19. GERMINASI

2 2 0
                                    

Halo! Author kembali lagi nih😁
jangan lupa spam komen dan bantu vote ya
enjoy, selamat membaca dan semoga suka

***

19. GERMINASI

Keesokan harinya, di kampus saat istirahat, Acha duduk di kantin sambil menikmati makan siangnya. Suasana kantin yang ramai tidak menghalangi Mala untuk mendekatinya. Mala, yang tiba-tiba muncul di samping Acha dan duduk dengan santai, menyapa.

“Cha, Mala duduk di sini, ya?” tanya Mala sambil duduk di sebelah Acha.

“Iya, silakan, Mala. Gak ada yang ngelarang kok,” jawab Acha dengan nada santai.

“Eh, Cha, nama kakaknya Acha itu siapa?” Mala bertanya, tampak masih mengingat nama pria itu dengan penuh perhatian.

“Kak Rafael,” jawab Acha singkat, sedikit bingung dengan pertanyaan Mala.

“Nah, itu. Dia orangnya gimana sih?” tanya Mala, dengan nada penasaran yang jelas di suaranya.

“Serius kamu tertarik sama dia? Katanya sih udah gak mau ketemu dia lagi,” balas Acha, heran dengan ketertarikan Mala.

“Hehe, itu kan waktu itu,” Mala menjawab dengan senyum kecil di bibirnya.

“Jadi, kemarin itu, Mala di gangguin preman gitu kan?” Mala mulai bercerita.

“Terus?” Acha bertanya spontan, penasaran dengan kelanjutan cerita.

“Terus, tiba-tiba dia dateng nolongin Mala, dan Mala diantarin pulang,” Mala melanjutkan, masih terkesan dengan kejadian tersebut.

“Gila, orang sedingin itu nganterin kamu pulang?” Acha terkejut, tidak percaya dengan apa yang didengarnya.

“Ya, awalnya Mala juga gak nyangka. Dan dari situ, Mala jadi penasaran dan mulai tertarik sama dia,” ucap Mala, mengungkapkan perasaannya yang baru.

“Oh, jadi kamu mau coba deketin dia?” tanya Acha, memastikan maksud Mala.

“Ngedeketin?” Mala balik bertanya, sedikit bingung. “Masa cewek sih yang ngedeketin? Aneh banget.”

“Yaampun, Mala. Cinta itu bukan tentang siapa yang ngejar duluan. Cinta itu tentang perjuangan,” jawab Acha dengan bijak, mencoba memberikan pemahaman kepada Mala.

Mala tidak langsung menjawab. Dia hanya menggigit jempolnya, menatap ke bawah sambil berpikir. Apa yang ada dalam pikirannya, hanya dia yang tahu. Namun, jelas sekali bahwa pikirannya melayang jauh, bukan tentang hutang, tapi tentang sesuatu yang lebih dalam.

Hari berlalu, hari itu sore dan suasana libur merayap dengan santai di sepanjang jalan. Di tepi jalan, Rafael duduk santai di atas motornya, matanya menatap ke arah jalanan yang sepi, seakan menunggu seseorang. Di tengah kesenduan sore itu, dia tiba-tiba melihat Mala mendekat dengan langkah cerianya. Mala melambai-lambaikan tangannya dan menyapa, “Halo Rafael!”

Rafael menoleh dan hanya memberikan anggukan sebagai balasan, raut wajahnya menunjukkan ketidaksabaran. Mala, dengan tatapan penasaran, melanjutkan, “Acha sama Abim kemana? Belum dateng?”

Sebenarnya, sore itu adalah rencana dari Abim dan Acha untuk mengajak mereka berdua jalan-jalan. Namun, mereka tak kunjung tiba. Rafael menarik napas panjang sebelum menjawab, “Gatau.”

Di saat yang bersamaan, ponsel Rafael berdering. Dia memeriksa layar dan melihat nama Abim muncul di layar. Rafael menjawab panggilan dengan nada penuh harapan, “Halo, Bim. Lu udah dimana?”

Suara Abim terdengar sedikit cemas di ujung telepon. “Duh, sorry banget nih, El. Ini Acha lagi sakit perut, lagi dapet katanya.”

"Ayo sayang, cepetan anterin aku pulang," imbuh Acha yang merengek seperti anak kecil, berpura-pura kesakitan.

RAFA ELVAROTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang