11. ABIM DAN ACHA

4 1 0
                                    

Halo! Author kembali lagi nih😁
jangan lupa spam komen dan bantu vote ya
enjoy, selamat membaca dan semoga suka

***

11. ABIM DAN ACHA

Hari berganti minggu, dan suasana toko mulai terasa semakin sepi. Pelanggan yang dulu sering mampir kini seolah menghilang entah ke mana. Rafael tetap tekun mengatur rak-rak barang, membersihkan lantai, dan berusaha mempertahankan semangat meski hasilnya tak seperti yang diharapkan. Hari itu, Rafael datang ke toko bersama Acha, adiknya yang sudah lama tak mampir ke sana. Setelah beberapa saat, Rafael sibuk mengorganisir stok di belakang toko, meninggalkan Abim dan Acha berdua di depan.

Abim, yang duduk di sudut toko, memanfaatkan momen ini. Dengan wajah setengah lesu, dia mencoba mencairkan suasana dengan gaya khasnya. "Acha, lu lama banget gak ke sini. Toko ini jadi lebih sepi kalo gak ada cewek cantik kayak lu yang sering mampir."

Acha tertawa kecil, "Gombal aja, bim. Tapi iya, udah lama gak ke sini. Gimana? Toko makin sepi, ya?"

Abim menghela napas panjang, lalu dengan wajah penuh ekspresi, dia tiba-tiba memasang muka sedih yang dramatis. "Bukan cuma sepi, Acha. Gua ngerasa kayak... habis kehilangan cinta sejati... Cintanya pelanggan-pelanggan kita!" Dia kemudian menutup wajahnya dengan kedua tangan, berpura-pura menangis terisak-isak.

Acha tersenyum, melihat tingkah konyol Abim. "Hahaha, lebay banget kamu, Bim. Pelanggan bukan pacar yang bisa disamperin pake gombalan."

Abim tiba-tiba mengubah wajahnya dari sedih menjadi serius seketika. "Lu salah besar, Cha! Kalo pelanggan udah mulai cuek, kita harus jemput mereka dengan promosi maut. Tapi masalahnya, gua kehabisan ide buat gombalan promosi. Semua jurus gua udah dipake, tapi kayaknya mereka kebal!"

Acha mengangguk, berpura-pura serius. "Mungkin emang gombalan kamu udah basi. Coba deh sesekali kamu pake diskon, siapa tau mereka lebih suka itu daripada rayuan."

Abim mengangkat alis, berpura-pura memikirkan saran itu dengan serius. "Diskon? Apa itu? Bukan dunia gua banget, Cha. Gua lebih ahli di bidang humor, tapi sepertinya gua harus kursus diskon sama lu!"

Acha terkekeh, merasa semangat Abim mulai kembali. "Mungkin aku bisa bantu, tapi ya, jangan terlalu bergantung sama gombalan, Bim."

Abim tersenyum lebar, kali ini dengan tawa yang benar-benar tulus. "Iya, iya, gua ngerti. Tapi inget, kapan pun lu butuh hiburan, gua siap ngelawak, gratis! Sekalian ngusir sepi di toko ini."

Hari itu, meskipun toko masih sepi, Acha merasa nyaman berada di sana. Abim yang kerap melontarkan candaan dan tingkah laku konyol membuat suasana menjadi lebih hidup. Mereka terus berbincang sambil tertawa, tanpa menyadari bahwa waktu sudah semakin sore.

Dengan tambahan interaksi yang lebih kocak antara Acha dan Abim, suasana toko menjadi lebih hidup meskipun sedang dalam masa sulit.

Abim menghela napas panjang setelah tawa mereka mereda, dan wajahnya perlahan berubah serius. "Tapi gua serius nih, Cha," katanya sambil menatap Acha dengan mata penuh kekhawatiran. "Toko makin lama makin sepi, modal harus balik, dan gua gak tau lagi harus gimana. Rasanya pengen nyerah."

Acha terdiam sejenak, menimbang-nimbang situasi. Dia tau bahwa di balik semua lelucon dan canda Abim, ada tekanan besar yang dirasakan lawan bicaranya itu. "Kamu gak boleh pesimis gitu, Bim," kata Acha dengan nada yang tegas namun penuh empati. "Kita memang lagi diuji, tapi kita harus tetap semangat. Capek boleh, ngeluh juga boleh, tapi kalo kamu nyerah ya semuanya selesai."

Abim terdiam, mendengarkan dengan seksama. Acha melanjutkan, "Aku tau ini gak gampang. Toko sepi, tekanan modal, semua bikin kamu ngerasa terpojok. Tapi aku yakin, Bim. Aku yakin kamu, kakak, dan aku bakal sukses. Mungkin gak sekarang, mungkin gak besok. Tapi kalo kita terus berusaha, hasilnya pasti akan datang."

RAFA ELVAROTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang