rafael tersenyum kecil. "Kalo nikah gimana?"

Tia melongo mendengar pertanyaan itu. "Lu gimana sih?"

Rafael mengangguk perlahan. "Gua tau kita sama-sama sayang. Gua gak mau kita gini-gini aja, tanpa ada kemajuan."

Tia menggeleng, hatinya berdebar-debar. "Ya, tapi lu tau sendiri, bokap gua galak."

"Gua ngerti, tapi belum dicoba, kan? Minggu depan, gua bakal ke rumah lu buat ngelamar. Oke?"

Tia terdiam, hanya bisa tersenyum tanpa menjawab. Kata-kata Rafael menggema di benaknya, tapi keberanian untuk menjawabnya belum datang.

***

Seminggu kemudian, seperti yang Rafael janjikan, dia datang ke rumah Tia. Dengan kemeja rapi, rambutnya tertata, Rafael tampak lebih dewasa dari biasanya. Rafael duduk di kursi ruang tamu yang di depannya sudah ada ayah Tia.

Ayah Tia menatap Rafael dengan mata yang tajam. "Ada perlu apa, El?" tanyanya, dilanjut dengan menyeruput kopi.

Rafael menelan ludah, mencoba mengumpulkan keberanian. "Saya datang ke sini dengan niat mau melamar anak om."

Ayah Tia yang sedang menyeruput kopi hampir tersedak mendengar ucapan itu. "Maksud kamu... Mutiara?"

"Iya, om," jawab Rafael, tetap dengan tenang.

Disisi lain, Tia mengintip dari balik pintu kamarnya, mendengar setiap kata dengan cemas. Jarak antara ruang tamu dan kamarnya begitu dekat, sehingga dia bisa mendengar semuanya.

Ayah Tia mengerutkan dahi, dua alisnya terangkat. "Bukannya kalian cuma teman SMA dulu?"

"Iya, kami memang teman SMA. Tapi saya menyimpan rasa sayang ke Tia, om. InsyaAllah, Tia juga begitu," Rafael mencoba meyakinkan.

Ayah Tia terdiam sejenak, kemudian berkata dengan serius, "Kamu serius mau melamar Tia?"

Rafael mengangguk tegas. "Iya, om. Saya serius."

"Kamu kerja apa sekarang?" tanya ayah Tia, nadanya berubah dingin.

"Saya merintis bisnis kecil-kecilan om, sama temen saya."

RAFA ELVAROTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang