20. GHARIB

4 1 0
                                    

Halo! Author kembali lagi nih😁
jangan lupa spam komen dan bantu vote ya
enjoy, selamat membaca dan semoga suka

***

20. GHARIB

Hari-hari berlalu, dengan Rafael dan Mala yang semakin sering menghabiskan waktu bersama. Mereka berdua kerap bermotoran, menyusuri jalanan kota yang kadang ramai, dan kadang sepi. Angin yang menerpa wajah mereka seolah menjadi saksi bisu keakraban yang tumbuh diantara keduanya. Namun, dibalik itu, ada satu pertanyaan yang terus mengusik pikiran Rafael.

Di tengah perjalanan, saat motor melaju perlahan, Rafael akhirnya tak bisa menahan rasa penasarannya. Ia membuka percakapan, mencoba mencari tahu, "Lu kenapa sih selalu ngajakin gua mulu?"

Mala, yang duduk di belakang, menatap punggung Rafael dengan senyum tipis. "Ya, soalnya Mala takut ada preman yang gangguin Mala lagi."

Rafael terkekeh, seolah tak percaya dengan alasan itu. "Mana ada preman setiap hari, ya ga mungkin lah, ngaco."

Mala tertawa kecil, namun tetap menjawab, "Ya... daripada Mala jalan sendiri, mending Mala ajak Rafael. Lebih tenang aja kalo ada Rafael."

Mereka melanjutkan perjalanan sambil berbincang ringan, hingga akhirnya memutuskan untuk berhenti di sebuah coffee shop kecil yang tampak sederhana tapi nyaman, tempat yang cocok untuk berbincang lebih dalam. Mereka memilih duduk di sudut yang agak tersembunyi, ditemani oleh aroma cokelat panas yang menguar hangat dan cahaya lampu yang lembut.

Setelah memesan minuman, suasana menjadi lebih tenang. Namun, di tengah keheningan itu, ada sesuatu yang sejak lama ingin Mala ungkapkan. Ia menatap cangkir cokelatnya sejenak sebelum memulai, "Rafael, kenapa sih jadi orang kok cuek banget?"

Rafael mengangkat alis, sedikit terkejut dengan pertanyaan itu. "Emang kenapa sih?"

Mala menarik napas dalam-dalam, mencoba merangkai kata-kata yang tepat. "Kalo Rafael terus bersikap cuek kayak gini, orang-orang mungkin bakal ngira kalo Rafael itu sombong. Padahal, aslinya, Rafael itu baik banget."

Rafael terdiam sejenak, lalu menatap Mala. "Tau dari mana gua baik?"

Mala tersenyum lembut, mengingat momen yang tak akan ia lupakan. "Dari waktu itu... waktu Rafael nolongin Mala pas digangguin preman. Rafael rela ngorbanin tangannya sampe berdarah. Dari situ, Mala tahu kalo Rafael sebenarnya orang yang sangat peduli, meski gak pernah nunjukin itu secara langsung."

Rafael tak segera merespons. Ia hanya terdiam, membiarkan kata-kata Mala teresap ke dalam pikirannya. Keheningan itu terasa berat, penuh dengan emosi yang tak terungkap.

Mala yang merasa tak enak hati buru-buru menambahkan, "Kalo gak mau cerita, ya gapapa. Mala gak maksa, kok."

Rafael menghela napas panjang, menatap cangkir cokelatnya sejenak sebelum akhirnya membuka diri. "Gua pernah dikecewain sama orang yang gua sayang... Orang yang bahkan gua rencanain untuk di ajak nikah. Waktu pertama kali gua lamar dia, tanggapan orangtuanya... seakan meremehkan gua karena gua belum sesukses sekarang."

Mala mendengarkan dengan penuh perhatian, tak ingin melewatkan sepatah kata pun. Ia bisa merasakan beban yang Rafael simpan selama ini.

Rafael melanjutkan dengan suara yang lebih tenang, "Setelah gua sukses, gua dateng lagi buat lamar dia. Tapi ternyata, dia udah dijodohin sama orang lain. Bukan cuma dikecewain, gua juga merasa dikhianati, gak cuma sama dia, tapi juga sama orangtuanya."

Mala hanya bisa diam, mendengarkan dengan hati yang ikut tersayat. Kata-kata Rafael mengungkapkan luka yang masih menganga di hatinya.

"Itu hal yang buat gua trauma," Rafael menunduk, menatap cangkir cokelatnya yang mulai mendingin. "Dan itulah alasan kenapa sampai sekarang, gua gak pernah mau buka hati buat semua cewek."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 07 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

RAFA ELVAROTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang