18. Club II

912 44 0
                                    

HAPPY READING!

(Sebelum membaca jangan lupa tekan tombol vote dan spam komennya ya)
__________________

Sudah dua minggu lamanya semenjak kejadian dimana Aldrich mendatangi mansion kakeknya.

Semenjak itu pula ia tidak pernah berinteraksi dengan gadis itu lagi.

Hanya saling menatap, atau beberapa kali berselisih saat berjalan di koridor sekolah.

Seperti apa yang gadis itu katakan padanya terakhir kali. Aldrich berusaha untuk menghargai keputusan itu.

Bukan dirinya sekali kan?
Mana pernah Aldrich memikirkan perasaan orang lain, kecuali keluarga dan teman terdekatnya.

Selama itu pula Aldrich berfikir, bagaimana cara mendapatkan restu dari Cameron Louis.

Kakek Alexa itu tidak tinggal di negara yang sama dengannya. Tidak mudah meninggalkan negara ini untuk pergi kesana ketika ia masih bersekolah dan juga memiliki beberapa pekerjaan yang mengharuskan untuk ia handle.

Lagian jika pergi kesanapun lalu memperkenalkan diri sebagai 'Muller' pada kakek Alexa. Aldrich tidak yakin ia akan diterima dengan mudah mengingat reaksi kakeknya kemarin. Itu pasti tidak berbeda jauh, atau mungkin lebih. Aldrich harus mencari cara lain agar bisa menarik perhatian kakek Alexa agar menyukainya.

"Yo, Man. Stop thinking, Lo kayak lagi mikirin habis ini mau beli apa karna duitnya gak habis-habis tau gak. Bilang sama gue, apa yang lagi lo pikirin sekarang."

Aldrich yang sedari tadi sibuk dengan pikirannya sendiri mendecak lalu menghempaskan tangan Adit yang bersarang di pundaknya.

"Berat banget masalah orang kaya gue liat-liat." Celetuk Didit di sebelah Adit.

"Ngaca bego. Sesama orang kaya ga usah sok-sok an merendah, Jijik gue lama-lama temenan sama lo lo pada." Tunjuk Frans kearah Aditya dan Radit. "Mana namanya mirip, panteslah tololnya gak beda jauh."

"Diem Lo, Bangke. Gak ngomong sama Lo juga, nyaut aja."

"Shut the fuck up."

Semuanya diam. Mereka menoleh kearah Jason secara bersama-sama. Lalu mereka menyadari bahwa ada wajah yang lebih mendung daripada wajah Aldrich sedari tadi.

"Dari tadi gue liatin lo kayak ga tenang gitu, ada apa?"

Jason menatap Frans yang baru saja bertanya padanya, lalu melirik keempat cowok lainnya yang juga sudah memperhatikannya.

Salah kayaknya dia buka suara tadi, nih.

"Ga penting. Mending lo tanyain temen lo yang kemarin keliatan deket banget sama satu cewek, sekarang udah kayak gak saling kenal aja kalo pas-pasan."

Kompak semuanya beralih menatap Aldrich. Aldrich yang di tatap secara bersamaan memutar bola mata, malas. Lalu menyandarkan punggungnya ke kursi Cafe tempat malam ini mereka nongkrong.

"Ga usah ngalihin pembicaraan. Lo lagi sembunyiin apa dari kita sampai nahan marah gitu, pas buka hp lo sendiri tadi? Jangan fikir gue gak merhatiin lo ya." Balas Aldrich.

"What the fuck. Kok jadi gue?"

"Ya karna kenyataannya lo emang gitu, tadi."

"CK. Bukan urusan lo."

"Right. Bukan urusan lo juga berarti. Jangan jadiin gue 'kambing hitam' kalo cuma buat ngalihin pertanyaan orang lain ke lo sendiri."

"Wow wow. Okay. Stop guys. Gue gak tau kalian berdua punya masalah apa sampai serius banget kayak gini. Tapi please jangan berantem cuma karna hal sepele. Masing-masing dari kita memang punya privasi. Kalo ada masalah, itu opsi kalian buat milih nyimpan sendiri atau cerita sama kita. Jadi stop bikin suasana jadi tegang cuma gara-gara mood kalian yang lagi jelek." Lerai Adit pada Aldrich dan Jason.

Double ALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang